Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Berita Kehamilan



Berita Kehamilan

0"Aku datang untuk menemui Anya dan sarapan di sini. Barusan aku melihat orang gila dengan piyama kaos dan sandal. Rambutnya berantakan dan terbang ke mana-mana. Kalau dilihat-lihat, wajahnya terlihat seperti kamu," kata Tara dengan sengaja. Kapan lagi ia punya kesempatan untuk menggoda Nico seperti ini.     

Nico memandang ke arah Anya, meminta bantuan kepadanya.     

Anya berdeham pelan dan memutuskan untuk membantu Nico. "Tara, sepertinya kamu tidak bisa melihat dengan jelas tadi. Orang tadi bukan Nico."     

"Orang yang kamu lihat tadi pasti bukan aku. Bagaimana mungkin aku keluar dengan menggunakan piyama dan sandal, padahal aku sangat peduli pada penampilanku, terutama gaya rambutku. Aku tidak akan membiarkan rambutku terlihat berantakan," kata Nico dengan serius.     

Tara tertawa mendengarnya. Tidak mudah untuk menangkap basah saat Nico terlihat sesantai itu.     

Ketika ia tinggal bersama sebelumnya, Nico selalu memperhatikan penampilannya. Bahkan di rumah sekali pun.     

"Oh, mungkin aku salah," kata Tara sambil nyengir. "Makanlah, aku sudah selesai."     

Tara bangkit berdiri dan berjalan menuju ke arah sofa bersama dengan Anya.     

Nico tidak jadi pergi ke meja makan, malah mengikuti Tara menuju ke arah sofa, "Tara, apakah kamu sibuk malam ini? Aku mendapat dua tiket konser. Apakah kamu mau menemaniku?"     

"Baiklah. Jemput aku di klinik setelah jam kerjaku selesai," setelah menjawab Nico, Tara mengalihkan perhatiannya pada Anya. "Kamu makan sana. Aku mau memeriksa Anya."     

"Mengapa kamu memeriksa bibi? Apa yang terjadi padanya?" tanya Nico.     

Pada saat yang bersamaan, Aiden turun dari lantai atas, "Anya sedikit demam."     

Sebelumnya, ia memutuskan untuk tidak turun ke bawah dan menunggu hingga Tara selesai makan karena takut keberadaannya akan membuat Tara tertekan. Ia membiarkan Tara dan Anya menikmati waktu mereka bersama.     

"Oh, kalau begitu aku akan makan," Nico kembali ke meja kerja dan duduk.     

Para pelayan membereskan makanan Anya dan Tara, dan kemudian menyediakan makanan hangat untuk Aiden dan Nico.     

Di sofa, Tara sedang mengukur suhu tubuh Anya dan memeriksa denyut nadinya.     

"Kamu terlalu banyak bercinta sehingga kelelahan. Setelah istirahat beberapa hari, kamu akan baik-baik saja," kata Tara dengan tenang.     

Anya langsung merasa malu dengan kata-kata Tara yang terang-terangan. Ia memukul kaki Tara. "Pelankan suaramu!"     

"Biarkan saja. Semua orang juga sudah tahu. Kamu pergi ke pinggir kota selama satu hari, menginap di pulau selama tiga hari. Mana mungkin kamu tidak melakukan apa pun di sana? Setelah tahu Aiden akan pergi ke luar negeri hari ini, kamu datang untuk menginap di rumahnya. Jangan bilang padaku bahwa kamu hanya berbaring di tempat tidur sambil mengobrol," Tara melihat termometer dan berkata, "37,5 derajat. Tidak apa-apa."     

"Mengapa aku demam?" tanya Anya.     

"Apakah kamu benar-benar tidak tahu atau kamu berpura-pura tidak tahu? Suhu tubuh akan meningkat saat ovulasi, ditambah lagi, kamu menghabiskan beberapa hari untuk bercinta dengan Aiden. Mungkin sedang terjadi pembuahan dalam rahimmu sehingga tubuhmu sedikit panas. Jangan khawatir. Kamu baik-baik saja," hibur Tara.     

Diam-diam, Nico menatap ke arah Aiden. Apa yang ia dengar barusan?     

Ovulasi? Masa subur? Bercinta? Pembuahan?     

Apakah pamannya sedang mencoba untuk memiliki anak?     

Kalau Anya bisa hamil dengan mudah, mungkin rasa bersalah dan penyesalan ibunya bisa sedikit berkurang.     

Memikirkan hal ini, Nico berharap Anya bisa hamil dengan lancar. Semoga saja keinginan paman dan bibinya dilancarkan.     

Aiden makan dalam diam, seolah ia tidak mendengar kata-kata Tara.     

Walaupun ia sudah bilang bahwa ia tidak keberatan kalau Anya tidak bisa memiliki anak, akan lebih baik kalau mereka bisa memiliki anak mereka sendiri.     

Ia tahu alasan mengapa Anya ragu dan tidak ingin kembali padanya. Itu karena Anya takut ia tidak bisa memiliki anak lagi. Ia takut suatu hari nanti Aiden akan membencinya karena tidak bisa memberi keturunan.     

Ini adalah kegundahan di dalam hati Anya yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan janji atau sumpah.     

Anya terlihat seperti tidak peduli dan sudah melupakan semuanya, tetapi ia masih memikirkan mengenai anaknya. Saat mereka berada di pulau, Anya bahkan memimpikan anak mereka memanggilnya ibu. Saat itu, ia terlihat sangat sedih dan kesepian, benar-benar merindukan kehadiran anaknya.     

Aiden ingin mengabulkan semua keinginan Anya, termasuk keinginannya untuk memiliki anak.     

Tara membuatkan resep obat untuk demam Anya, kemudian memberikannya pada Hana. Setelah itu, ia juga membuatkan resep vitamin dan jamu-jamuan untuk Anya selama satu minggu.     

"Nico, apakah kamu masih belum selesai makan?" setelah selesai menuliskan resep, Tara melihat Nico masih makan.     

Sebenarnya, Nico sudah selesai makan dari tadi, tetapi ia masih menunggu Tara sehingga ia pura-pura makan. "Apakah kamu sudah selesai? Tadi kamu ke sini naik apa?"     

"Taksi," kata Tara.     

"Paman, kalau kamu tidak butuh apa pun dariku, aku akan mengantarkan Tara pulang," Nico bangkit berdiri dan berpamitan pada Aiden.     

"Selama aku pergi, kalau ada yang tidak kamu mengerti mengenai masalah perusahaan, tanyakan pada Ivan. Tetapi jangan biarkan ia ikut campur dalam perusahaan," kata Aiden dengan tatapan serius.     

"Baik, paman," Nico tidak banyak berbicara dan langsung pergi bersama dengan Tara.     

Tara berjalan menuju ke arah pintu bersama dengan Nico, tetapi kemudian tiba-tiba Tara berhenti melangkah. "Anya, kalau kamu hamil, aku akan menerima Nico. Jadi kamu juga harus berusaha."     

Nico merasa ingin menangis. Ia dengar saat ini Anya sulit untuk hamil. Itu artinya, kemungkinan ia bisa bersama dengan Tara sangat kecil.     

Ia berbisik, bertanya pada Tara, "Berapa besar kemungkinan bibiku bisa hamil?"     

"50 persen? Kemungkinannya tidak terlalu tinggi. Tetapi hari ini ia sedang dalam masa subur dan tubuhnya tiba-tiba demam. Tingkat kehamilannya saat ini cukup tinggi," kata Tara dengan suara pelan. "Sepuluh hari lagi aku akan kembali untuk memeriksamu lagi. Makan dan minum yang banyak. Jangan lupa istirahat."     

Anya mengangguk.     

Setelah Nico dan Tara pergi, tiba-tiba saja Aiden bertanya, "Kalau kamu hamil, apa yang akan kamu lakukan?"     

"Kalau aku hamil, apakah kamu menginginkan anak itu?" tanya Tara sambil memandang Aiden dengan khawatir.     

"Iya. Tetapi ingatlah. Tidak peduli kamu hamil atau tidak, hanya kamu yang aku inginkan," Aiden berjalan menuju ke arah sofa dan merengkuh Anya ke dalam pelukannya.     

Aiden dan Anya menghabiskan hari mereka bersama sebelum Aiden berangkat.     

Anya menginap di rumah aiden selama dua hari hingga demamnya turun, dan kemudian pulang ke rumahnya. Selama dua tahun terakhir, ia jarang pulang ke rumah dan jarang menemani ibunya. Nanti kalau ia menemukan orang tua kandungnya, mungkin waktunya untuk ibunya akan semakin sedikit.     

Ia ingin menghabiskan waktu luangnya bersama dengan ibunya, selama ia masih bisa berbakti padanya.     

Diana merasa sangat senang dengan adanya Anya di rumah. Setiap pagi dan malam, Diana memasak berbagai macam makanan lezat untuk Anya, sementara di siang hari Hana mengirimkan makan siang untuk mereka.     

Anya tidak tahu apakah kesehatannya semakin membaik kalau ia makan secara rutin seperti ini. Tetapi ia merasa kulitnya semakin halus dan wajahnya terlihat lebih bulat.     

Belum satu bulan ia pulang ke Indonesia, tetapi ia sudah menjadi semakin gendut. Pipinya terlihat semakin tembam. Ia takut ia akan menjadi wanita gemuk kalau terus begini.     

Saat jam makan siang, Esther datang untuk mengunjungi Anya.     

"Kamu masih bisa makan dengan santai? Aku dengar Keara sedang hamil!" setelah mendapatkan berita itu, Esther langsung datang dan menemui Anya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.