Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Senang



Senang

0"Anya, mengapa kamu melamun? Duduklah di sampingku," kata Aiden.     

Anya tertegun sejenak dan kemudian ia bereaksi. Ternyata Aiden bangkit berdiri untuk memberi tempat untuknya, bukan untuk Keara.     

Anya langsung mendekatkan tubuhnya pada Aiden. Ia masuk dan duduk di samping jendela, sementara Aiden langsung duduk di sampingnya.     

Senyum Keara langsung membeku di wajahnya. Ia pikir ia bisa duduk di samping Aiden. Ia juga bangkit berdiri untuk memberikan tempatnya kepada Anya. Namun, Anya malah duduk di samping Aiden.     

Tempat di samping Aiden seharusnya adalah tempatnya. Kalau saja ia tidak bertunangan dengan Ivan, mana mungkin Anya ada di samping Aiden?     

Anya menatap Aiden dalam diam. Ia tidak bisa memahami apa yang sedang Aiden pikirkan!     

Ia mengajak Keara untuk makan malam dengannya, lalu mengapa Aiden juga memanggilnya?     

Sekarang, mereka bertiga harus terjebak dalam situasi yang tidak mengenakkan.     

Aiden bisa merasakan keraguan di hati Anya. Setelah Anya duduk, tangannya langsung memegang tangan kecil Anya di bawah meja.     

Anya berusaha untuk melepaskan genggaman Aiden, tetapi Aiden tidak membiarkannya. Ia menggenggam tangan Anya semakin erat.     

Aiden menggodanya lagi!     

Mengapa ia melakukan semua ini di hadapan Keara? Apakah Aiden sengaja memberi harapan dan menyakiti Keara?     

"Keara, Anya duduk di sebelahku. Tidak usah memberikan kursimu kepadanya. Duduklah!" kata-kata Aiden memecah kecanggungan di antara mereka.     

Keara tersenyum tipis. "Awalnya aku ingin duduk bersama dengan Anya agar kita bisa berbincang-bincang. Tetapi kamu terlalu posesif."     

"Anya masih terlalu muda untuk mengobrol denganmu," kata Aiden. Mengangkat tangannya untuk memanggil pelayan.     

Pelayan itu datang sambil membawa menu dan bertanya dengan sopan. "Apa yang ingin Anda pesan?"     

"Tolong rekomendasikan sesuatu. Ia tidak menyukai daun bawang dan ketumbar," kata Aiden pada pelayan tersebut.     

"Aiden! Aku tidak menyangka kamu masih mengingatnya," kata Keara dengan sengaja.     

Wajah Anya langsung memucat dalam sekejap. Bisakah Keara sedikit menyembunyikan perasaannya pada Aiden? Setidaknya di depan wajah istrinya …     

Ia pikir Aiden ingin Anya duduk di sampingnya untuk menunjukkan hubungan mereka sebagai suami istri. Tetapi ketika memesan makanan, ia sengaja memberitahukan kepada pelayan semua makanan yang tidak Keara sukai. Apa yang sebenarnya ingin Aiden lakukan?     

Selama bertahun-tahun, Aiden masih mengingat hal-hal yang dibenci oleh Keara. Kalau bukan cinta, lalu namanya apa?     

Anya hanya bisa menyaksikan semua ini dalam diam. Seluruh tubuhnya menjadi kaku dan wajahnya sedikit muram.     

"Apakah Anda ingin mencoba set menu untuk pasangan?" tanya pelayan itu sambil tersenyum. "Para tamu yang datang dan memesan set menu pasangan di restoran ini sangat menikmati makan malam mereka. Makan malam mereka akan menjadi semakin romantis."     

"Kalau begitu, aku memesan satu set menu pasangan, tanpa daun bawang dan ketumbar," Aiden menatap ke arah Anya dengan lembut, "Kamu mau minum apa?"     

"Aku?" Anya menunjuk ke wajahnya dengan bingung.     

"Kalau bukan kamu, siapa lagi?" Aiden mengulurkan tangannya dan menyentil dahi Anya dengan lembut. "Apa yang kamu pikirkan?"     

Anya sendiri baru sadar bahwa ia tidak menyukai daun bawang dan ketumbar. Ia biasanya akan menyisihkannya atau memakannya dengan terpaksa, tetapi tidak pernah sekali pun ia menceritakan pada Aiden bahwa ia tidak menyukainya.     

Anya sendiri mungkin tidak akan sadar kalau Aiden tidak memberitahunya. Bagaimana Aiden bisa tahu?     

Awalnya, ia pikir set menu pasangan itu adalah untuk Aiden dan Keara. Ternyata itu untuk dirinya!     

"Terserah kamu saja. Kamu yang pilih," kata Anya dengan wajah yang sedikit berbinar. Ia langsung mengalihkan pandangannya ke arah Keara. Ia bisa melihat wajah Keara masih menyunggingkan senyum. Senyum itu terlihat hambar, tidak ada kebahagiaan dan juga kemarahan.     

Namun sebenarnya, hati Keara seperti ditusuk-tusuk berulang kali dengan pisau yang tajam sehingga ia tidak bisa bernapas.     

Di hadapannya, Aiden dan Anya memesan satu set menu pasangan.     

Ia pikir Aiden mengajaknya untuk berkencan agar hubungan di antara mereka bisa berubah, kembali seperti dulu. Tetapi ia tidak menyangka Anya juga akan datang.     

Ia tidak bisa duduk di tempat itu dengan tenang lagi sambil melihat kemesraan Aiden dan Anya. Lagi pula, tujuannya datang ke tempat ini sudah tercapai. Ia memandang seseorang di sudut ruangan.     

"Aiden, aku merasa sedikit tidak enak badan. Kalian makan lah. Aku akan pulang dulu," Keara berdiri dengan tiba-tiba.     

"Keara, ada apa? Apakah perlu kami antarkan ke rumah sakit?" tanya Anya dengan khawatir.     

"Tidak perlu. Aku hanya perlu beristirahat di rumah," Keara tersenyum tipis.     

"Aku akan menyuruh supirku untuk mengantarmu pulang," kata Aiden.     

"Terima kasih," Keara tertawa. "Lain kali kita akan bertemu lagi."     

Aiden terlihat seperti tidak mendengarkan kata-kata Keara. Ia sama sekali tidak meresponnya.     

Tatapannya tertuju ke arah Anya. Matanya terlihat lembut sementara bibirnya menyunggingkan senyum penuh cinta.     

Keara merasa sakit di hatinya semakin parah. Ia merasa sangat tidak nyaman. Aiden bahkan tidak memedulikannya sama sekali.     

Saat ia akan pergi, Aiden bahkan sama sekali tidak mengucapkan selamat tinggal. Ia hanya menyuruh supirnya untuk mengantarkannya, menunjukkan formalitas.     

Keara sudah berinisiatif untuk mengajaknya bertemu lain kali, tetapi Aiden sama sekali tidak meresponnya. Mungkin ia tidak ingin bertemu dengannya lagi.     

"Kalian makanlah! Aku akan pergi dulu. Selamat tinggal," Keara melambaikan tangannya ke arah mereka.     

"Sampai jumpa lagi, Keara." Anya juga melambaikan tangannya, tetapi Aiden tidak mengatakan apa pun. Ia bahkan tidak memandang Keara sedikit pun.     

Setelah masuk ke dalam lift, Keara bersandar di dinding lift dengan wajah yang pucat dan mata kosong.     

Di dalam restoran, wajah Anya tidak terlihat lebih baik dari pada Keara. Matanya terlihat bingung karena ia tidak paham. Apa yang sebenarnya Aiden pikirkan?     

Jelas sekali bahwa ia berencana untuk berkencan dengan Keara. Ia tahu bahwa Keara masih mencintainya dan sengaja mengajaknya untuk makan malam bersama. Namun, tiba-tiba saja ia bersikap dingin dan menyakiti hatinya.     

"Kalau ada yang ingin kamu tanyakan, tanyakan saja. Apakah kamu tidak takut kehabisan napas?" cibir Aiden saat melihat Anya berusaha menahan semua pertanyaan yang berputar di otaknya.     

"Aiden, apa yang sebenarnya kamu inginkan? Mengapa kamu memanggilku ke sini?" tanya Anya.     

"Aku ingin kamu mencoba makanan di tempat ini," jawab Aiden seolah tidak ada yang terjadi.     

"Bagaimana dengan Keara? Kalau kamu tidak ingin berkencan dengannya, tidak seharusnya kamu memberi harapan palsu dan menyakitinya!" kata Anya.     

"Anya, seseorang berniat untuk merebut suamimu tetapi kamu tidak melakukan apa pun. Aku menolaknya langsung di hadapanmu. Apakah kamu pikir aku kejam? Apakah kamu mau aku menerimanya?" Aiden menatap ke arah Anya.     

"Tidak," Anya menundukkan kepalanya.     

"Benarkah?" Aiden menatap wajah Anya, menantikan jawabannya.     

"Aku … Aku datang ke sini untuk bertemu dengan Bu Esther. Aku tidak berniat mengganggu kalian," kata Anya dengan suara lemah.     

Aiden menatap Anya. Tatapannya terlihat jauh lebih lembut. Ia tidak peduli dengan alasan Anya. Yang penting istrinya datang!     

"Aku senang kamu datang."     

Anya merasa bingung. Apa yang Nico katakan benar. Ia datang untuk mengacaukan kencan Aiden, tetapi Aiden tidak marah. Malahan ia merasa sangat senang.     

Saat ia kebingungan, seorang pelayan datang membawakan makanan mereka.     

Makanan itu terlihat sangat lezat dengan warna-warna yang beragam dan menarik, membangkitkan selera makan orang yang melihatnya. Memang pantas restoran ini dianggap restoran kelas atas.     

Pelayan itu menyajikan steak daging yang lembut dan sangat lezat, serta ikan salmon dengan berbagai macam hidangan pendamping yang tidak kalah enaknya.     

Setelah itu, ia membawa kue cokelat dan es krim vanila sebagai makanan penutupnya.     

"Sudah lama aku ingin membawamu ke tempat ini. Akhirnya hari ini tercapai juga," Aiden mengambil sebuah tisu dan menyeka sisa es krim yang masih menempel di sudut bibir Anya dengan lembut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.