Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Malam yang Panjang



Malam yang Panjang

0"Aku? Menggodamu?" Anya merasa kesal mendengar Aiden terus menggodanya. Ia langsung membantah dengan keras, "Kalau kamu takut, aku akan memesan kamar sendiri!"     

Aiden tertawa kecil melihat reaksi Anya. Sekarang, Anya-nya telah menjadi wanita yang galak. Meski demikian, Aiden tetap mencintai kegalakan Anya.     

Bagaimana pun sifat Anya, Aiden tetap mencintainya.     

Malah melihat Anya yang berani dan percaya diri untuk melawannya seperti ini membuat Aiden semakin terpesona.     

"Aku tidak keberatan kamu goda, tetapi kamu harus mandi dulu," Aiden tidak memedulikan kemarahan Anya. Ia terus menggodanya sambil memasangkan sabuk pengaman Anya.     

Anya merasa semakin kesal kalau berbicara dengan Aiden sehingga ia memutuskan untuk mengabaikan Aiden. Ia mendengus dan mengalihkan pandangannya, bersandar di kursinya dan kemudian memejamkan mata.     

Begitu tiba di hotel, Anya sudah tertidur lelap di kursinya.     

Aiden menggendongnya dari mobil hingga ke kamar, sementara Anya seperti kucing kecil yang malas, menguburkan wajahnya di dada Aiden.     

Begitu masuk ke dalam kamar, Aiden tidak langsung menyalakan lampu, membiarkan ruangan itu tetap gelap agar cahaya dari lampu tidak mengganggu tidur Anya. Ia melangkah menuju ke tempat tidur yang besar dan membaringkan Anya di sana, sementara ia masuk ke dalam kamar mandi dan menyalakan air di bathtub.     

Anya bisa merasakan selimut yang hangat di punggungnya. Ia mengubah posisinya, mencari posisi tidur yang nyaman dan kemudian kembali menutup matanya.     

Anya menguburkan dirinya di dalam selimut dan sudah siap untuk tidur lelap, tetapi Aiden langsung menariknya keluar.     

"Apa? Aku ingin tidur!" kata Anya dengan kesal. Matanya setengah terpejam, antara mabuk dan mengantuk.     

"Mandi dulu sebelum tidur," Aiden kembali menggendong Anya dan membawanya ke kamar mandi. Saat tubuhnya diangkat, Anya merasa perutnya mual, mungkin karena efek alkohol yang diminumnya.     

Aiden meletakkan Anya di dalam bathtub dan memberikan sikat gigi padanya. "Gosok gigimu dulu."     

"Aku mengantuk," Anya menyandarkan kepalanya di ujung bathtub dan kembali memejamkan matanya dengan malas.     

Aiden hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. "Buka mulutmu," perintah Aiden itu membuat Anya membuka mulutnya dengan patuh dan Aiden langsung membantunya untuk menggosok gigi     

Setengah jam kemudian, Aiden sudah selesai memandikan Anya, membuat aroma alkohol dari tubuh dan mulut Anya menghilang. Ia membawa Anya kembali ke tempat tidur hanya dengan jubah mandi yang membungkus tubuhnya.     

Sebelum Aiden bisa memakaikan piyama pada Anya, Anya langsung menarik selimut untuk membungkus tubuhnya dan kembali tertidur.     

Melihat sikap Anya yang seperti ini, Aiden hanya bisa merasa kesal, sekaligus merasa terhibur dengan kelakuan Anya.     

Ia duduk di samping tempat tidur. Tubuhnya menunduk, mendekati Anya dan mengecup pipinya dengan lembut.     

Ruangan itu gelap tanpa adanya cahaya lampu. Anya merasa sangat lelah dan mengantuk, tetapi Aiden terus mengganggunya.     

"Suamiku, jangan berisik. Aku mengantuk," bisik Anya sambil mendorong tubuh Aiden. Ia tidak sadar dengan apa yang ia ucapkan. Alam bawah sadarnya seolah mengambil alih kendali pikirannya.     

Aiden langsung membeku di tempatnya. Ia menepuk pipi Anya dengan lembut dan bertanya. "Siapa aku?"     

"Aiden …" gumam Anya.     

"Siapa itu Aiden?" tanyanya lagi.     

"Suamiku," Anya berbalik dan menghadap ke arah Aiden, kemudian memeluknya dengan erat. "Jangan banyak tanya. Tidur. Kita bicara besok," gumamnya dengan tidak jelas.     

Anya memeluk Aiden dengan begitu erat, tidak berniat melepaskannya. Sementara itu, Aiden hanya bisa menahan diri untuk tidak menyentuh Anya. Saat ini, Anya sedang mabuk. Ia tidak mau melakukan apa pun kepadanya dalam kondisi seperti ini.     

Dalam tidurnya, Anya mengerutkan keningnya. Ia merasa kedinginan karena tubuhnya hanya ditutupi oleh sebuah jubah mandi yang tipis. Aiden juga tidak mau memeluknya, tidak memberikan sedikit pun kehangatan padanya.     

Ia meringkuk dan terus mendekat ke arah Aiden, sementara bibirnya yang dingin menyentuh leher Aiden, membuat sekujur tubuh Aiden bergidik.     

Sentuhan kecil itu saja membuat Aiden hampir kehilangan kontrol.     

Aiden mengelus wajah Anya dan menanamkan ciuman yang dalam di bibirnya, membuat Anya mendesah.     

Desahan itu akhirnya membuat Aiden lepas kendali. Ia menyingkirkan selimut yang melilit mereka dan memposisikan tubuh Anya di bawahnya.     

Tangannya mulai menjelajahi tubuh yang dikenalnya dan bibirnya menyentuh sisi leher Anya.     

"Aiden … jangan ganggu aku," meski mengeluh, Anya mengatakannya dengan suara manja, membuat Aiden tidak bisa berhenti. Ia memeluk Anya semakin erat.     

Napas mereka saling beradu, membuat tubuh mereka mulai berkeringat karena kobaran cinta mereka.     

"Panas," keluh Anya. Ia merasa bibir Aiden sangat panas setiap kali menyentuhnya.     

"Biar aku yang menghilangkan panasnya."     

Anya merasa sedikit bingung, tetapi otaknya tidak bisa berpikir dengan jernih. "Kamu tidur di sofa," Aiden mendorong tubuh Aiden dengan tangan kecilnya.     

"Tidak mau. Aku ingin tidur di sampingmu," jawab Aiden.     

"Aku pusing, kamu terus menggangguku. Kepalaku sakit," kata Anya sambil merengek seperti anak kecil.     

Aiden mengulurkan tangannya untuk memijat kepala Anya dengan lembut, membuat kerutan di kening Anya perlahan menghilang.     

Anya merasa kesadarannya hanya tersisa setengah.     

Ia bisa merasakan napasnya dan Aiden saling bertautan. Tangannya berada di atas kepalanya, dipegangi oleh Aiden sehingga ia tidak bisa bergerak.     

Bibir Aiden yang panas terus menjelajahi tubuhnya, membuat ia merasa semakin melayang.     

Meski dua tahun sudah berlalu, Ia masih bisa mengingat sentuhan Aiden …     

Ia masih ingat bagaimana cara Aiden menyusuri setiap lekuk tubuhnya …     

Ia masih ingat bagaimana Aiden mencumbu setiap jengkal tubuhnya …     

Ia masih ingat sensasi yang membuat jiwanya melayang ke langit ke tujuh …     

Hanya Aiden yang bisa membuatnya merasa seperti ini.     

Mereka menyatu dengan sempurna, seolah mereka tidak pernah terpisah …     

Seolah dua tahun yang berlalu itu hanyalah ilusi semata …     

Berada di pelukan Aiden seperti ini, membuat Anya tersadar betapa ia merindukan Aiden.     

Ia benar-benar merindukan pria ini. Ia benar-benar mencintainya!     

Saat membuka matanya dengan pandangan menerawang, Anya bisa melihat lampu di atas kepalanya bergoyang. Entah lampu itu yang bergoyang atau tubuh mereka yang tidak berhenti bergerak.     

Tangannya berusaha melepaskan diri dari genggaman Aiden. Tetapi setelah terlepas, Anya bukannya mendorong tubuh Aiden atau menjauh darinya. Ia malah memeluk leher Aiden, seolah ingin mengungkapkan betapa ia merindukannya.     

Ia ingin memberitahunya, betapa tersiksanya ia selama dua tahun ini, hidup tanpa ada Aiden di sampingnya.     

Tanpa sadar, air mata menetes dari sudut mata Anya.     

Aiden mengulurkan tangannya untuk mengusap air mata itu dengan lembut. Bibirnya mengecup sudut mata Anya dan dalam hati ia bersumpah tidak akan pernah meninggalkan Anya lagi.     

Ia tidak akan pernah membuat Anya menderita lagi …     

Malam itu menjadi malam yang sangat panjang untuk Anya dan Aiden. Selama dua tahun, Aiden menantikan Anya kembali ke sisinya.     

Sekarang, impiannya itu menjadi kenyataan. Bagaimana mungkin ia akan melewatkan malam ini begitu saja?     

…     

Keesokan paginya, ketika Anya membuka matanya, ruangan itu sudah terlihat terang. Tirai kamar setengah terbuka, menunjukkan bahwa matahari sudah menjulang tinggi di atas langit.     

Ia ingin merentangkan seluruh tubuhnya , tetapi entah mengapa seluruh tubuhnya terasa sakit.     

"Sudah bangun?" mendengar suara gerakan dari tempat tidur, Aiden langsung keluar dari kamar mandi. Ia menghampiri sisi tempat tidur dan menatap Anya dengan lembut.     

Melihat senyum di wajah Aiden, Anya merasa khawatir.     

"Aiden, apa yang kamu lakukan semalam? Mengapa seluruh tubuhku terasa sakit?" tanyanya dengan panik.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.