Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Menemani Tidur



Menemani Tidur

0"Ibu menyuruh Aiden untuk memasak?" tanya Anya dengan terkejut saat melihat Aiden sedang berada di dapur, membantu ibunya.     

"Aiden yang memasak daging tumis dengan asparagus ini. Sekarang ia sedang menggoreng udang," Diana tersenyum sambil memberikan piring berisi masakan Aiden kepada Anya, memintanya untuk meletakkannya di atas meja.     

Anya merasa khawatir melihat masakan itu. Apakah Aiden bisa memasak?     

Ia tidak pernah melihat Aiden memasak sebelumnya. Semua makanan selalu disediakan oleh Hana.     

Anya melihat daging tumis asparagus yang ada di atas piring yang sedang dipegangnya dan diam-diam mengambil sebuah daging kecil, memasukkannya ke dalam mulutnya.     

Masakan itu sangat enak. Dagingnya lembut, seperti meleleh di mulut …     

Anya tidak bisa menahan dirinya dan mengambil sepotong daging lagi. Kebetulan, Alisa yang baru saja selesai mencuci tangan tidak sengaja melihatnya.     

"Mama, kamu tidak boleh mencuri," teriak Alisa.     

"Shh!" Anya meletakkan piring itu di atas meja dan berbisik pada Alisa, "Masakan ini buatan paman tampan, sangat enak. Kamu boleh mencobanya."     

"Tentu saja. mana mungkin masakan buatan pangeran tidak enak!" dengan wajahnya yang banga, Alisa mengulurkan tangannya.     

"Alisa …" Nadine memperingatkannya karena Alisa hendak menggunakan tangannya untuk makan. Ia langsung memberikan sebuah sendok kecil padanya.     

Alisa mencicipi sepotong daging dan langsung berteriak, "Pangeranku yang terbaik!"     

"Apakah kamu pernah melihat pangeran setua itu?" goda Anya.     

"Pangeranku tidak tua," Alisa tidak terima Anya menyebut Aiden sebagai pangeran tua.     

"Aiden masih memasak udang goreng. Aku akan melihatnya apakah udang gorengnya sudah matang," Anya bergegas masuk ke dalam dapur dan membawa keluar sebuah piring berisi udang goreng dengan brokoli.     

"Apakah benar pamanku yang memasaknya?" Nadine terlihat ragu. Ia tidak percaya pamannya yang gila kerja itu ternyata bisa memasak.     

"Kamu juga tidak percaya, kan? Ini benar-benar buatannya. Dan yang lebih mengejutkan lagi, masakannya sangat enak. Pamanmu memang serba bisa," Anya tidak bisa menahan diri untuk memujinya.     

"Pamanku tampan, kaya, bisa memasak dan bisa memanjakanmu. Lalu mengapa bibi masih ragu?" tanya Nadine.     

"Pamanmu begitu luar biasa sehingga aku tidak pantas mendapatkannya. Ayo makan," Anya menarik kursi dan duduk.     

Masakan terakhir yang Aiden bawa adalah telur orak-arik dengan kecambah. Dari dapur saja, aroma masakan itu sudah tercium.     

Diana membawa sebuah pot besar dan meletakkanya di atas sebuah tatakan, agar tidak merusak meja.     

"Sup apa ini ibu?" tanya Anya sambil membagikan mangkuk dan sendok.     

"Sup ayam. Makanlah yang banyak. Yang pertama untuk tuan Putri," kata Diana sambil memberikan mangkuk berisi sup ayam pada Alisa.     

"Terima kasih, nenek," Alisa menerimanya sambil tertawa.     

"Mangkuk kedua tentu saja untuk Aiden. Kamu sudah membantuku untuk memasak. Kamu harus makan banyak," Diana menyerahkan mangkuk itu pada Aiden.     

"Terima kasih, Ibu," Aiden menerimanya dengan penuh hormat.     

"Apakah sekarang giliranku?" Anya menatap ibunya dengan tatapan penuh harap.     

Diana mengabaikan Anya dan menoleh k earah Nadine. "Nadine, ini untukmu. Kamu sudah membantuku untuk menjaga Alisa beberapa hari ini. Terima kasih banyak."     

Nadine tertawa dan bergegas menerima mangkuk tersebut, "Bibi, jangan iri ya!"     

"Ibu, aku kan anakmu!" Anya berpura-pura sedih.     

"Kemampuan memasakku tidak cukup bagus, jadi Anya juga tidak terlalu bisa memasak. Selama dua tahun terakhir, aku belajar memasak dari Hana dan mengalami kemajuan yang cukup pesat," kata Anya sambil menyendok sup ke mangkuk. "Kalau kamu ingin menjadi istri dan ibu, kamu juga harus bisa memasak."     

"Aiden bisa melakukannya," kata Anya dengan sembarangan.     

Jawaban itu membuat semua orang menoleh.     

"Bibi, apakah kamu mau berbaikan dengan pamanku?" tanya Nadine dengan penuh semangat.     

Anya mengedipkan matanya berulang kali. Apa yang baru ia katakan.     

Ketika menyadarinya, wajah Anya langsung merona. "Bukan itu maksudku …"     

Tiba-tiba saja, Aiden menggenggam tangan Anya di bawah meja. "Tidak masalah Anya tidak bisa memasak. Kalau aku sibuk, Bu Hana bisa memasak atau kamu bisa pergi ke rumah ibu. Saat aku tidak sibuk, biar aku yang memasak untuknya."     

"Ahhh! Romantis sekali … Jomblo seperti aku tidak mampu mendengarnya!" goda Nadine.     

"Anya, Aiden adalah pria yang baik. Kesalahpahaman kalian kan sudah terselesaikan, setidaknya beri Aiden kesempatan lagi. Nanti kalau ada wanita lain yang merebutnya, kamu akan menyesal. Jangan menangis pada ibu," kata Diana.     

"Apa yang sedang kalian bicarakan?" Alisa menatap mereka semua dengan penasaran sambil makan.     

"Tidak ada. Ayo makan saja," Anya menundukkan kepalanya dan hendak menarik tangannya, tetapi Aiden menahannya.     

Dua tahun berlalu, sepertinya Aiden menjadi semakin tebal muka.     

Aiden yang dulu tidak akan berani melakukan hal ini. Ia pasti akan merasa gengsi.     

"Anya, bagaimana menurutmu?" desak Diana.     

"Ibu, beri aku waktu untuk berpikir, setidaknya setelah kompetisi berakhir. Aku tidak akan langsung menolaknya." Setelah itu, Anya mengalihkan pembicaraan. "Sekarang berikan sup-nya kepadaku."     

Diana memberikan mangkuk itu sambil tersenyum.     

Anya menoleh ke arah Aiden dan memelototinya seolah ingin berkata : 'Bisakah kamu melepas tanganku sekarang?'     

Aiden melepaskan tangan Anya, tetapi ia langsung bangkit berdiri dan menerima mangkuk itu dari tangan Diana. Kemudian, ia meletakkannya di hadapan Anya. "Makan pelan-pelan. Sup-nya masih panas."     

Diana dan Nadine menatap mereka berdua sambil senyum-senyum sendiri, membuat wajah Anya seperti terbakar. Ia benar-benar malu!     

"Aiden, jangan begini!" bisik Anya.     

Aiden mendengar Anya, tetapi ia berpura-pura bodoh. Ia mengambil sebuah udang goreng dan memberikannya pada Anya. "Coba ini, aku yang membuatnya."     

Alisa yang melihatnya langsung merasa iri. "Paman, aku juga ingin udang itu!"     

Aiden langsung menuruti permintaan Alisa dengan sabar. "Makan yang banyak putri kecil. Kamu harus cepat besar."     

"Aku akan menjadi setinggi mama dan lebih cantik darinya," kata Alisa dengan serius.     

Diana tertawa mendengar kata-kata Alisa. Ia semakin menyayangi gadis kecil itu.     

Setelah itu, mereka menikmati makan siang mereka dengan tenang, sambil berbincang-bincang.     

Setelah makan siang berakhir, Anya mengambil inisiatif untuk membersihkan meja dan mencuci piring. Aiden langsung pergi ke dapur untuk membantunya.     

Tidak sengaja, saat Anya membawa piring, tangannya tergelincir dan ia menjatuhkan sebuah piring.     

Ia langsung menunduk, berniat untuk mengambil pecahan piring itu, tetapi Aiden menghentikannya.     

"Nanti tanganmu terluka. Biar aku saja," Aiden langsung mengambil alih. Ia membuang semua pecahan yang berserakan di lantai dan mencuci piring.     

"Biar aku yang mencuci piringnya. Kamu sudah menemani Alisa seharian. Kalau kamu sibuk, pulanglah dulu," kata Anya.     

"Sebagai gantinya, temani aku." Aiden mengangkat jam di pergelangan tangannya dan melihatnya. "Saat kamu menemaniku, insomniaku sembuh."     

"Jadi?" Anya memandang Aiden dengan bingung.     

"Hari ini aku menemani Alisa hingga jam tiga sore. Gantinya, kamu harus tidur denganku hingga pagi," kata Aiden dengan serius.     

"Bilang saja kamu bercinta denganku! Aku bukan wanita panggilan seperti yang kamu bayangkan!" geram Anya. Ia bukan lagi wanita naif seperti dua tahun lalu. Ia bukan lagi wanita yang tidak tahu apa-apa.     

Bagaimana mungkin ia tidak memahami apa pikiran Aiden?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.