Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Perjanjian



Perjanjian

0"Aku tidak mau tahu. Aku akan memberitahumu sebuah berita yang bisa membuatmu senang. Aiden akan menceraikan aku dan aku harus menggugurkan anakku karena ia akan kembali pada Keara," kata Anya dengan sengaja.     

"Aiden sudah tidak menginginkanmu lagi?" wajah Natali langsung sumringah. "Kamu pantas mendapatkannya!"     

"Kalau kamu senang, sekarang masuklah ke ruang operasi! Tidak peduli seberapa besar kamu membenciku, ayah selalu mencintaimu." Anya bangkit berdiri dan keluar dari ruangan tersebut.     

"Anya!" Natali langsung menghentikannya. "Apa rencanamu setelah bercerai?"     

"Aku tidak berniat bersaing denganmu. Aku akan pergi ke luar negeri dan melanjutkan studiku selama beberapa tahun," kata Anya.     

Natali tidak mengatakan apa pun. Hingga saat ini, Raka tidak mengakhiri pertunangan dengannya. Itu satu-satunya harapan yang ia miliki untuk bertahan hidup sekarang.     

Karena ancaman ibunya, Raka sering mengunjunginya ke rumah sakit jiwa. Karena Raka, Natali bisa bertahan di tempat itu.     

Begitu Anya keluar dari kamar Natali, ia memberitahu dokter untuk segera menjalankan operasinya. Natali tidak menyulitkan para petugas rumah sakit lagi dan menuruti prosedur yang ada.     

Saat Deny dan Natali berada di ruang operasi, Mona datang bersama kekasihnya yang masih muda. Begitu tiba, ia langsung membuka mulutnya dan meminta uang pada Anya.     

"Uang apa maksudmu?" Anya berpura-pura tidak memahaminya. Mata Anya menyapu tas di tangan Mona. Tas itu adalah tas pemberian Anya.     

"Apa yang kamu lihat? Kamu sudah memberikannya kepadaku dan sekarang ini adalah milikku. Tas ini saja tidak cukup!" Mona tidak berani membentak terlalu keras karena sebelumnya ia pernah ditangkap setelah membuat keributan di depan rumah Anya.     

Kejadian itu telah membuatnya jera.     

"Pertama-tama, kamu bukanlah pendonornya. Kedua, aku bukan penerimanya. Lalu, apa yang kamu inginkan dariku?" cibir Anya.     

"Anya, kamu menipuku!" teriak Mona dengan keras. Ia merasa sangat marah karena Anya mempermainkannya. Jelas-jelas Anya sudah menjanjikan 1 milyar untuknya. Bagaimana ia bisa menelan ludahnya sendiri sekarang?     

"Kamu bercanda kan? Kamu sudah berjanji akan memberikan uang sebesar 1 milyar kalau aku menyetujui Natali mendonorkan ginjalnya," kata Mona.     

"Aku sudah bilang pada ayahku mengenai uang itu. Katanya, uang itu akan digunakan untuk Natali dan ia yang akan membayarnya sendiri. Kamu tidak perlu khawatir," Anya tidak perlu menutupi sindirannya. Bahkan ia terang-terangan menatap pria muda di samping Mona dengan jijik.     

"Uangnya tidak ada?" pria muda itu memain-mainkan korek api di tangannya.     

"Anya, perjanjian kita bukan seperti itu! Natali adalah anak yang telah aku kandung dan lahirkan dengan mempertaruhkan nyawaku. 1 milyar itu seharusnya menjadi milikku!" Mona berusaha untuk menahan emosinya dan merendahkan nada suaranya seolah sedang mengancam Anya.     

Tetapi Anya tidak takut. Ia malah menatap Mona dengan tatapan konyol. "Apakah kamu melahirkan anakmu hanya untuk menjual ginjalnya?"     

"Deny memiliki uang untuk operasinya, tetapi ia sama sekali tidak mau memberi sepeser pun padaku. Kamu juga tidak punya hak untuk memiliki uangku!" Mona melangkah maju, berniat untuk meraih tangan Anya. namun, Raka langsung melangkah di hadapan Anya dan melindunginya di belakang badannya.     

"Raka, minggirlah!" teriak Mona.     

"Natali masih berada di ruang operasi. Jangan membuat keributan. Kalau Bibi ingin membuat masalah, aku harus memintamu untuk pergi," wajah tampan Raka tampak sedingin es dan suaranya terdengar sangat tegas.     

Kalau Mona berani membuat masalah lagi, Raka benar-benar akan menyuruh seseorang untuk mengusirnya.     

"Baiklah. Aku akan menunggu Deny keluar dan berbicara padanya." Mona memilih untuk duduk di kursi koridor dan menunggu operasi itu selesai dengan sabar.     

Koridor itu terasa dingin. Anya menunggu selama beberapa jam, tetapi ia tidak bisa duduk dengan tenang. Ia berdiri dan mondar-mandir di depan ruang operasi.     

Berpikir bahwa Anya khawatir, Raka melangkah maju dan berkata padanya dengan lembut. "Jangan khawatir. Operasinya akan berhasil. Sebelumnya, mereka juga telah menjalani pemeriksaan fisik dan tidak ada masalah yang terjadi. Tunggu setengah jam lagi, mungkin mereka akan segera keluar."     

"Cantik, apakah kamu kedinginan?" melihat wajah Anya yang pucat, pria muda di samping Mona melepaskan jaket yang ia gunakan dan memberikannya padanya.     

Tanpa basa-basi, Mona langsung merebut jaket itu dari tangan kekasih mudanya. "Orang yang banyak uang tidak mau menggunakan bajumu. Buat apa kamu memberikannya kepadanya?"     

Sebelum jaket itu berhasil direbut, pria muda itu langsung menarik tangannya dan memakai jaket itu kembali. "Aku juga kedinginan. Apa kamu tega membiarkan aku kedinginan?"     

"Sebenarnya kamu berada di pihak siapa? Mengapa kamu mau memberikan jaketmu kepadanya, tetapi tidak kepadaku?" Mona terlihat sedih.     

Pemuda itu memeluk tubuh Mona yang gemuk dari belakang. "Apakah kamu masih kedinginan."     

"Tidak." Mona merasa tersentuh. Tetapi ia tetap memelototi Anya. Dalam hati, ia mengucapkan semua sumpah serapah yang ia ketahui, merasa Anya ingin merebut kekasihnya.     

"Putrimu dan mantan suamimu masih berada di ruang operasi. Setidaknya, jangan berbuat tidak tahu malu dan memamerkan kemesraan dengan kekasih mudamu seperti ini," tidak tahu sejak kapan Irena muncul di sana, tetapi tiba-tiba saja ia langsung mengolok Mona.     

Raka baru saja ingin melepaskan jaketnya dna ingin menyampirkan jaket itu di pundak Anya. ketika ia melihat ibunya, ia langsung berhenti. "Ibu, mengapa kamu datang?"     

"Calon ayah mertuamu sedang operasi. Bagaimana bisa kamu tidak memberitahuku hal sebesar ini?" Irena menghampiri Raka dengan langkah pelan. "Koridor ini dingin. Pakailah jaketmu."     

"Aku …" mata Raka memandang ke arah Anya. Anya langsung memberi isyarat agar Raka mengenakan jaketnya kembali agar tidak membuat masalah.     

Mereka sudah saling mengenal sejak kecil. Tentu saja Anya mengenal gerak gerik Raka dan tahu apa yang Raka ingin lakukan.     

Kalau Raka memberikan jaket itu kepada Anya di hadapan Irena, ia akan menimbulkan masalah yang tidak diinginkan.     

Irena menatap ke arah Anya. "Anya, kamu juga di sini."     

"Terima kasih sudah datang, Bibi," kata Anya dengan sopan.     

"Sama-sama. Tetapi aku tidak datang untukmu," suara Irena terdengar dingin.     

"Jaket Anda, Nyonya," pada saat itu, pengawal Aiden datang sambil membawakan sebuah jaket bulu berwarna putih yang terlihat mahal. Melihatnya sekilas saja, semua orang bisa tahu bahwa jaket itu sangat mahal.     

Mata Mona terus memandang jaket itu secara lekat-lekat. Kalau bisa, ia ingin merebut jaket tersebut.     

Mata Irena juga tertarik pada jaket tersebut. Namun, ia sudah mendengar berita bahwa Aiden ingin kembali pada Keara dan meninggalkan Anya.     

Tetapi melihat hal ini, ia merasa rumor itu tidak benar.     

Anya ditemani oleh seorang pengawal khusus ketika pergi. Pengawal itu membawakan jaket yang terlihat mahal. Dari mananya ia terlihat seperti akan ditinggalkan?     

Anya masih mendapatkan perlakuan yang sangat istimewa.     

Sebenarnya, Irena sengaja datang ke rumah sakit untuk berbicara pada Anya agar Anya tidak dekat-dekat pada putranya lagi.     

Meski Raka dan Natali mengakhiri pertunangannya, Irena tidak terima kalau Raka dan Anya kembali bersama. Sepertinya, ia tidak perlu berbicara pada Anya.     

Anya masih memiliki kehidupannya yang bahagia!     

Waktu terus berjalan, pintu ruang operasi masih tertutup. Anya semakin merasa khawatir.     

Pengawal Aiden berjalan menuju ke tangga darurat dan menelepon Aiden. "Tuan, Tuan Deny telah masuk ke dalam ruang operasi selama beberapa jam, tetapi tidak kunjung keluar. Di tempat ini ada Nyonya Irena dan Nyonya Mona juga."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.