Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Hari Operasi



Hari Operasi

0"Nico, apakah kamu benar-benar tidak tahu apa pun?"     

"Aku hanya bisa menebak-nebak, tetapi aku rasa dugaanku sangat konyol. Mungkin aku terlalu banyak berpikir," Nico berusaha untuk tersenyum, tetapi entah mengapa wajahnya terasa kaku.     

"Apa dugaanmu?" tanya Anya.     

"Bukan apa-apa," Nico menggelengkan kepalanya. "Apa yang Tara katakan pada Bibi?"     

"Tara sebenarnya tidak ingin meninggalkanmu. Tetapi ia lebih mencintai dirinya sendiri dibandingkan mencintai orang lain. Kalau suatu hari nanti kamu bersedia untuk meninggalkan semua status dan nama keluargamu, ia bersedia untuk membiayaimu seumur hidupnya," Anya menyampaikan kata-kata Tara tanpa menambahkan atau menguranginya.     

"Mungkin kamu tidak akan percaya, Bibi. Sebenarnya bukannya aku tidak mau melepaskan segalanya, tetapi kalau aku benar-benar melakukannya, kakekku tidak akan pernah memaafkan Tara dan kakeknya. Aku tidak bisa melakukan itu," Nico tidak menyembunyikan kesedihan di matanya. Kepalanya sedikit tertunduk.     

"Aku tahu. Tanpa adanya kamu di Keluarga Atmajaya, Aiden dan ayahnya tidak akan pernah berbaikan. Aiden dan Ivan juga akan selalu bersitegang. Karena adanya kamu, Keluarga Atmajaya bisa terlihat damai," Anya menatap Nico sambil tersenyum. "Nico, kamu adalah pria yang baik. Tidak heran Tara tidak ingin meninggalkanmu."     

"Kalau saja ayahku masih ada, Paman Ivan dan Paman Aiden tidak akan bertengkar. Semua karena ayahku telah tiada sehingga hubungan mereka berdua menjadi rumit. Aku bertanggung jawab untuk mempertahankan keluarga ini dan aku tidak mau meminta Tara untuk terlibat di dalamnya," Nico menghela napas panjang dan menatap Anya. "Bibi, aku ingin minta tolong padamu."     

"Kalau aku bisa membantu, aku pasti akan melakukannya," Anya berpikir bahwa sebentar lagi ia akan pergi dari Indonesia.     

Mungkin suatu hari nanti ia akan kembali tetapi hubungannya dengan Nico sudah berubah.     

Selama ini, Nico selalu memperlakukannya dengan baik. Dan Anya juga akan berusaha untuk membalas semua kebaikannya.     

"Terima kasih sudah mau mengunjungi Tara dan menanyakan semua ini. Aku tidak akan meminta Tara untuk kembali. Setidaknya, apakah bibi bisa mengajaknya makan malam bersama di rumah pada hari Natal? Aku sudah beberapa hari tidak melihatnya," saat mengatakannya, mata Nico terlihat penuh dengan harapan.     

"Aku akan mencobanya," Anya mengangguk.     

Tidak hanya Nico yang ingin melihat Tara, tetapi ia juga ingin bertemu dengan Aiden. Aiden memberinya waktu hingga akhir tahun dan hari itu sudah semakin dekat.     

Setidaknya, Anya ingin melewati hari Natal yang damai sebelum berpisah dengan Aiden.     

Anya yakin tidak hanya dirinya saja, tetapi Tara pasti juga ingin menghabiskan Natal bersama dengan Nico.     

Sementara itu Aiden, meski ia tidak mau sekali pun, setidaknya ia harus memuaskan keinginannya karena mereka akan berpisah.     

Anya langsung membuka obrolan di grup chatnya.     

Ia mengajak mereka semua untuk berkumpul di hari Natal.     

Nico adalah orang pertama yang setuju dan mengatakan bahwa ia pasti datang.     

Setelah menunggu beberapa saat dan tidak mendapatkan jawaban dari Aiden dan Tara, Anya sengaja berbicara langsung pada Tara.     

Anya : Tara, mungkin ini adalah Hari Natal terakhir yang bisa kita rayakan bersama. Bu Hana akan memasakkan makanan yang enak untukmu. Apakah kamu yakin tidak mau datang?"     

Tara : Aku akan datang. Kalau kamu sudah tidak berada di rumah itu lagi, aku tidak punya kesempatan untuk makan masakan Bu Hana. Aku baru saja selesai praktek sehingga tidak sempat membalas chat-mu.     

Nico : Beritahu aku apa yang ingin kamu makan, aku pasti akan mendapatkannya. Tidak ada makanan yang tidak bisa aku dapatkan.     

Setelah beberapa saat, Aiden akhirnya membalas.     

Aiden : Nico, kamu ingin datang dan menumpang makan di rumahku?     

Nico : Bibi yang mengajakku. Aku tidak butuh ijin dari paman.     

Nico mengatakannya sambil mengirimkan stiker angkuh.     

Anya : Datang saja. Sementara ini aku masih menjadi pemilik rumah juga. Mungkin ke depannya aku tidak bisa mengajak kalian makan lagi     

Anya mengirimkan kalimat itu sambil tersenyum pahit dalam hati.     

Nico : Paman, jangan lembur di hari Natal. Ayo kita makan bersama!     

Aiden : Ya.     

Melihat jawaban Aiden, Nico langsung menghela napas lega secara bersamaan. Mungkin, ini adalah natal pertama dan terakhir bagi mereka.     

Tara mengirimkan pesan pribadi pada Anya.     

Tara : Di hari Natal, setelah makan malam, aku akan pergi bersama dengan Nico agar kamu bisa berbicara dengan Aiden mengenai masalah kalian.     

Anya : Terima kasih!     

Melihat pesan dari Tara, Anya tersenyum pasrah dan meletakkan ponselnya.     

Setidaknya, Aiden sudah setuju untuk pulang di hari natal. Itu saja sudah cukup baik.     

Begitu mengetahui bahwa akan ada pesta Natal di rumah, Hana langsung menyuruh beberapa pelayan untuk mendekor rumah.     

Tanggal 24 Desember, satu hari sebelum Natal, adalah hari operasi Deny.     

Anya pergi ke rumah sakit lebih awal. Begitu tiba, seorang dokter mengatakan bahwa Natali ingin bertemu dengannya terlebih dahulu sebelum memasuki ruang operasi.     

"Anya, tidak usah temui dia," Raka berusaha untuk mencegahnya. Ia takut Natali akan mencelakai Anya.     

"Tidak apa-apa. Natali sudah bersedia untuk menyelamatkan ayah. Setidaknya aku harus menemuinya," Anya mengikuti dokter tersebut ke kamar tempat Natali beristirahat.     

Natali melihat Anya memasuki ruangan itu sendirian. Ia langsung mencibir, "Apakah kamu tidak takut aku akan mencelakaimu?"     

"Raka ada di depan pintu," kata Anya dengan tenang.     

"Kamu …" Begitu mengetahui bahwa Raka ada di depan pintu, Natali langsung menahan emosinya.     

"Raka adalah pria yang baik dan bertanggung jawab. Ibunya sudah memintanya agar mengakhiri pertunangannya denganmu. Ayah juga sudah setuju, tetapi Raka yang menolak. Apakah kamu puas?" Anya duduk di kursi dekat pintu.     

Ia memilih untuk duduk di dekat pintu karena kalau Natali tiba-tiba saja menggila, ia masih punya waktu untuk membuka pintu dan langsung melarikan diri.     

"Semua ini salahmu. Mengapa kamu harus berhubungan lagi dengan Raka? Raka adalah mantan kekasihmu. Kamu tahu sendiri ia masih mencintaimu dan tidak bisa melepaskanmu. Kamu sudah memiliki Aiden tetapi kamu masih dekat-dekat dengan Raka. Apakah kamu menginginkan keduanya?" Natali menggertakkan giginya.     

Anya menatap lurus ke arah Natali dan tersenyum sinis. "Jadi, kamu menyuruh seseorang untuk memperkosaku agar Aiden membuangku dan Raka membenciku? Natali, kita adalah saudara. Apakah kamu perlu bertindak sekejam ini?"     

"Apakah aku sekejam kamu? Apakah kamu pikir meninggalkan aku di parkiran bawah tanah dengan pria-pria menjijikkan itu bukan tindakan yang kejam?" Natali masih tidak bisa melupakan pengalaman buruk yang terjadi padanya. Setiap kali ia memikirkannya, kebenciannya pada Anya akan semakin meningkat.     

"Apakah maksudmu merencanakan kejahatan itu bukan tindakan kejam? Sementara itu, kamu menganggap aku kejam kalau aku membalasmu dengan perbuatan yang sama? Kamu egois dan hanya memikirkan dirimu sendiri. Tidak ada gunanya membahas semua ini lebih lanjut. Katakan saja apa yang kamu inginkan dariku?" tanya Anya.     

"Apakah kamu tidak ingin tahu siapa yang memberitahuku mengenai jadwal pemeriksaanmu dan siapa yang memberiku informasi mengenai suster yang bisa membantuku membunuh anak di dalam kandunganmu?" begitu topik pembicaraannya berubah, senyum sinis langsung terlihat di wajah Natali.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.