Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Perasaan yang Baru



Perasaan yang Baru

0"Saingan? Ia tidak pantas disebut sebagai menjadi sainganku. Kamu tanyakan sendiri saja alasannya!" kata Aiden dengan tenang.     

Nico melirik ke arah Raka saat Aiden mengatakan hal itu. Ia melihat wajah Raka menjadi muram dan sedikit memucat. Raka bungkam, mulutnya tertutup rapat. Ia tidak mengatakan apa pun untuk membantahnya dan membela dirinya. Itu artinya, Raka memang tahu apa yang membuatnya tidak bisa menandingi Aiden sehingga ia hanya bisa diam saja.     

Nico merasa sedikit kasihan pada Raka. Pria itu tidak memiliki pilihan lain selain melupakan Anya karena sekarang wanita yang dicintainya telah menjadi istri orang lain. Ia hanya bisa menelan patah hati ini hingga lukanya kembali sembuh suatu hari nanti ...     

"Paman, Raka tidak berniat melakukan apa pun untuk mengganggu hubungan kalian berdua. Ia hanya khawatir terhadap Bibi karena mereka sudah saling mengenal sejak kecil. Aku akan berbicara padanya agar tidak ikut campur dalam kehidupan pernikahan kalian," Nico berusaha untuk menengahi mereka berdua. Ia berusaha untuk menenangkan Pamannya dan juga berusaha untuk melindungi sahabatnya.     

"Katakan padanya, jangan mengganggu kehidupan pernikahan kami lagi," kata Aiden dengan dingin.     

"Iya, Paman. Aku akan menyampaikannya pada Raka. Ngomong-ngomong, bukankah Paman dan Bibi akan pergi kencan? Aku tidak akan mengganggu kalian lagi. Bersenang-senanglah!" Nico ingin segera mengakhiri panggilan itu. Ia benar-benar merasa takut hingga bulu kuduknya berdiri. Jika panggilan itu berlangsung lebih lama, jantungnya tidak akan kuat.     

"Hmm ... Sampaikan juga padanya, Atmajaya Group tidak berniat untuk bekerja sama dengan Keluarga Mahendra. Baik Keluarga Mahendra dan Keluarga Tedjasukmana, aku tidak berniat bekerja sama dengan mereka. Aku hanya ingin membeli perusahaan mereka!" kata Aiden sebelum menutup teleponnya, bahkan sebelum Nico bisa menjawabnya.     

Nico hanya bisa menutup mulutnya kembali karena sambungan telepon dengan Aiden sudah terputus. Ia hanya bisa melirik ke arah sahabatnya yang sedang termenung dengan wajah lesu.     

...     

Sementara itu, di rumah, Aiden dan Anya masih berada di ruang kerja. Aiden sudah kembali duduk di tempat duduknya. Anya memilih untuk duduk di hadapan Aiden dalam diam. Ia tidak berani mengatakan apa pun, takut Aiden merasa marah karena kedatangan mantan kekasihnya ke rumah. Meski itu bukan kesalahannya sekali pun ...     

Anya terkejut saat mendengar kata-kata Aiden saat pria itu menelepon Nico. Aiden ingin membeli perusahaan milik Keluarga Mahendra dan Keluarga Tedjasukmana! Ia menatap Aiden dengan perasaan campur aduk. Apakah Aiden berniat untuk menghancurkan keluarga ayahnya dan keluarga Raka?     

Aiden melihat wanita di hadapannya terlihat gelisah karena mendengar kata-katanya. Setelah ia menutup teleponnya dengan Nico, Aiden segera menjelaskan pada Anya. "Keluarga Tedjasukmana dan Keluarga Mahendra ingin bekerja sama denganku dalam proyek pengembangan kawasan kota baru. Tetapi, aku hanya berniat membeli tanah-tanah yang mereka miliki."     

Aiden hanya berniat membeli properti mereka, bukan untuk menghancurkan perusahaan Keluarga Tedjasukmana dan Keluarga Mahendra. Anya menghela napas lega setelah mendengar penjelasan Aiden.     

"Aku tidak mengerti apa-apa mengenai bisnis, tetapi aku tahu apa pun keputusanmu pasti benar," kata Anya sambil tersenyum ke arah Aiden.     

Alis Aiden terangkat saat mendengar kata-kata Anya. Ia tahu apa yang dilakukan wanita ini. Anya berusaha memujinya agar ia tidak marah karena Raka tiba-tiba datang ke rumah mereka. "Kamu berusaha untuk memujiku agar aku tidak menyalahkanmu dalam masalah ini?" tanya Aiden dengan terus terang.     

Mulut Anya langsung tertutup rapat-rapat, membentuk sebuah garis tipis. Aiden sudah mengetahui rencananya. Ia memang berusaha untuk mendinginkan hati Aiden yang panas, menenangkannya agar ia tidak marah lagi padanya. Tadi siang, ia sudah bersusah payah membujuk Aiden agar tidak marah lagi kepadanya. Ia tidak mau hubungan mereka semakin runyam hanya karena masa lalunya.     

"Aku tidak tahu kalau Raka akan datang ke tempat ini," kata Anya dengan suara pelan. Ia menundukkan kepala, menautkan tangannya dengan murung.     

Ia tidak tahu apa-apa. Ia juga terkejut saat melihat Raka berada di ruang kerja Aiden. Mengapa ia yang harus disalahkan?     

Mata Aiden terlihat melembut saat menatap wanita di hadapannya. Anya terlihat sedih karena disalahkan atas apa yang tidak ia perbuat. "Kalau saja kamu memperjelas dan memutuskan hubungan kalian dengan lebih cepat, pria itu tidak akan terus mengejarmu."     

Meski Aiden tidak merasa marah pada Anya, rasa cemburu tetap ada dalam hatinya. Ia tidak suka melihat pria mana pun mendekati Anya, apalagi Raka yang notabene merupakan mantan kekasihnya. Ia begitu cemburu hingga rasanya tidak ingin menyebutkan nama pria itu secara langsung.     

Anya segera menjelaskan, "Aku sudah berusaha menjelaskannya kepada Raka, tetapi ia yang terus menggangguku. Aku juga berusaha menghindarinya dan tidak bertemu dengannya lagi," kata Anya sambil mengerucutkan bibirnya. Ia tidak berniat terlibat dengan Raka lagi karena sekarang ia sudah menikah dengan Aiden. Tetapi kalau Raka terus mencarinya, apa yang bisa ia lakukan?     

Aiden terlihat lega saat mendengar jawaban Anya. Setidaknya, wanita itu tidak ingin kembali bersama dengan mantan kekasihnya. "Hmm ... Jangan berhubungan lagi dengannya. Kamu akan terluka."     

"Aku tahu. Aku sudah mengenalnya sejak kecil," jawab Anya dengan muram. Namun, sedetik kemudian, ia mengangkat kepalanya dan berjalan menuju sisi Aiden. Ia jongkok di samping kursi kantor Aiden dan memegang lengan pria itu dengan lembut. Matanya terlihat berbinar saat berkata, "Lagipula, aku sudah punya kamu." Senyum merekah di wajah wanita itu, membuatnya tampak sangat menawan.     

Aiden hanya terkekeh, "Kamu hanya bermulut manis agar aku tidak marah." Tetapi memang benar, tindakan Anya itu membuat suasana hati Aiden membaik. Melihat Anya lebih memilih dirinya dibanding Raka dan melihat wanita itu tersenyum padanya, bagaimana mungkin hati Aiden tidak luluh? Aiden memang sangat gampangan, tetapi itu hanya berlaku pada Anya saja!     

Anya tersenyum saat melihat wajah Aiden yang tidak berkerut lagi. Sepertinya, ia sudah mulai berhasil membuat suasana hati pria itu membaik. "Aku berbicara jujur. Suamiku adalah yang terbaik. Tidak ada yang bisa menandinginya!" wajahnya sedikit memerah saat mengatakan hal itu. Sebenarnya, ia merasa malu, apalagi saat memanggil Aiden dengan sebutan suami. Tetapi ia akan melakukan apa pun agar Aiden tidak marah padanya.     

Setelah itu, ia bangkit berdiri dan menggenggam tangan Aiden. "Ayo turun ke bawah. Jangan bekerja terus. Aku akan membuatkan kue dan jus untukmu," katanya sambil sedikit menarik tangan Aiden, mengajaknya untuk keluar dari ruangan ini.     

"Hmm ..." Tangannya menggenggam tangan Anya lebih erat sehingga wanita itu tidak bisa melepaskan genggamannya. Kemudian, ia bangkit berdiri dari kursinya dan keluar dari ruangan itu bersama dengan Anya.     

Dari belakang, ia bisa melihat punggung kecil Anya. Bagaimana bisa wanita yang bertubuh kecil ini memporak-porandakan hatinya. Wanita yang mungil ini membuatnya merasakan berbagai perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.     

Ia merasa sakit hati saat mendengar bahwa Raka adalah mantan kekasih Anya ...     

Ia merasa kesal karena ia bukan orang pertama yang bertemu dengan Anya ...     

Ia merasa cemburu saat mengetahui Raka masih berusaha mencari Anya ...     

Ia merasa gembira saat Anya lebih memilih bersamanya dibandingkan dengan Raka ...     

Semua perasaan itu seolah bercampur aduk di hati Aiden, mengacaukan suasana hatinya. Bagaimana bisa, wanita mungil ini mengombang-ambingkan perasaannya dengan sangat mudah?     

Apakah seperti ini kah cinta yang sebenarnya?     

Mereka berdua turun ke lantai bawah bersama-sama. Aiden duduk di kursi tinggi pada meja bar yang menghadap ke arah dapur, sementara Anya menyiapkan bahan-bahan yang ia butuhkan untuk membuat kue.     

Anya terlihat sangat mahir dalam membuat kue. Ia melakukan segalanya dengan sangat mudah, membuat perasaan cemburu kembali merasuki hati Aiden. Anya sudah terbiasa membuat kue seperti ini. Untuk siapa ia membuatkan kue itu?     

Aiden menatap punggung Anya yang sedang memasak dan bertanya secara tiba-tiba, "Apakah kamu juga pernah membuatkannya untuk Raka?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.