Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Tertidur Lelap



Tertidur Lelap

"Apakah kamu khawatir?" Begitu membuka matanya kembali, Aiden bisa melihat wajah Anya dengan jelas.     

Wajah itu terlihat khawatir saat memandangnya ….     

"Meski kita bukan suami istri lagi, aku tidak ingin ada hal buruk terjadi padamu," kata Anya dengan serius. Meski tidak berhubungan lagi, setidaknya mereka bisa menjadi teman.     

Aiden mengulurkan tangannya untuk membelai wajah Anya. "Aku akan baik-baik saja selama kamu ada di sisiku. Anya, kembalilah padaku ..."     

"Kita tidak bisa kembali lagi seperti dulu," Anya mengalihkan pandangannya. Ia memasang sabuk pengamannya dan mulai menyetir.     

Anya tidak mau membiarkan hatinya terluka lagi seperti dulu. Ia memang tidak mau membenci Aiden lagi karena Aiden tidak melakukan kesalahan apa pun selama ini. Aiden juga korban, sama seperti dirinya.     

Tetapi bukan berarti Anya mau kembali bersama dengan Aiden lagi.     

Bagaimana kalau kejadian yang serupa terulang lagi? Ia tidak mau hatinya terluka untuk kedua kalinya ...     

Mengikuti arahan dari GPS, ia menemukan sebuah hotel bintang empat. Aiden langsung menuju ke meja resepsionis dan memesan kamar di terbaik di lantai teratas.     

Melihat bahwa Aiden hanya memesan satu kamar, Anya langsung mengeluarkan dompetnya. "Aku ingin memesan satu kamar lagi …"     

"Aku tidak bisa membiarkan kamu sendirian," Aiden langsung menyita dompet Anya dan mengambil kartu kunci kamar dari petugas resepsionis, kemudian menarik tangan Anya ke arah lift.     

"Aiden, lepaskan aku!" Anya berusaha untuk melepaskan tangannya, tetapi pegangan Aiden terlalu kuat.     

"Aku akan tidur di sofa. Kamu bisa tidur di tempat tidur," kata Aiden.     

Anya terdiam mendengarnya. Ia tidak ingin sekamar dengan Aiden.     

Bukannya ia tidak percaya dengan Aiden. Ia lebih tidak percaya pada dirinya sendiri …     

"Aku tidak akan melakukan apa pun padamu. Aku hanya tidak mau membiarkan kamu berada di kamar sendirian," kata Aiden.     

"Kita sudah bercerai. Tidak seharusnya kita menginap satu kamar. Aku sudah terbiasa hidup sendirian di luar negeri. Aku tidak apa-apa sendirian," kata Anya, berusaha untuk menolaknya.     

"Kamu tidak tinggal sendiri di luar negeri. Aku yang mengatur teman sekamarmu," Aiden menarik tangan Anya ke dalam lift dan memencet tombol lantai merek.     

"Apa?" Anya melotot ke arah Aiden dengan tidak percaya.     

Selama dua tahun Anya berada di Perancis, Aiden tidak pernah menghubunginya. Anya bahkan berpikir bahwa Aiden telah menghapus nomornya dan memblokir semua kontaknya.     

Tetapi sekarang Anya mendengar bahwa Aiden lah yang mengatur teman sekamarnya di luar negeri …     

Aiden menggandeng tangan Anya hingga tiba di kamar. Hotel tersebut adalah hotel terbagus di daerah itu dan kamar itu adalah kamar terbaik sehingga ukurannya pun cukup luas.     

Sebuah sofa panjang ditempatkan di depan jendela kaca yang besar, dipisahkan dari tempat tidur double bed oleh sebuah sebuah penghalang dari kayu.     

"Istirahatlah dulu setengah jam. Setelah itu kita akan makan malam," Aiden langsung menuju ke area sofa dan menata bantalnya.     

"Jam berapa kita kembali ke panti asuhan itu lagi?" tanya Anya.     

"Sekitar jam delapan malam," jawab Aiden.     

"Apa tidak terlalu malam?"     

"Hmm … " gumam Aiden tanpa menjelaskannya. Anya hanya bisa pasrah dan percaya pada Aiden. Ia yakin Aiden sudah punya rencana sehingga ia tidak lanjut bertanya.     

Aiden berbaring di sofa, merasakan sakit yang menusuk di pelipisnya. Kemudian, ia mengulurkan tangannya untuk memijat kepalanya.     

Anya sedang mengambil air minum ketika melihat Aiden memijat kepalanya.     

"Apakah kepalamu sakit?" Anya mendekati Aiden dan menawarkan diri untuk memijatnya.     

Waktu seperti kembali ke dua tahun lalu, ketika Anya sering memijat Aiden saat Aiden kelelahan. Dulu, ia tidak tahu bagaimana cara memijat orang. Ia bahkan harus mencari tahu dan mempelajari teknik-teknik pijat dari internet untuk menyenangkan hati Aiden.     

"Apakah kurang keras?" tanya Anya.     

"Tidak. Sudah pas," Aiden mengerutkan keningnya, seperti sedang menahan rasa sakit kepalanya.     

Jari-jari Anya menyentuh kening Aiden yang berkerut, "Jangan pikirkan apa pun. Istirahatlah sejenak."     

Anya tidak berhenti sedikit pun hingga tangannya terasa pegal. Ketika ia menunduk, ia melihat Aiden sudah tertidur.     

Tidak tahu apakah karena pijatannya atau karena terlalu lelah, Aiden terlihat tidur dengan nyenyak.     

Mereka tiba di hotel pukul enam malam. Awalnya, Anya pikir mereka akan makan malam pukul tujuh dan segera kembali ke panti asuhan itu untuk mencari informasi.     

Tetapi Aiden tidak bangun juga hingga jam menunjukkan pukul delapan malam. Anya ingat Tara mengatakan bahwa Aiden mengalami insomnia yang parah dan jarang bisa tertidur nyenyak, sehingga ia tidak tega membangunkan Aiden.     

Ketika terbangun, Aiden melihat Anya sedang duduk di pinggir jendela sambil memeluk lututnya.     

"Sudah berapa lama aku tertidur?" Aiden memijat lehernya. Ia tertidur di sofa sehingga lehernya terasa kaku.     

"Anya melihat jam di ponselnya. "Kamu tertidur sekitar pukul enam. Sekarang pukul setengah sembilan. Jadi, kamu tidur dua jam setengah."     

"Mengapa kamu tidak membangunakn aku?" Aiden langsung bangun dan bangkit berdiri dari kursinya.     

"Apakah kita tidak makan dulu?" tanya Anya.     

"Sudah terlalu malam," Aiden segera masuk ke dalam kamar mandi dan mencuci mukanya. Setelah keluar dari kamar mandi, ia terlihat jauh lebih segar dari sebelumnya.     

Mereka segera berangkat menuju ke panti asuhan tersebut dan memarkirkan mobilnya di tempat sebelumnya. Kemudian mereka berjalan lagi.     

Ketika Aiden tertidur, Anya tidak berani meninggalkannya sendirian untuk membeli sandal, sehingga ia meminta tolong pada petugas hotel untuk mencarikannya sandal.     

Aiden mengambil tasnya dari kursi belakang dan kemudian menggandeng tangan Anya ke panti asuhan tersebut.     

Anya balas menggenggam tangan Aiden dan bertanya dengan cemas. "Apakah menurutmu ada orang yang menyelamatkan anak-anak itu? Atau mereka kabur dan meninggalkan mereka semua?"     

"Orang-orang yang bekerja di panti asuhan bukanlah orang-orang jahat. Mereka bekerja di sana karena panggilan hidup mereka. Kalau ada kebakaran yang terjadi, mungkin sulit untuk menyelamatkan semuanya. Tetapi setidaknya mereka pasti berhasil menyelamatkan beberapa orang," kata Aiden.     

Anya mengangguk. Ia juga merasa tidak mungkin kalau semua anak-anak itu meninggal di dalam kebakaran, tanpa ada satu pun yang selamat.     

Begitu mereka tiba di depan pintu panti asuhan, waktu sudah menunjukkan lebih dari jam sembilan. Tempat tersebut terlihat jauh lebih sepi dibandingkan sebelumnya.     

Hanya ada satu orang tersisa yang sedang membereskan barang. Orang tersebut adalah penjaga panti yang sebelumnya bertemu dengan mereka.     

"Mengapa kalian datang lagi malam-malam seperti ini?" tanya orang tersebut.     

"Istriku dan aku datang dari jauh untuk mencari orang tuanya. Aku harap kamu bisa membantu kami," Aiden mengambil tasnya, mengeluarkan segepok uang dan meletakkannya di atas meja.     

Pria tersebut memandang uang di atas meja dengan wajah yang malu, "Aku sudah berjanji untuk tidak mengatakan apa pun."     

Aiden mengeluarkan segepok uang lagi dan berkata, "Aku bisa pastikan tidak akan ada orang yang tahu kalau kamu membuka mulut."     

"Ini …" melihat uang yang ada di atas meja, pria tersebut terlihat goyah. "Pada saat itu, ada seorang wanita muda yang menjadi sukarelawan di panti ini. Ia datang untuk mencari putrinya, tetapi tidak menemukannya di antara anak-anak perempuan yang ada di panti ini."     

"Apakah ia pergi setelah kebakaran itu terjadi? Apakah ada anak yang selamat?" tanya Anya.     

"Tidak mungkin seorang wanita muda sepertinya bisa menyelamatkan anak-anak dalam kebakaran," pria itu menghela napas panjang. "Kasihan sekali anak-anak itu."     

"Dari mana wanita itu berasal dan siapa namanya?" Aiden mengeluarkan segepok uang lagi dan meletakkannya di atas meja.     

"Sudah 20 tahun lebih berlalu. Aku tidak ingat," kata pria itu.     

"Coba ingat baik-baik. Kalau kamu bisa memberi kami informasi, semua ini akan menjadi milikmu," kata Aiden dengan tenang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.