Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Kehangatan Seorang Ayah



Kehangatan Seorang Ayah

0Aiden ingin membunuh anak mereka. Dan ia mengatakannya dengan begitu tegas, tanpa keraguan sedikit pun. Anya bisa merasa hatinya terus menerus remuk, tenggelam dalam lubang yang tidak berujung.     

"Aku tidak menginginkan apa pun selain anak ini. Meski kamu tidak menginginkannya, kamu bisa membiarkan anak ini ikut denganku. Bagaimana kamu bisa menuntut agar aku menggugurkannya?" teriak Anya.     

Aiden terus mengusap wajah Anya dengan handuk hangat, tetapi handuk itu tidak cukup untuk menghangatkan hati Anya.     

Semakin ia melakukannya, air mata yang mengalir akan semakin deras.     

"Anya, menurutlah padaku," kata Aiden. "Kalau kamu ingin memiliki anak, kamu bisa memiliki anak lagi lain kali. Temukan pria yang kamu cintai dan benar-benar mencintaimu. Kamu bisa memiliki anak dengannya dan hidup bahagia seperti yang kamu inginkan. Maafkan aku, aku tidak bisa memberimu kebahagiaan. Tetapi jangan menyerah untuk mendapatkan kebahagiaanmu."     

"Aku tidak akan pernah bisa bahagia tanpamu," Anya mengulurkan tangannya dan menyandarkan kepalanya di tubuh Aiden     

Ia sudah lelah. Ia benar-benar lelah …     

Tubuh Aiden menjadi kaku. Ia ingin mengulurkan tangannya untuk mengelus kepala Anya, tetapi ia takut akan kehilangan kendalinya.     

Anya tidak ingin bercerai. Ia hanya setuju karena ingin bertemu dengan Aiden secara langsung dan memberitahu apa yang dipikirkannya.     

Ia tahu betul bahwa semua yang ia lakukan akan meluluhkan hati Aiden.     

Tetapi kali ini, Aiden tidak bisa memberikan apa yang Anya inginkan.     

Aiden mendorong tubuh Anya darinya. "Kalau kamu kira berpura-pura lemah seperti ini akan mengubah keputusanku, kamu hanya bermimpi. Aku sudah menandatangani surat cerainya. Kalau ada hal lain yang kamu inginkan, katakan saja. Aku akan memberikannya kepadamu."     

Ketika ia membuka pintu kamar mandi dan ingin keluar, Anya tiba-tiba berkata, "Aku ingin kamu menemaniku satu malam."     

Aiden mencibir mendengarnya. "Bukankah itu konyol. Kamu ingin aku menemanimu?"     

"Apakah kamu berani melakukannya?" tanya Anya.     

"Aku sudah lelah denganmu. Aku tidak tertarik," Aiden membanting pintu kamar mandi itu dan pergi.     

Ia tidak berani. Ia tidak berani mengabulkan permintaan Anya.     

Ia takut kehilangan kendali atas dirinya, atas perasaannya.     

Anya hanya bisa duduk terdiam di dalam kamar mandi cukup lama. Ketika keluar dari kamar mandi, Aiden sudah pergi. Ia meninggalkan surat cerainya di atas nakas.     

Hana ingin menyajikan makanan yang lezat dan berharap mereka bisa berbaikan saat makan malam. Tetapi Anya bahkan tidak mau turun dan Aiden pergi dari rumah dengan wajah yang muram.     

…     

Sekitar pukul delapan malam, mobil Deny berhenti di depan rumah Anya.     

Ketika melihat berita di internet, Deny merasa khawatir terhadap kondisi Anya. Ia tidak bisa mengunjungi rumah Anya di siang hari karena takut ada wartawan yang mengikutinya sehingga ia memutuskan untuk datang di malam hari.     

Melihat Deny datang, Hana langsung menyambutnya. "Tuan Deny, silahkan duduk. Saya akan memanggilkan Anya. Ia belum makan malam."     

Deny hanya mengangguk.     

Ketika Deny masih sehat, ia tidak pernah menghargai keberadaan Anya. Ia tidak pernah menyadari betapa putrinya itu mencintainya.     

Sekarang, Mona sudah menunjukkan wajah aslinya. Natali berada di rumah sakit jiwa. Sementara itu, kesehatan Deny semakin memburuk.     

Semua kejadian ini membuka mata Deny dan membuatnya sadar betapa pentingnya sebuah keluarga.     

Ketika mendengar mengenai kedatangan ayahnya, Anya terpaksa turun untuk menemuinya.     

Deny bisa melihat mata putrinya merdah dan bengkak. Ia tahu pasti Anya telah menangis seharian, tetapi ia tidak menanyakannya.     

"Ayah kabur dari rumah sakit dan belum makan malam. Apakah kamu mau menemani ayah makan?" tanya Deny dengan sengaja begitu tahu bahwa Anya belum makan malam.     

"Kesehatan ayah masih belum baik. Mengapa ayah kabur dari rumah sakit?" Anya melangkah maju dan merapikan syal berwarna merah di leher Deny. "Apakah di luar dingin?"     

"Tidak seberapa dingin. Tadi hanya hujan rintik-rintik, tidak seberapa deras. Ayah bosan. Tidak banyak yang bisa dilakukan di rumah sakit. Saat aku duduk di pinggir jendela dan melihat hujan, aku ingat saat kamu masih kecil. Kamu begitu menyukai hujan dan sering hujan-hujanan. Ibumu membuatkan syal berwarna merah untukmu agar kamu tidak kedinginan," Deny mengingat kembali masa kecil Anya sambil tersenyum.     

"Hmm …" akhirnya Anya menunjukkan senyum tipis di wajahnya. "Terima kasih sudah mengunjungiku, Ayah."     

"Selama 20 tahun, aku tidak bisa menjadi ayah yang baik untukmu. Mona memanjakan Natali dan mengabaikanmu. Aku ingin menggunakan sisa hidupku untuk menebus semuanya. Hari ini, aku mengunjungimu dan besok aku akan mengunjungi Natali," kata Deny.     

Hana langsung membawakan sup hangat dan bubur ke meja makan, serta menyediakan beberapa masakan yang tidak terlalu berat.     

"Anya, Tuan Deny belum makan. Makanlah bersama dengannya," kata Hana.     

"Ayah masih belum sehat betul. Makanlah, aku akan menemanimu," Anya memegang lengan Deny dan membantunya bangkit berdiri dari sofa.     

Deny bukanlah ayah kandungnya, tetapi Anya memutuskan untuk melupakan semua kebenciannya dan menerima ketulusan Deny untuk memperbaiki semua kesalahannya.     

Mereka berdua duduk di meja makan, makan dengan tenang dan tidak terlalu banyak berbicara.     

Sesekali, mereka hanya akan membicarakan mengenai cuaca, mengenai hal-hal remeh yang terjadi setiap hari.     

Setelah makan malam, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. "Ayah harus kembali ke rumah sakit. Jaga dirimu baik-baik."     

"Ayah, apa yang bisa aku bantu? Mengapa ayah datang hari ini?" tanya Anya.     

"Anya, ayah minta maaf padamu. Ayah benar-benar tidak berguna, membuat kamu diperlakukan dengan tidak adil seperti ini," kata Deny dengan penuh penyesalan. "Aku sudah melihat berita di internet. Aiden dan Keara kembali bersama."     

"Jangan berpikir seperti itu. Ini bukan salah ayah," Anya tersenyum tipis, tetapi Deny bisa melihat bahwa putrinya itu sudah kehilangan sinarnya.     

Anya yang di hadapannya ini bukan putrinya yang ceria seperti dulu.     

Apakah sudah terlambat untuk menyelamatkannya?     

"Kalau perusahaanku tidak bangkrut, kamu dan Aiden tidak akan seperti ini. Aiden tidak akan berani merendahkanmu seperti ini. Jangan menyiksa dirimu lagi. Kalau Aiden ingin berpisah darimu, kamu bisa kembali pada ayah. Ayah akan merawatmu seumur hidup," sekarang, perusahaan Deny telah bangkrut dan Keluarga Tedjasukmana sudah tidak memiliki apa-apa.     

Mona tidak ingin menanggung beban dan hutang sehingga ia langsung menceraikan Deny. Ia tidak tahu bahwa sebenarnya Deny memiliki tabungan rahasia.     

Ketika mendengar kata-kata ayahnya, air mata bahagia mengalir di wajah Anya dan senyum sedikit merekah di bibirnya. "Aku sudah dewasa dan aku bisa berjuang sendiri. Aku tidak akan membiarkan diriku direndahkan seperti ini. Simpanlah uang ayah dan gunakan untuk diri ayah sendiri. Tidak perlu mengkhawatirkan aku."     

Deny hanya bisa mengangguk dengan pasrah. "Ayah akan pulang. Jaga dirimu baik-baik. Jangan takut apa pun. Kamu masih punya ayah," Deny mengelus kepala Anya dengan lembut.     

Anya merasa matanya panas. Baru kali ini ia merasakan kehangatan seorang ayah. Ironisnya, ia merasakannya setelah tahu bahwa pria di hadapannya ini bukanlah ayah kandungnya …     

"Ayah …"     

"Ayah akan selalu ada untuk kamu," mata Deny juga berkaca-kaca.     

Deny hanya memiliki dua orang anak dan Natali sudah benar-benar hancur. Ia tidak menyangka, Anya yang awalnya hidup dengan bahagia tiba-tiba saja menderita seperti ini. Ia benar-benar tertekan dan menyalahkan dirinya sendiri.     

Semua ini adalah hukuman dari Tuhan atas semua perbuatannya.     

"Aku akan mengantarmu ke mobil," Anya membantu Deny untuk berjalan menuju pintu. Ia menemani Deny hingga ke mobil dan menunggu mobil ayahnya menghilang dari pandangan, tetap berdiri di tempat yang sama.     

…     

Keesokan paginya, Raka menelepon Anya, mengatakan bahwa Natali setuju untuk mendonorkan ginjalnya. Namun, malah Mona yang menentangnya.     

Natali masuk ke rumah sakit jiwa dan dinyatakan sebagai pasien gangguan jiwa sehingga ia bisa terbebas dari hukuman penjara.     

Karena kondisi mentalnya, ia membutuhkan persetujuan dari wali untuk mendonorkan ginjalnya dan Mona tidak setuju.     

"Apa yang Bu Mona inginkan?" Anya tidak ingin mengurus masalah Keluarga Tedjasukmana. Tetapi kedatangan Deny kemarin benar-benar telah menyentuh hatinya.     

Deny telah menyesali semua perbuatannya dan ingin menebus kesalahannya.     

Ia tidak keberatan untuk membujuk Mona demi ayahnya.     

"Bibi Mona ingin bertemu denganmu langsung," kata Raka dari telepon. "Anya, tidak perlu menemui wanita itu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.