Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Peran Seorang Sahabat



Peran Seorang Sahabat

0"Apakah aku harus menunggu mereka mengusirku? Aku merasa giliranku akan tiba setelah kamu. Aku tidak bisa tinggal di sana lebih lama lagi," kata Tara.     

Ketika mendengar hal ini, hati Anya terasa pahit.     

Ternyata Tara berpikir seperti itu.     

Anya tahu bahwa Tara bukan wanita percaya diri seperti penampilannya. Ia hanya bisa menyelesaikan masalah dengan cara yang paling sederhana.     

Memang benar ia mencintai Nico dan hanya Nico satu-satunya pria yang bisa menembus pertahanan hatinya. Tetapi melihat pengalaman Anya, Tara langsung kabur.     

"Kapan kamu pergi dari rumah?" tanya Anya dengan suara pelan.     

"Di hari Keluarga Atmajaya ingin menggugurkan kandunganmu. Hari itu, Aiden menyuruhku untuk memeriksamu. Setelah pulang dari rumahmu, aku langsung membereskan semua barangmu dan pulang," kata Tara.     

"Apakah kakekmu tahu?" tanya Anya lagi.     

"Ya. Kakekku menasihatiku. Kalau Keluarga Atmajaya mempermasalahkan hal ini, ia akan membantuku untuk menjelaskannya agar Keluarga Atmajaya tidak terus mengejarku," kata Tara dengan tersenyum.     

Anya merasa sangat iri dengan Tara. Ia bisa melakukan apa pun yang ia inginkan tanpa memikirkan mengenai konsekuensinya. Itu karena ia masih memiliki kakeknya. Meski keluarga Tara tidak seperti Keluarga Atmajaya yang luar biasa, tetap saja Tirta Dartha bukanlah seseorang yang bisa dianggap remeh.     

Walaupun kakeknya menasihati dan menegurnya dengan keras, ia masih menghormati keputusan Tara dan mau membelanya di hadapan Keluarga Atmajaya.     

"Apakah kamu memberitahu Nico alasan kamu pergi?" tanya Anya.     

"Tidak. Aku langsung pergi begitu saja. Nico cukup pintar untuk tahu apa alasanku pergi," Tara tersenyum tipis. "Bisakah kamu berhenti mengintrogasiku dan membiarkan aku menikmati makanan yang enak ini?"     

"Melihatmu makan, nafsu makanku juga meningkat," kata Anya sambil tersenyum.     

"Kakekku juga mengatakan hal yang sama. Kalau aku tidak sibuk, aku akan selalu menemani kakekku makan malam dan membuatnya senang," Tara menyendokkan nasi goreng ke dalam mulutnya. "Masakan Bu Hana memang enak."     

"Tara, apakah kakekmu memberitahumu sesuatu mengenai Keluarga Atmajaya?" tanya Anya.     

Tara hanya mengedikkan bahunya dengan tidak berdaya. "Aku juga sudah bertanya, tetapi kakekku tidak mau memberitahu. Ia juga memintaku untuk tidak terlibat dengan Keluarga Atmajaya."     

"Apakah kamu tidak ingin bersama dengan Nico?" Anya mengambil sendoknya dan memain-mainkan makanan di piringnya.     

Begitu mendengar pertanyaan Anya, Tara langsung berhenti mengunyah. Setelah itu, ia mengunyah makanannya lebih pelan dari sebelumnya seolah sedang memikirkan sesuatu.     

Setelah menelan makanan di mulutnya, ia tersenyum kembali. "Tentu saja aku ingin bersamanya. Kalau bisa menculiknya, mungkin aku sudah melakukannya. Tetapi Nico bukan milikku saja. Ia punya keluarganya. Apa yang bisa aku lakukan?"     

"Belum tentu apa yang terjadi padaku akan terjadi padamu. Nico sangat tulus padamu. ibu dan kakeknya juga menyukaimu. Hubungan kakekmu dan Keluarga Atmajaya juga sangat baik sehingga mereka tidak akan pernah memperlakukanmu dengan buruk," Anya tidak bisa menahan diri untuk membujuk Tara.     

"Apakah Aiden akan memperlakukanmu dengan buruk? Ia memberikan kompensasi yang besar saat ingin menceraikanmu. Tetapi tidak ada satu orang pun di Keluarga Atmajaya yang peduli dengan apa yang kamu inginkan dan apa yang kamu butuhkan. Mereka hanya bisa memberikanmu apa yang mereka mau," kata Tara.     

"Ternyata kamu yang paling cerdas. Kamu bisa melihat semuanya," kata Anya dengan senyum pahit. "Aku yang paling bodoh."     

Tara memandang ke arah sahabatnya, berpikir sejenak dan kemudian berkata, "Kamu tidak bodoh. ketika kamu lebih mementingkan perasaanmu dibandingkan dirimu sendiri, kamu akan kehilangan arah."     

Setelah itu, Tara melanjutkan. "Tidak perlu repot-repot membujukku. Aku tidak akan kembali. Bersama Nico, mungkin aku bisa hidup berkecukupan dan bahagia. Tapi bukan berarti aku harus hidup dengannya. Aku bisa hidup sendiri, tanpa pria mana pun. Anya, kamu harus belajar untuk mencintai dirimu sendiri sebelum mencintai orang lain. Tidak peduli dalam hal apa pun, kamu harus mementingkan dirimu sendiri. Jangan mau diperlakukan dengan tidak adil."     

"Apakah kamu pikir aku menyedihkan?" tanya Anya sambil tersenyum tipis.     

"Apakah kamu tidak merasa seperti itu? Apakah kamu pernah mengira bahwa kamu akan hamil dan punya anak sebelum kamu lulus? Kamu bahkan telah mendapatkan tawaran ke akademi terbaik di Perancis sesuai dengan impianmu, tetapi kamu harus menyerah karena keadaanmu. Kamu bahkan menyembunyikannya dari semua orang. Kalau Aiden tidak mau menceraikanmu, apakah kamu akan memberitahu mengenai akademi itu? Apakah kamu bodoh?" Tara merasa kesal dan memasukkan ayam goreng ke dalam mulutnya.     

Mendengar kekesalan Tara, Anya tertawa kecil tetapi tidak mengatakan apa pun.     

Memang benar ia bodoh. Ia mengesampingkan mimpinya karena ia mencintai seorang pria.     

Ia bersedia mengandung anaknya dan melahirkan demi bersama dengan pria itu, tetapi pria tersebut malah ingin menceraikannya dan memaksanya untuk menggugurkan kandungannya.     

"Mengapa kamu malah tertawa? Apakah kata-kataku salah?" tanya Tara. Ia meletakkan sendoknya dan menatap Anya lekat-lekat. "Aku keluar dari rumah Nico dan ingin membatalkan pertunanganku. Sepertinya aku sudah menyinggung perasaan Keluarga Atmajaya. Aku tidak keberatan menyinggung mereka lagi."     

"Hmm … Katakan saja apa yang mau kamu katakan. Jangan menahan diri," kata Anya sambil memandang Tara dengan serius.     

"Jangan melihatku seserius itu. Aku jadi malu," Tara tertawa dan bertanya. "Anya, apakah kamu tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memiliki anak?"     

"Sembilan bulan," jawab Anya.     

"Tidak. Kamu membutuhkan waktu seumur hidup," jawab Tara. "Kamu butuh sembilan bulan hanya untuk melahirkannya. Setelah itu, kamu membutuhkan waktu seumur hidupmu untuk merawat anak itu. Hingga kamu menutup matamu, setiap hari kamu harus menjalankan tanggung jawabmu sebagai orang tua."     

Anya mengangguk. Ia tidak menentang kata-kata Tara. Sampai saat ini, ibunya juga masih mengkhawatirkan dan mengurusnya.     

"Aku tahu kamu berniat melahirkan anak ini. Kalau kamu bisa membawa anak ini bersamamu, tidak akan ada masalah. Tetapi kalau kamu tidak bisa membawanya pergi dari Keluarga Atmajaya, anakmu harus tinggal bersama dengan ibu tirinya." Tara melanjutkan dengan ekspresi serius.     

"Lalu, apa lagi?" Anya tersenyum.     

"Kamu tidak bisa melakukan apa pun selama kehamilanmu. Setelah anak itu lahir, kamu harus belajar sekaligus merawat anak itu. Apakah kamu sanggup? Merawat anak bukan hanya memberinya makan dan minum saja. Kamu juga harus mendidik dan menjaganya baik-baik. Meski kamu pergi bersama dengan ibumu sekali pun, apakah kalian sanggup memberi makan untuk tiga mulut? Kalau kamu bersedia bercerai dari Aiden, aku menyarankan kamu tidak melahirkan anak ini," kata Tara.     

"Ini pertama kalinya kamu menyarankan hal itu kepadaku," gumam Anya.     

"Aku adalah tunangan Nico. Tentu saja aku juga berharap hubunganmu dengan Aiden baik-baik saja. Tetapi sekarang, aku berperan sebagai sahabatmu. Aku memikirkan semuanya dari sudut pandangmu. Kalau Aiden bersikeras ingin bercerai, mengapa kamu harus mengorbankan dirimu untuk melahirkan anaknya?".     

"Aku tidak melahirkan anak ini untuk Aiden. Ini adalah anakku. Perceraian ini tidak ada hubungannya dengan anak di dalam kandunganku. Ia tidak bersalah," kata Anya dengan tegas.     

"Anya, kalau kamu menginginkan anak ini, kamu harus bekerja dua kali lebih keras dari sebelumnya. Tidak … Mungkin berpuluh-puluh kali lipat lebih dari sebelumnya. Apakah kamu sanggup?" tanya Tara sambil memelototi Anya.     

"Aku sudah memikirkan semuanya. Selama Keluarga Atmajaya setuju aku melahirkan anak ini, aku akan mengundur studiku. Aku akan melahirkan anak ini dan merawatnya, setelah itu aku baru akan kembali mengejar karirku," kata Anya dengan tenang.     

"Bagaimana dengan anakmu? Kamu tidak akan bisa membawanya saat belajar," tanya Tara.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.