Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Pergi Bersamaku



Pergi Bersamaku

0"Sebelum masalah ini terjadi, aku selalu percaya bahwa Aiden benar-benar mencintaiku. Itu karena Aiden sangat memahamiku dan membiarkan aku untuk menjadi diriku sendiri," kata Anya. "Tetapi sekarang, ia hanya bisa melihat masalah ini dari sudut pandangnya. Ia pikir setelah bercerai, tanpa adanya anak yang menghalangi kehidupanku, aku akan hidup jauh lebih baik sehingga ia memaksaku untuk menggugurkan kandungan ini. Ia memikirkan apa yang terbaik untukku, tetapi sebenarnya, itu hanyalah kehendaknya yang ia paksakan padaku. Aiden sama sekali tidak peduli terhadap apa yang aku inginkan."     

Tara memeluk Anya dengan erat dan menepuk punggungnya. Awalnya, ia ingin menghibur Anya agar sahabatnya itu tidak sedih lagi, tetapi entah mengapa kali ini malah ia sendiri yang ikut menangis.     

Mereka berdua menangis sambil berpelukan. Tara berharap beban di hati Anya bisa sedikit berkurang.     

Melihat kejadian ini, Hana ikut menitikkan air matanya dari jauh. Sama seperti Tara, ia juga bisa merasakan kesedihan di hati Anya. Itu karena Tara dan Hana sama-sama mencintai Anya …     

Setelah menangis cukup lama, mereka berdua memutuskan untuk makan. Anya sedang tidak nafsu makan sehingga ia hanya menemani Tara.     

"Tara, meskipun aku berpisah dengan Aiden, aku akan selalu mengingatmu. Aku akan selalu ingat bahwa kamu adalah sahabat yang ikut menangis bersamaku di saat aku sedang sedih," kali ini, senyum di wajah Anya tidak terlihat kosong.     

Ia benar-benar tulus mencintai Tara, satu-satunya sahabat yang ia miliki.     

"Kalau nanti kamu menjadi seorang parfumeur terkenal, jangan sampai kamu berpura-pura tidak mengenalku. Kalau kamu mengeluarkan parfum edisi terbatas, kamu harus menyisakan satu untukku!" jawab Tara.     

Anya tertawa kecil mendengarnya.     

Tara tidak menanyakan mengenai masalah perceraian lagi pada Anya. Karena Anya sudah setuju untuk bercerai, Aiden akan pulang hari ini dan membahas mengenai prosedur yang harus mereka lalui.     

Ia tidak tahu apakah ia masih punya kesempatan untuk makan siang bersama dengan Anya lagi lain kali.     

Setelah makan malam, Tara kembali ke rumah Nico untuk membereskan semua barangnya.     

Saat ia pindah ke rumah Nico, ia hanya membawa sebuah tas kecil, beberapa baju dan barang-barang keperluan sehari-hari.     

Ada beberapa gaun mahal di lemari, beberapa perhiasan yang berharga di meja rias dan beberapa make-up dengan brand mahal yang masih belum tersentuh sama sekali. Semua itu adalah pemberian Nico dan juga pemberian Keluarga Atmajaya.     

Tara bahkan tidak meliriknya sama sekali. Ia hanya mengambil barang-barang yang ia miliki, barang-barang miliknya sendiri.     

Ia tidak mengatakan kepada Anya mengapa ia ikut menangis dengan sedih di pelukan Anya.     

Pengalaman Anya ini juga membuat ia tersadar.     

Meski Aiden dan Anya saling mencintai satu sama lain, pada akhirnya mereka terpaksa bercerai. Ditambah lagi, Anya dipaksa untuk menggugurkan kandungannya karena sebuah alasan yang tidak diketahui.     

Tara adalah seorang wanita yang tidak memiliki rasa aman dalam kehidupannya. Orang tuanya meninggal muda dan ia hanya memiliki kakeknya.     

Firasatnya mengatakan bahwa ia akan menjadi 'Anya' yang selanjutnya kalau ia tidak meninggalkan rumah Keluarga Atmajaya.     

…     

Di malam hari, Aiden pulang ke rumahnya.     

Aiden baru tahu mengenai pendaftaran Anya ke Akademi Parfum Perancis karena foto yang dikirimkan oleh Anya.     

Sejak kecil, impian Anya adalah menjadi seorang parfumeur yang handal. Tidak hanya impiannya saja, tetapi juga impian ibunya.     

Tetapi Anya menyembunyikan hal sepenting ini dari Aiden dan tidak memberitahunya karena rasa cintanya yang begitu besar.     

Aiden tidak pernah meragukan cinta Anya padanya.     

Anya adalah wanita yang polos dan naif. Sejak kecil, ia tidak mendapatkan cinta yang seharusnya ia miliki. Hanya dengan sedikit kehangatan saja, ia bisa memberikan semuanya untuk orang tersebut.     

Ia mencintai seseorang dengan sangat tulus dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak menyakitinya.     

Namun, Aiden malah memperlakukannya dengan kejam dan membiarkan Anya menghadapi badai besar ini sendirian.     

"Tuan, Anda sudah kembali," melihat Aiden pulang, Hana merasa sangat senang. "Apakah Anda mau makan malam? Saya akan panggilkan istri Anda."     

"Biar aku saja yang memanggilnya," Aiden langsung naik ke lantai atas.     

Ketika Harris masuk ke dalam rumah, ia melihat sosok Aiden menghilang di ujung tangga.     

"Kemarilah!" melihat Harris, Hana langsung memanggil putranya.     

Mereka berdua pergi ke dapur. Tetapi sebelum Hana bisa bertanya, Harris langsung menyelanya dan menjelaskannya terlebih dahulu. "Nyonya sudah setuju untuk bercerai dan mereka akan menandatangani surat cerainya hari ini."     

"Apa?" Hana hampir saja terjungkal ke belakang karena terkejut.     

"Mereka sudah berbicara baik-baik. Ibu tidak perlu khawatir. biarkan mereka makan malam dengan tenang," kata Harris.     

"Bercerai? Mengapa mereka harus bercerai?" Hana merasa tidak terima.     

Setelah setengah tahu bersama-sama, semua orang di rumah ini sangat mencintai Anya. Aiden juga menjadi lebih 'manusia'.     

Tetapi mereka akan bercerai sekarang …     

"Tuan juga memiliki keputusannya sendiri, tetapi ia tidak akan memperlakukan Nyonya dengan buruk," Entah Harris berusaha menghibur ibunya, atau menghibur dirinya sendiri.     

Di lantai dua, Aiden mengetuk pintu kamarnya sebelum masuk. Anya sedang duduk di sofa dekat jendela, sama sekali tidak bergerak. Air mata tanpa sadar mengalir saat ia mendengar langkah kaki yang akrab di telinganya, langkah kaki yang ia rindukan.     

Langkah kaki itu semakin mendekat dan mendekat …     

Ia menundukkan kepalanya dan memeluk lututnya. Bahunya sedikit gemetaran.     

Sebelumnya, ia sudah bertekad untuk tidak menangis lagi. Ia bertekad untuk tetap tegar dan tenang di hadapan Aiden. Tetapi saat merasakan suaminya ada di dekatnya, ia tidak bisa menahan kesedihan di hatinya.     

Aiden tidak mengatakan apa pun. Ia hanya memeluk Anya dengan erat dari belakang.     

Pelukan itu membuat tangis Anya semakin kencang. Ia melepaskan pelukan Aiden dan berdiri di atas sofa.     

Saat berdiri di atas sofa, Anya setengah kepala lebih tinggi dibandingkan Aiden. Ia menatap Aiden dengan mata yang memelas dan air mata tidak bisa berhenti mengalir dari sana.     

"Anya, jangan seperti ini," suara Aiden terdengar sangat lelah.     

"Mengapa kamu begitu kejam padaku?" Anya mengayunkan kepalan tangannya dan memukul dada Aiden berulang kali. "Apakah kamu sudah tidak menginginkan aku lagi? Apakah kamu ingin meninggalkan aku?"     

"Iya," Aiden bisa merasakan hatinya remuk saat kata itu terucap dari mulutnya.     

Setelah lelah memukul, Anya mengulurkan tangannya dan memeluk leher Aiden erat-erat. "Tetapi aku tidak bisa berpisah darimu. Aku tidak ingin bercerai. Aku tidak ingin menjadi parfumeur. Selama ada kamu dan anak kita, aku sudah bahagia."     

"Aku tidak mau kamu terjebak bersama denganku. Kamu memiliki masa depan yang lebih baik. Anya, pikirkan baik-baik. Aku juga mendukungmu untuk belajar di luar negeri. Harris sudah membantu untuk membuatkan paspormu," kata Aiden.     

"Aiden, apakah kamu mau ikut denganku? Aku, kamu dan anak kita bisa tinggal bersama di luar negeri. Mungkin hidup kita tidak bisa semewah di sini. Apakah kamu bersedia meninggalkan semuanya dan pergi bersama denganku?" tanya Anya dengan mata memerah.     

Aiden mengalihkan pandangannya, tidak berani menatap mata Anya. Ia tidak berani melihat harapan di mata itu.     

"Aku tidak memintamu untuk memahamiku. Aku hanya berharap kamu membuat keputusan yang tepat. Aku hanya seseorang yang datang dan pergi dalam kehidupanmu yang masih sangat panjang. Aku yakin hidupmu akan jauh lebih baik tanpaku," Aiden menggendong Anya dari atas sofa dengan lembut dan membawanya ke kamar mandi.     

Ia mendudukkan Anya di sebuah kursi, mengambil handuk hangat dan mengusap wajah serta tangan Anya.     

"Apakah kita harus bercerai?" tanya Anya dengan enggan.     

"Hmm …"     

"Kalau begitu, aku tidak menginginkan apa pun darimu. Bisakah kamu melepaskanku tanpa membunuh anak ini?" kata Anya.     

Anya tahu Aiden selalu memanjakannya. Sejauh ini, ia tidak pernah meminta apa pun dari perceraian mereka. Ia hanya menginginkan anaknya.     

Hanya ini permintaan Anya. Apakah Aiden akan menyetujuinya?     

"Mengapa kamu ingin melahirkan anak ini? Usiamu masih 21 tahun. Hidupmu akan jauh lebih baik tanpa anak ini. Aku berjanji akan menerima semua permintaanmu, tetapi anak ini tidak boleh lahir," Aiden mengatakannya dengan sangat tegas dan tidak terbantahkan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.