Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Kembali ke Rumah



Kembali ke Rumah

0"Apakah perlu aku temani ke dalam?" tanya Aiden saat melihat Anya memandang rumahnya dengan tatapan sendu.     

Anya menggelengkan kepalanya dan menjawab dengan tegas, "Aku ingin menyelesaikan masalah ini sendiri. Kalau aku tidak bisa, bisakah kamu membantuku lagi?"     

"Hmm ... Tetapi kamu harus membawa beberapa pengawal untuk berjaga-jaga," kata Aiden sambil menatap pengawalnya.     

Anya menganggukkan kepalanya dan menuruti kata-kata Aiden.     

Aiden tidak turun dari mobil. Ia hanya melihat Anya dan beberapa pengawalnya menuju ke pintu rumah Keluarga Tedjasukmana dalam diam.     

Anya masih ingat saat ia terakhir kali ke rumah ini. Ia dijebak oleh Natali sehingga pagi hari ia tiba-tiba saja terbangun di kamar hotel Aiden. Ia berdiri di tempat ini untuk meminta penjelasan, tetapi ibu tirinya malah menghajarnya habis-habisan.     

Sementara itu, Aiden mengerutkan keningnya di dalam mobil. Ia tahu apa yang terjadi dua bulan lalu. Memikirkannya kembali membuat Aiden merasa tidak senang.     

Dari interkom, pelayan Mona bisa melihat Anya berdiri di depan pintu. Pelayan itu tidak langsung membukakan pintu dan melapor pada Mona.     

"Nyonya, Nona Anya sudah datang!" kata pelayan tersebut.     

Mona berjalan menuju ke jendela dan menatap ke luar dengan dingin. Ia melihat mobil Bentley yang mengantar Anya dan melihat sosok pemuda yang duduk di dalamnya.     

"Nat, lihatlah. Apakah itu Nico?" Mona merasa Aiden tidak semuda itu. Mungkin pria yang berada di dalam mobil bukan Aiden, tetapi Nico.     

Natali menghampiri ibunya, melihat ke arah luar jendela dan berkata setelah berpikir dalam-dalam. "Sepertinya itu bukan Aiden, tetapi aku juga yakin itu bukan Aiden. Aiden tidak semuda itu."     

"Anya tampaknya sangat terkenal. Mengapa Aiden tidak menemaninya ke sini?" kata Mona dengan bingung.     

"Siapa yang tahu. Tidak usah diperhatikan. Kita juga tidak akan pindah. Raka akan segera tiba," kata Natali dengan tidak peduli.     

"Biarkan pelacur kecil itu masuk dan kita lihat apa yang ia inginkan," kata Mona dengan angkuh.     

Pelayan itu membuka pintunya. Anya segera memasuki rumah ibunya yang telah ditinggali oleh tiga orang yang tidak tahu diri ini.     

Natali sedang duduk di sofa dengan malas. Tangannya memegang sebuah garpu, menusuk sebuah anggur dan memasukkannya ke dalam mulutnya dengan santai seolah tidak ada yang terjadi.     

Anya berjalan memasuki ruang keluarga. Sebelum ia bisa berbicara, ia mendengar Mona mencelanya. "Dasar kamu pelacur kecil tidak tahu malu! Kamu menggoda tunangan adikmu dan sekarang kamu masih punya muka untuk datang ke rumah ini!"     

"Ini adalah rumahku. Mengapa aku tidak bisa kembali?" senyum di wajah Anya terlihat sinis, hanya salah satu sudut bibirnya saja yang melengkung. Matanya langsung menyapu wajah Natali yang terlihat tenang. "Natali, kalau aku jadi kamu, aku tidak akan berani sesantai ini. Apakah kamu kira Raka tidak tahu apa-apa mengenai masalah Raisa?"     

"Kamu ..." Natali benar-benar marah. Kemarahannya sampai ke ubun-ubun, tetapi ia hanya bisa berpura-pura bodoh untuk menutupi semuanya. "Aku tidak tahu apa yang kamu maksud. Masalah Raisa tidak ada hubungannya denganku."     

"Anya, kamu memang benar-benar pengacau. Kamu sudah membunuh putraku dan merebut tunangan Natali. Sekarang, hanya karena ada seseorang yang mendukungmu, kamu berani berbuat seenaknya di hadapan kami. Biar aku katakan kepadamu, aku tidak takut padamu dasar perempuan jalang! Keluarlah dari tempat ini! Kamu tidak diterima di keluarga ini," Mona sengaja meninggikan suaranya untuk menghina Anya dan berusaha untuk membuat Anya kewalahan.     

Anya menatap Mona yang berteriak-teriak seperti orang gila dengan wajah tenang. "Bu Mona, apakah aku perlu mengingatkanmu lagi? Rumah ini adalah milik ibuku dan namanya masih tercatat di sertifikat rumah ini. Aku sudah berbaik hati membiarkan kalian semua tinggal di tempat ini, tetapi sekarang aku tidak mau lagi. Keluarlah dari tempat ini. Jika kalian memang berani, keluarlah dari rumah ini dan jangan tinggal di rumah ibuku lagi."     

"Dasar anak brengsek, siapa yang kamu suruh keluar dari rumah ini? Coba katakan sekali lagi!" Mona melotot, memandang Anya dengan tajam. "Rumah ini adalah kompensasi atas kematian putraku. Kamu tidak bisa mengambilnya kembali!"     

"Kematian putramu tidak ada hubungannya denganku. Kamulah yang bertindak kejam dan ini adalah ganjaran atas perbuatanmu. Kamu menghajarku hingga babak belur. Catatan medisnya masih ada di rumah sakit. Kamu terjatuh karena kesalahanmu sendiri, karena aku berusaha untuk melindungi diriku sendiri. Tetapi kamu memanfaatkan kesempatan itu untuk merebut rumah ibuku. Aku bukan Anya yang dulu. Aku tidak lagi lemah dan bisa ditindas seperti dulu." Kata Anya dengan tegas. Matanya tetap memandang Mona dengan dingin, tidak peduli apa pun yang dikatakan oleh wanita itu. "Hari ini, kemasi semua barangmu dan keluarlah dari rumah ini!"     

"Dasar wanita jalang! Kamu yang membuat aku keguguran dan tidak bisa memiliki anak lagi. Sekarang kamu ingin mengusirku dari tempat ini!" mata Mona menyapu ke arah pengawal yang menemani Anya dan menebak bahwa orang-orang itu adalah suruhan Aiden.     

Namun, bukan berarti ia tidak berani untuk menghajar Anya. Toh tidak ada Aiden di sana. Siapa yang bisa melindungi Anya?     

Ia mengangkat tangannya dan mengayunkannya sekuat tenaga untuk menampar Anya, tetapi Anya menghindarinya.     

Ia menghindarinya lagi, lagi dan lagi.     

Hingga akhirnya tubuh Mona oleng dan terjatuh ke tanah. Ia berteriak kesakitan.     

"Dasar anak kurang ajar! Beraninya kamu melakukan ini kepadaku. Aku akan membunuhmu!" Mona bangkit berdiri dari lantai dan mengambil salah satu tongkat golf milik suaminya. Ia bergegas menghampiri Anya untuk memukulnya.     

Salah satu pengawal Aiden hendak melindungi Anya, tetapi ia melihat Anya sedang memegang sebuah vas antik yang terlihat mahal. "Jika kamu berani mendekat, satu langkah saja, aku akan menghancurkan vas ini."     

Melihat Nyonya-nya masih bisa melawan, pengawal itu memutuskan untuk diam.     

Aiden sudah mengatakan pada para pengawalnya untuk tidak terlalu gegabah. Selama Anya tidak berada dalam bahaya, biarkan saja Anya menyelesaikan masalahnya sendiri. Ia harus belajar untuk menghadapi orang-orang seperti ini.     

Mona melihat vas yang Anya pegang adalah vas kesukaan suaminya. Vas itu berwarna putih dan biru, terbuat dari porselen dan harganya sangat mahal. Ia terkejut dan berteriak. "Letakkan vas itu. Aku peringatkan kepadamu, vas itu harganya lebih dari seratus juta rupiah. Kamu tidak boleh merusaknya!"     

Begitu suara Mona terdengar, Anya melepaskan pegangannya pada vas tersebut. Vas itu jatuh ke tanah dengan suara yang keras dan pecah menjadi berkeping-keping.     

"Oh! Tanganku licin. Semuanya salahmu karena kamu mengejutkanku." Anya menatap pecahan-pecahan di lantai. "Berapa harga vas ini tadi kamu bilang?"     

"Dasar pelacur! Kamu sengaja melakukannya!" Mona mengambil salah satu pecahan vas itu dan menuju ke arah Anya.     

Anya langsung bereaksi dengan cepat, bersembunyi di belakang Natali. Kalau Mona ingin memukulnya, Natali lah yang akan terkena pukulan itu!     

"Cepat lepaskan aku!" teriak Natali. Ia meronta-ronta untuk menyingkirkan pegangan Anya, tetapi Anya memegangnya terlalu kuat.     

"Jangan bersembunyi dasar brengsek!" Mona tidak mau melukai putrinya. Ia langsung memberi isyarat pada salah satu pelayannya.     

Begitu pelayan tersebut ingin melangkah maju, pengawal Aiden langsung menghentikannya. Ia langsung menarik tangan pelayan tersebut dan memelintirnya ke belakang.     

Para pelayan lain hanya bisa mundur dan gemetar ketakutan. Mereka tidak berani ikut campur dalam masalah ini.     

Anya masih memegang tubuh Natali sebagai tamengnya, membuat Natali merasa sangat kesal. Ia berteriak pada Mona. "Ibu, cepat letakkan pecahan vas itu. Aku tidak mau wajahku terluka!"     

Mona langsung meletakannya dan menghampiri Anya dengan hati-hati "Anya, jangan bertindak gegabah. Bagaimana kalau kita berbicara dengan tenang? Lepaskan Natali!"     

Natali memang seorang putri dari keluarga kaya. Ia dimanja dan tidak punya kekuatan. Mana mungkin ia bisa melawan Anya yang setiap hari bekerja di taman?     

Ia tidak akan bisa melepaskan diri dari pegangan Anya sehingga ia berusaha untuk meminta tolong pada ibunya.     

Tangan Anya mencengkeram pundak Natali denagn erat dan ia berkata dengan sinis. "Kalau kalian tidak melakukan semua ini padaku, aku tidak akan bertindak. Aku tidak ingin berbicara dengan kalian. Aku hanya ingin kalian keluar dari rumah ini sekarang juga. Kalau kalian tidak mau, jangan salahkan aku jika aku menggunakan kekerasan."     

Setelah mengatakannya, Anya menggoyangkan salah satu kakinya untuk menendang sebuah kabinet. Kali ini, sebuah vas bunga berwarna keemasan terjatuh dari kabinet itu dan hancur berkeping-keping.     

"Dasar kamu gila! Apakah kamu tidak tahu berapa harga vas itu?" teriak Mona dengan murka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.