Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Malam yang Sangat Panjang



Malam yang Sangat Panjang

0"Apakah kamu menungguku?" tanya Aiden sambil memandang Anya dengan lembut.     

"Tidak, aku mengantuk. Tidurlah!" Anya menarik selimut untuk menutupi wajahnya yang memerah karena malu.     

Aiden tertawa melihatnya. Ia mengulurkan tangannya dan mengelus kepala Anya. "Aku akan segera kembali."     

Anya tidak berani bergerak. Ia meringkuk di dalam selimut itu dan tidak berani bersuara.     

Setelah mendengar suara Aiden pergi, baru lah ia berani mengeluarkan kepalanya dari selimut untuk mengintip.     

Aiden masuk ke dalam kamar mandi. Ia mandi dengan cepat dan mengganti pakaiannya dengan pakaian rumah yang santai.     

Ketika Aiden keluar dari kamar mandi, ia melihat wajah Anya yang disinari oleh cahaya lampu. Wajahnya terlihat putih dan mungil, seolah bisa pecah kalau salah sentuh.     

Anya memejamkan matanya, terlihat berpura-pura tidur. Tetapi Aiden bisa merasakan kepanikannya.     

Tangannya terulur, memegang dagu Anya dengan lembut. Saat merasakan sentuhan dari Aiden, Anya langsung memalingkan kepalanya dengan malu.     

Aiden mengabaikan pengelakan dari Anya dan menundukkan wajahnya untuk mengecup mata Anya. Kemudian ia mengecup keningnya, pipinya, dan hidungnya …     

Anya memejamkan matanya dan pipinya merona saat mendapatkan serangan ciuman yang bertubi-tubi itu. "Aiden …"     

"Panggil aku suami!" Aiden terkekeh di telinga Anya. Napas yang hangat dari bibirnya terasa di leher Anya, seperti sapuan angin yang lembut.     

"Aku lelah," maksud Anya sangat jelas. Ia tidak mampu untuk menghadapi stamina Aiden lagi.     

Aiden seolah tidak mendengarkan kata-kata Anya dan menatap bibir Anya lekat-lekat. Tiba-tiba ia teringat saat-saat mereka berada di pulau.     

Setiap malam di pulau itu, mereka saling memuja satu sama lain.     

Mereka menghabiskan setiap malam untuk mengagumi satu sama lain.     

Mereka menghabiskan setiap malam untuk menebus dua tahun yang mereka lewatkan.     

Aiden menundukkan kepalanya dan mengulum bibir Anya.     

Anya melihat tubuh Aiden yang menjulang di atasnya, seperti sebuah gunung yang kokoh. Apa pun yang Anya lakukan, ia tidak akan bisa mendorong gunung tersebut.     

Anya merasakan perasaannya bercampur aduk. Ada rasa senang, khawatir, cemas, dan takut.     

Karena begitu takut, tanpa sadar tangan Anya memegang dada Aiden, seperti sedang menimbang-nimbang apakah ia harus mendorongnya atau tidak.     

Aiden tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya.     

Mengapa setiap kali ia bersama dengan Anya, ia selalu tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri?     

Mata mereka saling beradu pandang, seolah tidak ingin dipisahkan. Akhirnya, Anya memutuskan untuk menyerah pada perasaannya.     

Ia memejamkan matanya dan menerima Aiden.     

"Apakah kamu ingin pergi bersamaku ke luar negeri selama beberapa hari?" tanya Aiden padanya.     

Anya terkejut mendengarnya. Ia tidak menyangka Aiden akan mengajaknya untuk pergi ke luar negeri.     

Tetapi pada saat yang bersamaan, Anya takut menerimanya. Kalau ia terus bersama dengan Aiden, mungkin ia akan bertekuk lutut pada perasaannya dan memutuskan untuk menerima Aiden kembali.     

"Kamu pergi untuk bekerja, bukan untuk berlibur. Rasanya tidak pantas kalau aku ikut. Ditambah lagi aku harus mempersiapkan diri dalam kompetisi parfum. Kamu tidak mau aku kalah, kan?" kata Anya dengan tenang.     

"Kalau begitu, lain kali," Aiden kembali memegang wajah Anya dan mengunci bibirnya lagi.     

Ia tidak melepaskannya hingga Anya kehabisan napas.     

Aiden merasa seluruh tubuhnya terasa panas. Tangan besarnya memeluk Anya erat-erat, membuat tubuhnya dan Anya saling menempel, tanpa adanya jarak, seolah ingin menyatukan diri mereka.     

"Anya, aku mencintaimu!" gumam Aiden. Tatapannya terlihat semakin dalam.     

Ia mengulum bibir Anya dengan lembut, seolah berusaha untuk menenangkan kegelisahan di hati Anya, menghapuskan keraguan Anya.     

Anya merasakan kebahagiaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Selama dua tahun terakhir, ia tidak pernah merasa lengkap karena ternyata bagian dirinya yang hilang ada di Aiden.     

Bolehkah ia sebahagia ini?     

Anya memejamkan matanya dan memutuskan untuk menikmati kebahagiaan ini, tidak peduli apakah kebahagiaan ini hanya khayalan atau nyata. Tidak peduli apakah kebahagiaan ini akan berlangsung sementara atau selamanya …     

Tangan besar Aiden memegang pinggang Anya, sementara tangan yang satunya memegang belakang kepala Anya. Ia terlihat seperti ingin melindungi Anya dengan tubuhnya, melindungi Anya dari apa pun di luar sana.     

Ia tidak terburu-buru, tidak terbawa pada nafsunya sendiri.     

Yang paling penting untuknya adalah kebahagiaan dan kepuasan Anya.     

Begitu melihat Anya mulai membuka diri padanya, Aiden mulai membimbingnya dengan sabar. Tangannya yang memegang pinggang Anya mulai turun, membelai paha Anya. Sementara itu tangannya yang lain berusaha untuk melepaskan piyama yang Anya kenakan.     

Ia melakukannya dengan sangat hati-hati, menanti setiap reaksi dari wanita yang dicintainya.     

Ia tidak mau menyakiti Anya … Ia tidak mau melakukan hal yang tidak Anya inginkan …     

Kalau Anya menolak dan mendorongnya, mungkin ia akan langsung lari ke kamar mandi dan menyelesaikan 'urusannya' sendiri dengan air dingin.     

Tetapi Anya tidak menolak. Tangan Anya yang bersandar di dada Aiden sedikit mencengkeram bajunya, berusaha menarik tubuhnya untuk mendekat, seolah sedekat ini pun masih belum cukup untuk Anya.     

Mata Anya terpejam, tetapi wajahnya terlihat sangat damai. Tidak ada ketakutan, tidak ada kekhawatiran …     

Ia bersama dengan Aiden, pria yang sangat mencintainya, pria yang tidak akan pernah menyakitinya.     

Aiden melepaskan piyama Anya, dan kemudian mulai melepas bajunya sendiri.     

Satu demi satu pakaian mereka mulai dilemparkan ke lantai. Dari baju, kemudian celana, dan setelah itu pakaian dalam.     

Tidak ada selembar kain tipis pun yang menghalangi mereka.     

Kulit dengan kulit saling bersentuhan, seolah ingin membagi kehangatan.     

Tangan Aiden menjelajahi setiap seluk beluk tubuh Anya, tubuh yang tidak pernah ia lupakan dari ingatannya.     

Ia memahami setiap jengkal tubuh Anya, tubuh wanita yang dicintainya.     

Ia hafal betul di mana tempat-tempat yang membuat Anya bisa merasakan kenikmatan.     

Tidak hanya tangannya saja yang mulai menjelajahi, tetapi bibirnya pun demikian. Perlahan tapi pasti, Aiden mulai menelusuri tubuh Anya seolah berusaha membakar bayangan tubuh itu di dalam benaknya.     

Malam mereka masih sangat panjang, Aiden begitu sabar dan menikmati waktu mereka.     

Napas mereka mulai terdengar semakin keras. Ruangan yang awalnya sunyi, mulai dipenuhi dengan suara desahan dan suara erangan.     

Keringat mulai mengalir dari tubuh mereka, tetapi mereka sama sekali tidak peduli.     

Panas dari tubuh mereka itu membuktikan bahwa mereka masih menginginkan satu sama lain.     

Begitu besar keinginan mereka untuk bersama sehingga hati mereka membara.     

Anya merasa tubuhnya semakin melayang. Tidak ada lagi keraguan, tidak ada lagi ketakutan.     

Yang ia rasakan hanyalah kenikmatan …     

Ketika mereka bersatu, mereka bersatu dengan sangat sempurna, seolah sama sekali tidak pernah terpisahkan.     

Seolah dua tahun perpisahan mereka itu tidak pernah terjadi.     

Seolah dua tahun perpisahan mereka itu hanyalah mimpi buruk belaka.     

Aiden menjatuhkan tubuhnya di atas tubuh Anya, sambil tetap menahan beratnya.     

Anya yang berada di bawah tubuhnya terengah-engah. Matanya terlihat seperti berkabut, menatap ke arah atas dengan tatapan menerawang.     

Aiden berusaha untuk mengatur napasnya dan menguburkan kepalanya di leher Anya, mencium aroma yang ia rindukan.     

Melihat leher indah, dengan rambut-rambut kecil yang menempel karena keringat, Aiden tidak bisa menahan diri untuk menciumnya.     

Ia mengulum leher Anya, ingin meninggalkan bekas cintanya di sana, tetapi ia khawatir Anya akan marah sehingga ia mengurungkan niatnya.     

Kemudian ia mencium telinga Anya, membuat tubuh Anya yang mulai melemas karena kelelahan kembali menegang.     

Tangan Aiden mulai naik ke atas dan mendarat di payudara Anya, meremasnya dan memainkan pucuknya.     

Anya bisa merasakan tiba-tiba ada 'sesuatu' yang kembali membesar.     

"Lagi?" tanya Anya dengan mata terbelalak.     

Sepertinya, malam mereka masih sangat panjang …     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.