Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Program Magang



Program Magang

0"Apakah kamu tidak mau menurutiku?" tanya Aiden saat tidak mendapatkan jawaban dari Anya.     

Anya sangat terkejut mendengar nada Aiden yang kembali dingin. Ia ingin menjawab tetapi ia malah tersedak makanannya dan terbatuk keras.     

Aiden mengulurkan tangannya dan menepuk-nepuk punggungnya pelan. "Pelan-pelan saja makannya. Tidak akan ada yang merebut makanan itu darimu."     

"Kamu menyuruh seseorang untuk membantuku. Aku sangat berterima kasih padamu, tetapi aku tidak mau terus-terusan merepotkanmu," kata Anya. Ia merasa kesal karena ternyata ia tidak bisa melakukan apa pun tanpa bantuan Aiden. Ditambah lagi, Aiden menyembunyikan semua ini darinya.     

Dengan itu, semua yang ia lakukan adalah bantuan dari Aiden. Aiden mengetahui semua yang ia lakukan sementara ia tidak mengetahui apa pun mengenai Aiden.     

Aiden menatapnya sambil tersenyum tetapi tidak mengatakan apa pun.     

Akhirnya, Anya hanya bisa mengalirkan kekesalannya pada makanan di hadapannya. Ia menghabiskan semua makanan dan minuman yang Aiden bawa. Kemudian, ia bersandar di sofa dan tidak ingin bergerak lagi karena merasa sangat kekenyangan.     

Aiden mengeluarkan ponselnya dan menelepon seseorang, "Naiklah ke atas. Ada tugas untukmu."     

"Apakah itu Harris? Kamu akan menyuruhnya untuk mengirimkan sampel parfum?" Anya langsung menegakkan tubuhnya.     

"Hmm …" Aiden mengangguk.     

Anya segera bgnkti berdiri dan membungkus sampel parfumnya, serta menuliskan sebuah catatan untuk Harris.     

"Harris, maaf aku merepotkanmu lagi. Tolong berikan dua sampel parfum ini pada Bu Esther," Anya menyerahkan catatan dan sampel parfum pada Harris.     

"Saya akan mengirimnya sampai tujuan. Nyonya, cepatlah pulang. Jangan biarkan Tuan Aiden menunggu terlalu lama," Harris sangat mengetahui sifat Aiden. Pria itu tidak memiliki kesabaran tetapi hari ini ia memutuskan untuk menunggu Anya pulang kerja.     

Diam-diam Anya melirik ke arah Aiden dan menyanggupi saran Harris, "Aku akan segera pulang setelah ini."     

"Tuan, Pak Abdi sudah berada di dalam mobil. Saya akan pergi untuk mengantarkan sampel parfum ini dulu," pamit Harris pada Aiden.     

"Setelah selesai mengantarnya, kamu bisa beristirahat," kata Aiden.     

"Baik," Harris menganggukkan kepalanya dan segera pergi dari tempat itu.     

Setelah melihat Harris pergi, Anya segera masuk ke dalam ruang parfum lagi dan membersihkan semua peralatan yang ia gunakan. Ia mengembalikannya ke tempatnya yang semula sebelum mengunci pintu dan pergi.     

Saat mengunci pintu ruang tersebut, Anya baru menyadari bahwa kunci yang ia pegang baru. Sepertinya, kunci pintu ruang parfum dan pintu kantor Esther telah diganti.     

Anya memberikan kunci kantor tersebut pada Mila. Sebelumnya, kunci kantor di lantai dua itu juga disimpan oleh manajer toko. Dan sekarang, keberadaan Mila membuat Anya merasa sedikit lebih tenang karena Mila adalah orang kepercayaan Aiden.     

Anya dan Aiden segera menuju ke mobil setelah selesai membersihkan semuanya.     

"CCTV kantor Esther terhubung dengan ponsel Harris. Apa yang kamu tunjukkan pada Esther?" tanya Aiden secara tiba-tiba saat mereka berada di dalam mobil.     

Kepala Anya langsung menoleh ke arah Aiden. Ia tidak menyangka bahwa CCTV itu juga diawasi oleh Aiden. Ingatannya kembali saat ia berada di dalam ruangan itu dan menunjukkan ponselnya pada Esther. Saat itu, punggungnya membelakangi kamera CCTV dan layar ponselnya tidak terlihat. Selain itu, tidak ada kata 'pernikahan' yang keluar dari mulut mereka berdua.     

Mengetahui semua fakta itu, Anya menjawab dengan santai, "Aku menunjukkan foto rumah kita dan memberitahunya bahwa aku tinggal bersamamu."     

Aiden mengangkat alisnya. Meski ia tidak melihat secara langsung apa yang ada di layar ponsel Anya, ia tidak mempercayai kebohongan Anya. Ia tahu apa yang menyebabkan Esther terkejut dan langsung setuju untuk membantu Anya. "Seingatku, kamu memiliki foto buku pernikahan kita di ponselmu."     

Anya merasa sangat panik saat mendengarnya. Ia tidak bisa menyembunyikan apa pun dari Aiden. Apakah Aiden akan marah lagi karena ia membocorkan hubungan mereka di hadapan orang lain tanpa seijinnya?     

"Itu … Aku … Aku mengakuinya. Aku menunjukkan foto buku nikah itu pada Bu Esther," Anya menundukkan kepalanya, mempersiapkan diri untuk menghadapi kemarahan Aiden.     

Namun, Aiden hanya mengulurkan tangannya untuk mengelus kepala Anya, "Aku tidak keberatan semua orang mengetahui pernikahan kita. Kamu lah yang ingin menyembunyikannya."     

Sebenarnya, semakin banyak orang yang mengetahui pernikahan mereka, Aiden akan merasa semakin senang. Kalau bisa, ia bahkan ingin mengumumkan ke seluruh dunia bahwa Anya adalah miliknya, agar tidak ada siapa pun yang berani mendekatinya lagi. Namun, ia menghargai keputusan Anya untuk menyembunyikan hubungan mereka sementara hingga Anya lulus kuliah.     

"Hari ini situasinya berbeda. Aku membutuhkan Bu Esther untuk menstabilkan situasi ini dan ia ingin tahu apakah kamu rela melakukan apa pun untukku," bisik Anya dengan pelan. "Apakah kamu marah?"     

"Bukan aku yang ingin merahasiakan pernikahan kita. Jadi, kamu memberitahu orang lain yang kamu butuhkan, menggunakan kekuatanku untuk membujuk mereka?" Aiden terlihat sedang berpikir dalam-dalam. Sebenarnya, ia tidak merasa marah. Ia hanya ingin menggoda Anya.     

Namun, otak Anya berpikiran lain. Ia memang keterlaluan. Ia sendiri yang meminta agar Aiden tidak memberitahu pernikahan mereka kepada siapa pun. Tetapi sekarang, ketika ia membutuhkan bantuan Aiden, ia sama sekali tidak ragu untuk mengungkapkan bahwa oa dan Aiden sudah menikah.     

"Aiden, maafkan aku. Aku bersalah," Anya langsung mengakui kesalahannya.     

"Apa kesalahanmu?" Aiden menatap Anya dengan tatapan yang sulit ditebak.     

"Seharusnya aku tidak memberitahu hubungan kita pada Bu Esther tanpa seijinmu," suara Anya terdengar pelan seperti seorang anak kecil yang mengakui kesalahannya.     

"Ada lagi?" Aiden memiringkan kepalanya.     

Dalam hati Anya benar-benar ingin menangis. Ia merasa sekarang ia tidak berhadapan dengan suaminya, tetapi seorang ayah yang ingin mendidik anaknya.     

Ia memutar otaknya dan berkata dengan pelan, "Aku merekrut Bu Esther tanpa seijinmu padahal Rose Scent adalah milikmu."     

Alis Aiden terangkat sambil menatap Anya dengan tersenyum tipis. "Sudah? Itu saja?     

"Apakah ada lagi?" Anya merasa bingung. Ia tidak tahu apa lagi kesalahan yang ia lakukan.     

"Aku bertanya kepadamu," jawab Aiden. Ia tidak mau memberi petunjuk pada Anya.     

Anya kembali memutar otaknya dan kecerdasannya menunjukkan sebuah jawaban mengapa Aiden marah. Tetapi ia tidak yakin. Masa Aiden marah hanya karena sebuah alasan konyol?     

"Aku tidak berada di rumah saat kamu selesai beristirahat. Aku tidak menghabiskan makan malam denganmu. Aiden, maafkan aku," katanya dengan memelas.     

Aiden tersenyum tipis mendengarnya, meski dalam hati ia merasa Anya sangat menggemaskan, "Apakah kamu benar-benar merasa bersalah?" Memang benar Aiden tidak marah karena Anya menggunakan namanya atau karena Anya membocorkan hubungan mereka di hadapan Esther. Ia merasa kesal karena tidak bisa menghabiskan makan malam bersama dengan istrinya yang ia rindukan.     

"Aku benar-benar merasa bersalah. Aku bukan istri yang baik. Lain kali, aku akan makan malam denganmu, tidak peduli seberapa sibuknya aku. Apakah kamu mau memaafkan aku kali ini?" tanya Anya sambil memeluk lengan Aiden dengan suara memelas.     

"Hmm … Aku akan memikirkannya," suara Aiden terdengar tenang, namun wajahnya tidak lagi sekeras sebelumnya. Jika Anya memperhatikan baik-baik, seharusnya ia bisa tahu bahwa Aiden sedang menggodanya.     

"Suamiku …" Anya melancarkan jurus pamungkasnya yang terakhir. Ia jarang menyebut Aiden sebagai suaminya, tetapi ia tahu bahwa pria pasti menyukai wanita yang manja dan bergantung padanya.     

Aiden merasa sangat senang mendengar panggilan tersebut. Ia bisa merasakan perlahan-lahan Anya membuka hati untuknya. Pada awalnya, Anya terlihat sangat takut setiap kali bertemu dengannya. Wanita itu tidak sabar untuk melarikan diri darinya. Namun sekarang, Anya bisa bersikap manja dan berusaha untuk membujuknya. Tentu saja Aiden merasa sangat senang!     

Dari kursi pengemudi, Abdi sedikit melirik ke belakang melalui kaca spion tengah. Bibirnya sedikit melengkung membentuk senyuman saat mendengar percakapan dua majikannya. Jarang-jarang ia bisa melihat Aiden bersikap seperti ini.     

Ketika mata Aiden beradu dengan matanya di kaca spion tersebut, Abdi langsung mengalihkan pandangannya, berpura-pura tidak tahu apa yang sedang terjadi.     

"Aku akan memaafkanmu, tetapi ada syaratnya," kata Aiden.     

"Apa syaratnya?" Anya langsung bersemangat ketika mendengar Aiden mau memaafkannya.     

"Saat program magang di kuliahmu berjalan, kamu harus magang di Atmajaya Group," kata Aiden.     

Anya langsung cemberut mendengar syarat tersebut. Ia tidak menyukainya. Ia sudah memilih tempat untuk magang, yaitu Rose Scent. Tempat kerjanya saat ini.     

Ia ingin belajar dari Esther sambil mengembangkan Rose Scent demi menjatuhkan Imel.     

Namun, Aiden malah menyuruhnya untuk belajar di Atmajaya Group. Bukankah itu sama saja dengan membunuh mimpinya?     

"Apakah kamu tidak mau?" tanya Aiden.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.