Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Langkahi Mayatku



Langkahi Mayatku

0"Saya benar-benar tidak bisa melakukannya. Saya akan berpura-pura tidak mengetahui rencana Anda dan tidak mau terlibat sama sekali," Mila ingin melindungi dirinya sendiri dan tidak mau menerima uang pemberian keara.     

"Kamu sudah tahu. Mana bisa kamu tidak terlibat sekarang?" Keara yang sebelumnya terlihat santai dan penuh senyum. Tetapi sekarang, begitu Mila menolak, ia langsung dingin.     

"Tuan Aiden benar-benar peduli pada Anya. kalau ia sampai keguguran, semua orang di Iris akan terlibat," kata Mila.     

"Aku tidak akan melewatkan kesempatan semacam ini," Keara sama sekali tidak peduli dengan nasib orang lain, apalagi para karyawan di Iris. "Kalau kamu dipecat, kamu bisa bekerja di tokoku.     

"Nona …"     

"Aku sudah memutuskan. Kalau kamu menolak, kamu tidak akan bisa bertahan di Iris dan aku juga akan memastikan kamu tidak akan bisa mencari nafkah di tempat lain," Keara menyalakan mobilnya. "Aku mau pulang, keluarlah."     

Mila tidak punya pilihan lain selain membawa tas berisi uang itu keluar dari mobil.     

Kalau ia membantu Keara, Aiden tidak akan pernah memaafkannya.     

Tetapi kalau ia tidak membantu Keara, ia tidak bisa hidup.     

Mila langsung pergi ke ATM untuk menyetorkan uang itu dan kemudian membeli makanan untuk para karyawan Iris.     

Sejak kemunculan Keara di kota, Mila pun ikut merasa tertekan karena Keara terus berusaha untuk memanfaatkannya.     

Sekarang ia sudah terjerumus. Untung saja ia masih mendapatkan uang.     

Tetapi Mila sadar, kalau sampai Aiden tahu perbuatannya, ia tidak akan bisa bertahan di Iris maupun di Keara's Perfume.     

Anya datang ke Iris pagi-pagi sekali hingga larut malam. Lagi pula, Aiden tidak ada di rumah, untuk apa ia pulang. Sikap Maria yang sangat hangat kepadanya juga membuatnya merasa sedikit khawatir. Entah mengapa, ia merasa ada sesuatu yang terjadi.     

Ada sesuatu yang berbeda, membuat sikap semua orang kepadanya berubah.     

Aiden menyembunyikan semuanya darinya dan tidak mau mengatakan apa pun. Bahkan Nico pun tidak tahu.     

Anya hanya bisa terus dan terus menunggu, menantikan keputusan terakhir Aiden.     

Kalau Aiden masih memilih untuk menceraikannya, ia akan menghormati keputusannya.     

Tidak peduli apakah Aiden melakukannya demi kebaikannya atau apa pun, Anya tidak akan memedulikannya lagi karena Aiden memilih untuk melepaskannya.     

Selama perang dinginnya bersama dengan Aiden, Anya banyak berpikir. Ia pikir ia telah mengenal Aiden dari luar dalam. Tetapi begitu masalah mengujinya, Anya baru sadar bahwa ia belum benar-benar mengenal Aiden.     

Di siang hari, ia sangat sibuk mengurus Iris dan di malam hari, Anya tidak bisa tidur setiap malam. Selain itu, ia juga tidak nafsu makan sehingga setelah kehamilanya, berat badannya bukan naik, malah semakin turun.     

Hari terus berganti hingga mendekati akhir tahun. Mall milik Atmajaya Group mengadakan sebuah event besar-besaran sehingga Anya harus ikut membantu di Iris. Anya tidak mau terlalu banyak mencium aroma parfum karena takut akan mempengaruhi kehamilannya. Akhirnya, ia memutuskan untuk membagikan pamflet di luar.     

Ia berdiri di depan pintu Iris sambil membawa setumpuk pamflet dan membagikannya kepada semua orang yang lewat.     

Tidak tahu apakah karena ia terlalu lama berdiri, atau karena ada begitu banyak orang di sana, Anya merasa sedikit pusing dan mual.     

Sebelumnya, kehamilannya tidak terlalu menyulitkan. Ia tidak terlalu pusing atau pun mual. Tetapi hari ini, reaksinya sangat hebat. Ia benar-benar ingin muntah.     

Ia langsung memberikan pamflet yang dipegangnya pada salah satu karyawan Iris yang menemaninya. "Aku sedang tidak enak badan. Aku akan istirahat sebentar."     

"Apakah kamu baik-baik saja? Wajahmu terlihat pucat," tanya wanita tersebut dengan panik.     

Anya hanya menggelengkan kepalanya dengan lemah. "Aku tidak apa-apa. Hanya butuh istirahat sebentar. Maaf aku merepotkanmu."     

Hari ini pengunjung mall sangat membludak sehingga aliran pelanggan yang datang ke Iris juga ikut meningkat. Namun, di saat-saat yang dibutuhkan seperti ini, Anya tidak bisa membantu Iris karena kehamilannya.     

Ia ingin membantu membuat parfum, tetapi tidak ingin mencelakai bayi yang dikandungnya.     

Ia ingin membantu membagikan pamflet, tetapi tubuhnya tidak mampu bertahan.     

Memikirkan bayi di dalam kandungannya, Anya tidak berani mengambil resiko. Setelah menyerahkan pamfletnya pada rekannya, ia langsung berbalik dan mencari tempat beristirahat.     

Namun, setelah beberapa langkah, tiba-tiba ada seseorang yang menyenggolnya. Tubuh Anya terasa oleng hingga ia terjatuh ke tanah.     

Secara insting, Anya langsung berusaha untuk melindungi perutnya.     

Kepalanya membentur sesuatu dengan keras hingga pandangannya menjadi gelap. Ia tidak tahu apa yang terjadi kepadanya.     

…     

Ketika terbangun, Anya sedang terbaring di atas meja operasi rumah sakit.     

"Di mana ini? apa yang kalian lakukan?" Anya langsung bangkit berdiri.     

"Nona, Anda mengalami keguguran dan sekarang kami harus mengoperasi Anda," kata dokter yang bertugas untuk memberi anastesi padanya.     

Anya tidak merasakan keanehan pada tubuhnya. Ia tidak merasakan apa pun, rasa sakit sedikit pun.     

Bagaimana mungkin ia keguguran?     

Tangannya menyentuh ke arah perutnya dan tidak bisa mempercayai bahwa bayinya telah tiada.     

"Tidak! Aku tidak mau dioperasi!" Anya langsung turun dari meja operasi tersebut dan berlari menuju ke arah pintu. "Biarkan aku pergi. Aku mau keluar!"     

"Nona, kalau Anda tidak dioperasi tepat waktu, Anda bisa berada di dalam bahaya," kata dokter tersebut, sambil memberi isyarat pada suster di sampingnya untuk menarik Anya kembali.     

Suster itu langsung memegang tangan Anya, tetapi Anya langsung melawannya dengan keras. Ia mendorong tubuh suster tersebut dan berteriak. "Jangan sentuh aku!"     

"Tolong tenanglah! Jangan terlalu emosi," dokter tersebut berusaha untuk tetap sabar.     

"Aiden, aku tahu kamu di luar. Keluarkan aku dari sini. Aku mau pergi!" Anya tidak mau mendekati meja operasi itu lagi dan ia tidak percaya bahwa bayinya sudah tiada.     

Kalau Aiden mau bercerai darinya, ia tidak akan mempersulitnya.     

Tetapi Anya tidak akan pernah membiarkan siapa pun membunuh bayi di dalam kandungannya, tidak Aiden sekali pun.     

Bayi itu adalah miliknya! Bayi itu adalah anaknya!     

Ia sudah berusaha keras untuk menjaga kesehatannya hingga ia mendapatkan anugerah yang terindah di muka bumi ini.     

Ia tidak mau kehilangan anaknya!     

"Di mana Anya? Cepat buka pintunya!" pada saat yang bersamaan, raungan kemarahan Aiden terdengar dari luar pintu.     

Setelah raungan itu terdengar, pintu ruang operasi itu terbuka dan Anya langsung melarikan diri dengan kaki yang telanjang.     

Ketika melihat Aiden di koridor rumah sakit, Anya merasa matanya panas dan air matanya mengalir deras.     

"Anya …" Aiden memanggil namanya dengan lembut. Menatap tubuh mungil Anya yang berdiri tanpa daya, hati Aiden terasa seperti terkoyak.     

Aiden mendengar kabar bahwa Anya tiba-tiba saja pingsan sehingga ia langsung bergegas pergi ke rumah sakit. Tetapi begitu tiba, ia malah mengetahui bahwa Anya berada di ruang operasi.     

Dalam hatinya, ia tahu bahwa anak yang ada di dalam kandungan Anya tidak boleh dibiarkan lahir. Tetapi ketika mendengar teriakan Anya yang putus asa, Aiden tidak bisa berbuat sekejam itu.     

Di bulan desember, udara terasa semakin dingin. Anya berdiri di koridor tersebut dengan bertelanjang kaki, merasa kakinya seperti ditusuk dengan es. Dingin dan mati rasa …     

Tanpa alas, ia menghampiri Aiden selangkah demi selangkah.     

Tetapi kali ini, Anya tidak melemparkan tubuhnya dalam pelukan Aiden seperti biasanya, melingkarkan tangannya di pinggang Aiden dan menceritakan semua ketakutannya.     

Kali ini, Anya mengulurkan tangannya dan menampar wajah Aiden dengan penuh kemarahan.     

PLAK!     

Suara itu menggema dengan keras, seolah Anya berusaha untuk mengeluarkan seluruh kekuatannya di dalam tamparan tersebut. Tubuhnya oleng beberapa langkah, tetapi ia tidak mundur.     

Tatapannya pada Aiden terlihat dingin. "Kalau kamu ingin bercerai dariku, aku tidak akan menyulitkanmu. Tetapi kalau kamu ingin membunuh anakku, langkahi mayatku dulu!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.