Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Bukan Putrinya



Bukan Putrinya

0Pada saat itulah, Harris akhirnya menyadari. Walaupun Aiden menolak untuk mengakui hasil dua tes DNA dan menginginkan tes ulang sebelum menerima kenyataannya, sebenarnya dalam hati, Aiden berusaha untuk menerima semuanya dan mempersiapkan dirinya untuk berpisah dengan Anya.     

Anya adalah satu-satunya orang yang tidak tahu apa pun. Ia bahkan tidak bisa mempersiapkan dirinya untuk perpisahan ini. Satu bulan yang tersisa ini bukan untuk menghabiskan hari-hari terakhirnya dengan bahagia, tetapi untuk membuat Anya sedih dan perasaannya kepada Aiden semakin padam. Dengan begitu, Anya akan meninggalkan Aiden.     

Melukai seseorang yang sangat ia pedulikan, Harris tidak bisa membayangkan betapa besar rasa sakit yang dirasakan oleh Aiden saat ini.     

Ia bahkan tidak berani memikirkannya.     

"Tuan, apakah rekaman itu asli?" tanya Harris.     

"Hmm …" Aiden tidak mengelak.     

Keara sengaja ingin membuatnya mabuk dan menanyakan mengenai Anya. Tetapi sebenarnya, Aiden sama sekali tidak mabuk. Ia hanya memanfaatkan Keara untuk membuat Anya sedih.     

Ia melakukan sesuatu yang tidak diinginkannya.     

Tentu saja setelah menedapatkan rekaman itu, Keara tidak bisa menahan diri dan langsung menemui Anya.     

"Tuan, kalau memang Anda sedang mempersiapkan perpisahan, Anda bisa menggunakan alasan lain, tetapi bukan seperti ini. Bayangkan saja betapa sakit hatinya Nyonya ketika ia disebut sebagai pengganti. Kalau Anda bercerai dari Nyonya, mungkin Nyonya tidak akan pernah melihat Anda lagi seumur hidup," Harris berusaha untuk menasihati Aiden.     

Mata Aiden yang dalam tampak kehilangan sinarnya.     

"Aku tahu Anya sangat mencintaiku dan percaya padaku. Hanya Keara yang bisa melukai hatinya, hanya Keara yang bisa membuatnya sedih dan menyerah pada pernikahan ini," Aiden mengenal Anya begitu dalam. Ia tahu apa yang bisa membuat Anya merasa sakit hati.     

Hanya ini satu-satunya cara yang ia miliki.     

"Tuan, apakah Anda tidak mau mempertimbangkan untuk jujur kepada istri Anda? Mungkin sebenarnya Nyonya tidak serapuh yang kita bayangkan. Mungkin Nyonya bisa menghadapinya," kata Harris.     

"Aku tahu bahwa Anya bukan putri Deny dan Diana. Ibunya juga sudah tahu. Selama ini, aku pikir Anya adalah putri dari Galih dan Indah …" tatapan Aiden terlihat penuh dengan rasa sakit. Ia tidak menyangka bahwa Anya adalah putri dari kakaknya.     

Impian Anya adalah menjadi seorang parfumeur dan ia sangat berbakat dalam bidang ini. Mengetahui kebenarannya hanya akan membuat Anya merasa semakin sakit.     

Tidak apa-apa Anya membencinya, selama Aiden bisa melindungi impian dan cita-cita Anya.     

"Tuan, apa yang Anda rencanakan berikutnya?" tanya Harris.     

Aiden membisikkan beberapa kata, membuat Harris terlihat sangat terkejut.     

Tetapi ia tidak bisa berbuat apa pun. ia sudah berusaha untuk membujuk Aiden, tetapi Aiden terus bersikeras. Harris hanya bisa terdiam saat melihat bahwa pernikahan dua orang yang saling mencintai ini perlahan hancur.     

…     

Anya bersikeras untuk menunggu kepulangan Aiden di ruang keluarga.     

Akhir-akhir ini, Aiden pergi pagi sekali dan pulang malam sekali. Ia bahkan tidak sempat melihat wajah suaminya.     

Ia tidak mau kata-kata Keara membuat hatinya goyah sehingga ia memutuskan untuk bertanya langsung pada Aiden.     

Sekitar pukul sebelas malam, udaranya menjadi semakin dingin. Hana merasa khawatir dan membawakan sebuah selimut untuk Anya.     

Anya tersenyum saat menerimanya. "Bu Hana, tidurlah dulu. Aku ingin menunggu Aiden."     

Hana mengangguk dan memberikan secangkir teh hangat untuk Anya agar Anya tidak kedinginan sambil menunggu.     

Ruangan itu sebenarnya tidak terlalu dingin hingga bisa membuat orang sakit. Tetapi saat ini Anya sedang hamil dan kesehatannya tidak cukup baik. Itu sebabnya Hana merasa khawatir.     

Setelah meninggalkan ruang keluarga, Hana langsung bersembunyi di kamarnya dan menelepon Aiden diam-diam.     

"Tuan, Anya bersikeras ingin menunggu Anda pulang. Ia sedang duduk di sofa ruang keluarga padahal malam ini hujan deras. Saya khawatir Anya akan sakit. Kapan Anda akan pulang?" tanya Hana dengan khawatir.     

Aiden tahu bahwa ia tidak bisa terus menghindar seperti ini. Anya sangat keras kepala dan tidak ada satu orang pun yang bisa membujuknya.     

"Aku dalam perjalanan," kata Aiden.     

"Baiklah, saya akan memberitahunya," begitu menutup telepon, Hana langsung memberitahu Anya dengan senang. "Anya, Aiden sedang dalam perjalanan pulang."     

Anya langsung ikut senang mendengarnya. "Bu Hana istirahatlah. Aku akan menunggunya."     

"Kalau kamu butuh apa pun, panggil ibu ya," Hana akhirnya bisa kembali ke kamarnya dengan tenang.     

Beberapa hari terakhir ini, hujan terus membasahi kota tersebut sehingga membuat suhunya menjadi dingin.     

Tetapi hujan itu tidak membuat Anya merasa sedih. Suaminya akan segera pulang!     

Anya menoleh ke arah jendela dan melihat gerimis membasahi tanah. Ia membawa selimut yang diberikan oleh Hana untuk menyelubungi seluruh tubuhnya dan berjalan menuju ke arah teras taman.     

Ketika Aiden pulang, ia melihat Anya berdiri di teras sambil memandang ke arah langit. Tangannya terulur untuk menyentuh air yang terus mengucur dari langit, wajahnya terlihat lembut dengan senyuman tipis.     

Anya menyukai hujan. Entah mengapa bau hujan membuat hatinya merasa tenang.     

Ia tenggelam dalam dunianya sendiri hingga tidak sadar bahwa Aiden sudah berada di sampingnya.     

"Aiden, kamu sudah pulang," Anya langsung memeluk Aiden. Tangannya yang dingin karena air hujan menyentuh baju Aiden. "Kamu sangat hangat."     

Aiden menatap istrinya yang sedang berdiri di hadapannya. Ia benar-benar ingin memeluk Anya dengan erat dan menghangatkannya. Tetapi tangan besarnya malah mendorong tubuh Anya dengan kejam.     

"Apakah kamu tidak lihat ini sedang hujan? Apa yang kamu lakukan di luar? Kalau kamu memang suka di luar, tidak usah masuk ke dalam!" suaranya terdengar dingin. Sama sekali tidak ada kelembutan di dalamnya saat menegur Anya dengan keras.     

Anya hanya bisa terdiam di tempatnya, melihat punggung Aiden yang meninggalkannya. Rasa sakit langsung memenuhi hatinya.     

Setelah Aiden masuk ke dalam rumah, ia tidak mendengar suara langkah kaki. Ia berbalik dan melihat Anya masih diam berdiri di teras meski hujan turun makin deras. Namun, Anya tetap bersikukuh berdiri di tempatnya dan tidak mau bergerak.     

Hati Aiden terasa sakit seperti dicabik-cabik. Melihat tubuh kecil istrinya yang berdiri di tempat yang dingin, ia benar-benar ingin memeluknya.     

Tangan Anya yang memgegang bajunya terasa sangat dingin. Anya hanya ingin pelukan hangat dari Aiden, bukan teguran yang keras seperti ini.     

Anya diam sambil memandang ke arah Aiden, berharap suaminya akan kembali untuk membujuknya. Tetapi ia hanya bisa menelan kekecewaannya.     

Aiden berdiri di dalam rumah sambil memandangnya dengan dingin. "Kalau kamu memang suka di teras, berdiri saja di sana hingga pagi." Kemudian, Aiden naik ke lantai atas tanpa menoleh lagi.     

Tanpa sadar, air mata mengalir di wajah Anya. Ia tidak tahu apa kesalahannya?     

Apa yang ia lakukan hingga membuat Aiden semarah ini?     

Ia berjalan selangkah demi selangkah dengan air mata yang masih menggenang.     

Ia baru sadar kalau ia tidak mengenakan sandal sehingga kakinya terasa dingin. Lalu, Anya teringat akan bayi yang sedang dikandungnya dan langsung bereaksi.     

Langkahnya menjadi dua kali lebih cepat. ia memasuki rumah dan menutup pintu rapat-rapat, sebelum berlari ke lantai atas.     

Setelah kembali ke kamarnya, ia mengambil sebuah baskom dengan air hangat untuk menghangatkan kakinya. Kemudian, ia juga mencuci tangan dan wajahnya dengan air hangat agar tubuhnya tidak kedinginan.     

Air hangat itu membuat tubuhnya jauh lebih baik. Setelah itu, ia keluar dari kamar mandi dan mengenakan piyama yang lebih hangat sebelum menemui Aiden.     

Di ruang kerja, tubuh tinggi Aiden sedang berdiri di depan jendela, memandang ke arah kejauhan.     

Anya menghampirinya dengan penasaran dan memandang lurus ke arah mata suaminya. Ia tidak tahu apa yang sedang Aiden pikirkan saat ini.     

Tangannya terulur untuk memeluk pinggang Aiden dengan lembut. Kepalanya bersandar di punggung Aiden sebelum ia menghela napas lega. Ia merindukan Aiden.     

"Aiden, maafkan aku. Tidak seharusnya aku berdiri di luar saat sedang hujan seperti itu. Bayi kita pasti kedinginan. Aku salah. Jangan marah …"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.