Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Mimpi yang Sama



Mimpi yang Sama

0Aiden tidak menyangka Anya akan mengambil inisiatif untuk menciumnya terlebih dahulu. Ia langsung membalas ciuman itu dengan hangat.     

Ia membawa Anya kembali ke kamar dan membaringkannya di tempat tidur.     

Tetapi Anya langsung menghindarinya dan bergulung di tempat tidur besar tersebut. "Mandi dulu. Kamu habis dari pantai tadi."     

"Tunggu aku," Aiden berbalik dan langsung masuk ke dalam kamar mandi secepat kilat.     

Anya berbaring di tempat tidur dan langsung menelepon ibunya. Ia masih khawatir dengan kondisi Alisa.     

"Bagaimana ibu? Apakah mereka sudah pergi?" tanya Anya.     

"Harris dan Nadine datang ke sini. Katanya, Toni sedang berada di dalam mobil bersama dengan supirnya. Tetapi mereka sudah pergi sekarang," kata Diana.     

"Hati-hati beberapa hari terakhir ini. Jangan biarkan orang-orang itu membawa Alisa pergi," kata Anya.     

"Nadine akan menginap di sini malam ini. Apakah kamu baik-baik saja? Beristirahatlah dan bersenang-senanglah beberapa hari ini," kata Diana sambil tersenyum.     

"Ibu …" Anya merengek, merasa malu saat ibunya menggodanya.     

Ketika ia sedang menelepon ibunya, ia tidak sadar gaun piyamanya sedikit terangkat.     

Pada saat yang bersamaan, Aiden keluar dari kamar mandi dan menghampirinya.     

Ia langsung mengecup pipi Anya dan membelai pahanya.     

Anya mendorong tubuh Aiden dengan malu. Ia masih telepon dengan ibunya!     

Tetapi Aiden tidak mau menyerah. Tangannya terus menelusuri tubuh Anya, membuat sekujur tubuh Anya bergidik.     

Anya menggertakkan giginya rapat-rapat, takut akan mengeluarkan suara aneh dan membuat ibunya tahu apa yang ia lakukan.     

"Anya, Aiden sangat mencintaimu. Karena semua kesalahpahamannya sudah selesai, setidaknya berikan ia kesempatan kedua. Kemarin, kamu tidak pulang sehingga ibu tidak bisa menceritakannya kepadamu," kata Diana sambil mengingat saat Bima datang ke rumahnya kemarin.     

"Ada apa ibu?" Anya menggigit bibirnya dan melotot ke arah Aiden. Tetapi Aiden terlihat seolah tidak melihatnya.     

"Siang kemarin, ayah Aiden datang ke rumah. Aku sudah bilang padanya bahwa mungkin kamu tidak akan bisa mengandung anak dan melahirkan keturunan bagi Keluarga Atmajaya. Ia bilang kamu masih muda dan bisa sembuh, selama kamu menjaga kesehatanmu. Dan ia juga bilang bahwa ia tidak mau mengurusi masalah anaknya lagi. Selama Aiden tidak keberatan, Keluarga Atmajaya akan menerimamu," kata Diana dari telepon. "Beri Aiden kesempatan lagi, Anya."     

"Ibu, biar aku yang mengurus semuanya sendiri. Dua hari lagi aku akan kembali," kata Anya dari telepon.     

"Jangan khawatir. Tidak ada masalah di rumah. Bersenang-senanglah. Ibu tutup teleponnya," kata Diana sebelum mengakhiri panggilan.     

Anya meletakkan ponselnya dan menepuk punggung Aiden dengan kesal. "Kamu sengaja?"     

"Bukankah kamu menyukainya?" Aiden tidak memberi Anya kesempatan untuk berbicara dan langsung mengulum bibirnya.     

Ciuman itu membuat Anya melupakan kekesalannya.     

Aiden langsung mengambil ponsel yang dipegang oleh Anya dan menyingkirkannya. Ia tidak mau Anya memikirkan hal lain. Hanya ia yang boleh menjadi fokus Anya …     

Ia menciumi leher Anya, membuat Anya mengangkat tangannya untuk menutup mulutnya. Anya merasa malu karena ia suara-suara desahan yang ia keluarkan.     

Aiden menahan tangan Anya di atas kepalanya dan terus menciumi seluruh tubuhnya.     

Rasanya tidak seperti kemarin malam saat ia sedang mabuk. Kemarin ia benar-benar tidak sadar apa yang terjadi. Tetapi sekarang ia benar-benar sadar total.     

"Aiden …"     

"Jangan takut," bisik Aiden di telinga Anya sementara tangannya melucuti pakaian Anya.     

Mendengar kata-kata Aiden, Anya memutukan untuk pasrah dan menerima semuanya. Ia menarik tangannya dari genggaman Aiden dan memeluk leher Aiden, sambil melepaskan piyama yang Aiden kenakan.     

Ia membalas ciuman Aiden dengan gairah yang sama.     

Sama seperti Aiden mencintainya, Anya juga benar-benar mencintai Aiden.     

Dulu, mereka saling mencintai. Dan dua tahun kemudian, mereka masih saling mencintai.     

Malam ini, adalah malam di mana mereka kembali bersama. Meski hanya tiga hari saja, malam ini akan menjadi malam yang tidak terlupakan di dalam benak mereka …     

Selama bersama dengan Anya, sakit kepala yang dirasakan oleh Aiden banyak berkurang. Ia tidak lagi mengalami insomnia parah.     

Setelah mereka bercinta, Aiden merengkuh Anya di dalam pelukannya. Mencium aroma Anya yang samar, Aiden langsung tertidur.     

…     

Anya tertidur dengan lelap hingga tiba-tiba ia terbangun dari tidurnya. Ia terbangun karena mendengar suara anak kecil di telinganya.     

Entah mengapa, suara itu terus terngiang dan tidak mau pergi.     

Anya membuka matanya dan melihat kamar itu sangat tenang. Entah dari mana suara anak kecil itu berasal. Mungkin dari benaknya, karena terlalu sering memikirkan mengenai anaknya …     

Kamar itu gelap, hanya disinari dengan cahaya kuning yang redup di atas kepalanya.     

Aiden sedang memeluk tubuhnya sambil tertidur dengan lelap. Tidurnya terlihat sangat nyenyak. Mungkin karena Aiden mengalami insomnia yang cukup parah dan tidak bisa tidur dengan tenang selama dua tahun terakhir ini.     

Begitu bersama dengan Anya, memeluk Anya, ia merasa tenang.     

Anya melepaskan tangan Aiden dari pinggangnya dengan pelan, berusaha agar tidak membangunkan Aiden.     

Setelah itu, ia melangkah menuju ke arah jendela kamar dan duduk di sebuah sofa. Jendela itu menghadap ke arah taman bunga iris yang dilihatnya tadi siang. Lautan bunga iris itu membuat hatinya sedikit tenang.     

Ia tidak bisa melupakan suara anak kecil yang terus memanggilnya. Anak itu tidak menangis dan juga tidak marah, hanya memanggilnya dengan sebutan 'ibu', seolah sangat merindukannya.     

'Ibu juga merindukanmu, Nak,' batin Anya.     

Ia menyandarkan kepalanya di sandaran sofa dan memejamkan matanya.     

…     

Merasakan tempat tidur yang dingin di sampingnya, Aiden terbangun. Ia tidak bisa tidur dengan tenang tanpa ada Anya di sampingnya. Dan juga, ada sebuah suara yang terus memanggilnya dan membangunkannya.     

Aiden bangkit dari tidurnya dan menatap ke arah kamar mandi. Pintu kamar mandi itu terbuka, menandakan bahwa Anya tidak berada di dalamnya.     

Setelah itu, ia memandang ke sekelilingnya dan menemukan tubuh kecil Anya meringkuk di sofa. Anya terlihat sedang memeluk lututnya dan menguburkan kepalanya pada lututnya tersebut.     

Mengapa Anya berada di sana?     

Aiden bangkit berdiri dan menghampirinya. Tangannya membelai pipi Anya dengan lembut.     

Anya langsung membuka matanya dan memandang Aiden yang sedang berlutut di hadapannya.     

"Ada apa? Mengapa kamu di sini?" tanya Aiden dengan suara lembut.     

"Aku tidak bisa tidur …" bisik Anya.     

Aiden langsung bangkit berdiri dan duduk di samping Anya. tangannya merengkuh Anya ke dalam pelukannya. Tangannya mengelus kepala Anya dengan lembut, berharap itu bisa menenangkan Anya dari apa pun yang mengganggu tidurnya.     

Anya menyandarkan kepalanya di dada Aiden dan kembali memandang ke arah luar jendela.     

"Aku terus mendengar suara anak kecil di telingaku. Anak itu memanggilku ibu …" katanya.     

Tangan Aiden langsung berhenti bergerak. Ia memandang ke arah Anya dan berkata pelan. "Aku juga memimpikan hal yang sama," kata Aiden.     

Anya seolah bisa mendengar suara hatinya retak. Apakah anak mereka datang ke mimpi mereka?     

Ia tidak mempercayai mitos ataupun hal-hal mistis. Tetapi tidak mungkin hal ini terjadi secara kebetulan.     

Bagaimana bisa ia dan Aiden memimpikan hal yang sama ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.