Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Setuju



Setuju

0"Kak Keara, pamanku sedang makan siang. Ia pasti kesal kalau ada yang mengganggunya. Bagaimana kalau kamu menitipkan pesan lewat aku saja?" Nadine tersenyum manis saat menghadang Keara.     

"Nadine, apakah kamu yakin ingin menghalangiku?" Keara menyingkirkan tangan Nadine dari pundaknya. "Apakah kamu tidak tahu perasaanku terhadap pamanmu?"     

Semua orang di sekeliling menjadi semakin terkejut ketika melihat Nadine berani menghentikan Keara.     

"Woah! Nadine berani sekali menghentikan Keara."     

"Dasar bodoh. apakah kamu tidak tahu nama belakangnya? Nama belakang Nadine adalah Atmajaya."     

"Kamu pikir dia siapa?"     

"Nadine Atmajaya? Apakah ia adik Nico Atmajaya?"     

"Iris memiliki banyak orang hebat. Anya adalah kekasih Aiden dan Nadine adalah keponakan Aiden. Selain itu, mantan kekasih Aiden membuka toko tepat di hadapan kita hanya untuk bersaing dengan kekasih yang sekarang."     

"Benar sekali."     

Mila yang melihat semua orang mulai bergosip langsung menegur mereka. "Apakah kalian tidak punya kerjaan lain? Mengapa kalian malah bergosip di sini?"     

Para wanita itu langsung melarikan diri, meninggalkan Nadine dan Keara membeku di tempatnya.     

"Aku tahu perasaanmu terhadap paman. Tetapi aku juga tahu bahwa hati paman bukan untukmu. Kak Keara, tolong pergilah!" Nadine bersikukuh, tidak membiarkan Keara naik ke lantai atas untuk menghancurkan kebersamaan Anya dan Aiden.     

"Nadine, aku lebih cocok dengan Aiden dibandingkan Anya. Aiden juga mencintaiku dan Anya hanyalah penggantiku," kata Keara dengan marah.     

"Cemburu dan iri pada orang lain membuatmu sangat buruk rupa. Dengan wajah seperti itu, tidak heran pamanku tidak menyukaimu. Apakah kamu tahu bahwa perbuatan buruk akan mendapatkan ganjarannya? Orang yang berhati buruk tidak akan bisa hidup dengan tenang," Nadine tidak mengatakannya dengan jelas, tetapi ia menunjukkan kepada Keara bahwa ia sudah tidak berada di pihaknya lagi. Setelah Aiden dan Harris menasihatinya, Nadine sudah memahami siapa yang benar dan siapa yang salah.     

Selama bertahun-tahun, Nadine harus berjuang di luar sana, tidak berani kembali ke rumah. Semuanya karena wanita di hadapannya.     

Karena Keara mengubah hasil tes DNA itu, Anya dan Aiden harus bercerai dan mereka harus kehilangan anak mereka.     

Tidak sampai disitu. Sekarang Keara masih ingin mengganggu hubungan paman dan bibinya yang perlahan pulih. Nadine tidak akan pernah tertipu lagi.     

"Nadine, apa maksudmu?" Keara berpura-pura polos. "Apakah ada seseorang yang mengatakan hal buruk tentangku di hadapanmu? Kita sudah berteman selama bertahun-tahun. Bukankah kamu yang paling mengerti aku?"     

Mendengar pertengkaran dari lantai bawah, Anya tidak bisa tinggal diam. Ia bukan Aiden yang bisa mengabaikan semua ini begitu saja dan makan dengan tenang.     

"Mengenal orang bukan berarti memahami isi hatinya. Keara, pergilah dari sini. Iris tidak menerima kedatanganmu," Anya muncul di atas tangga lantai dua.     

"Kamu pikir kamu siapa? Beraninya kamu berbicara seperti itu kepadaku? Aku ke sini bukan untukmu," Keara mengatakannya dengan sinis.     

"Aiden, cepat urus mantan kekasihmu ini. Kalau tidak, kamu juga pergilah dari sini bersama dengannya," Anya memanggil nama Aiden dengan nada yang kesal.     

Ia tidak ingin berhubungan lagi dengan Aiden.     

Tetapi sekarang ia malah harus terlibat dengan Aiden dan juga Keara.     

Bisakah ia menjalani hidupnya dengan tenang? Ia tidak mau terlibat dengan orang-orang ini …     

Begitu mendengar namanya dari mulut Anya, Aiden tidak bisa pura-pura tidak ada di sana dan mengabaikan semuanya. Ia berjalan keluar dari kantor Anya dan berdiri di samping Anya, merangkul pundak Anya dengan tangan besarnya. Matanya penuh dengan kelembutan saat menatap ke arah Anya. "Marah?"     

"Menurutmu? Kalau kamu mau datang ke sini, setidaknya jangan membawa masalah seperti ini. Aku tidak mau melihatnya."     

Melihat Keara membuat Anya terus teringat tentang semua masalah yang menimpanya. Karena perbuatan Keara, ia harus bercerai dari Aiden dan kehilangan anaknya.     

Kalau memungkinkan, Anya benar-benar ingin mencekik Keara hingga kehabisan napas.     

"Apakah kamu mau keluar sendiri? Atau kamu butuh bantuan dari pengawalku?" kata Aiden dengan dingin.     

"Aiden, kamu tidak bisa memperlakukanku seperti ini. Aku … aku sedang mengandung anakmu!" kata Keara.     

Nadine terkejut mendengarnya. Tetapi saat melihat wajah dingin pamannya, ia tahu bahwa semua ini tidak benar.     

Meski demikian, Nadine takut Anya akan kembali salah paham dengan ucapan Keara yang sembarangan. "Apa yang kamu bicarakan? Bagaimana mungkin kamu bisa hamil anak pamanku?"     

"Aiden, aku sedang hamil anakmu. Begitu Anya kembali ke Indonesia, kamu langsung berhubungan lagi dengannya. Bagaimana dengan anak di dalam kandunganku?" tanya Keara dengan marah.     

Wajah Anya terlihat dingin saat ia memandang ke arah Keara. Kemudian, ia memandang ke arah Aiden. "Kamu sudah punya anak darinya. Apa yang kamu inginkan lagi dariku?"     

"Cemburu?" Aiden terkekeh.     

"Siapa yang cemburu? Orang yang membunuh anakku ada di depanmu. Kalau kamu tidak membalaskan dendamku padanya dan malah memiliki anak dengannya, itu artinya kamu pantas mati dengannya." Anya mengatakannya sambil menggertakkan giginya. Setelah itu, ia berbalik dan hendak masuk ke dalam kantornya. Ia sudah tidak tahan harus berada di tempat yang sama dengan pembunuh anaknya.     

Aiden mengulurkan tangannya dan memeluk pinggang Anya, menariknya kembali ke dalam pelukannya. "Apa maksudmu?"     

"Apakah masih kurang jelas? Kalian semua adalah pembunuh anakku. Walaupun aku tidak bisa melakukan apa pun padamu sekarang, aku tidak akan diam saja. Setidaknya, kamu harus membalaskan dendam untuk anakku," Anya mendorong tubuh Aiden menjauh darinya.     

Tetapi pelukan Aiden di pinggangnya semakin mengerat. "Siapa yang lebih kamu percayai? Dia atau aku?"     

"Aku tidak percaya padanya, tetapi aku juga tidak bisa percaya padamu. Aiden, berhenti memaksaku seperti ini," Anya meronta dan berusaha untuk melepaskan diri dari pelukan Aiden.     

Namun, Aiden mengabaikan semua kata-kata Anya. Ia tidak melepaskan tangannya yang memeluk pinggang Anya dan menggunakan satu tangannya yang masih terbebas untuk memegang belakang kepala Anya dan mencium bibir Anya di hadapan semua orang.     

Mata Anya terbelalak dengan lebar. Ia mengangkat kakinya dan menginjak kaki Aiden sekeras mungkin, membuat Aiden melenguh kesakitan dan melepaskannya.     

Semua orang yang ada di sekitar sana juga sama terkejutnya dengan Anya.     

"Astaga, apa yang baru saja aku lihat?"     

"Ahh! Mataku …"     

"Aiden mencium Anya!"     

"Tetapi Anya menginjak kaki Aiden dengan keras. Dari suaranya, sepertinya terdengar sangat sakit."     

"Kejam sekali. Mungkin Aiden memang menyukai wanita kuat seperti itu."     

Anya berdiri di lantai dua dengan tegak dan memandang Keara dengan dingin. "Keara, mungkin tidak ada satu orang pun yang tahu apa yang telah kamu lakukan kepadaku. Tetapi suatu hari nanti, aku akan menuntut pembalasan atas semua perbuatanmu. Aku akan membuatmu membayar semuanya. Jangan pernah muncul lagi di hadapanmu. Bagaimana pun juga, kamu berhutang nyawa padaku."     

Pandangan Keara terlihat goyah, terkejut melihat Anya yang seperti ini.     

Anya yang dikenalnya adalah wanita yang penakut dan pemalu. Tanpa Aiden, Anya yang dulu tidak akan bisa berbuat apa-apa.     

Tetapi sekarang, Anya berdiri tegak di hadapannya dan mengancamnya secara terang-terangan.     

Aiden memandang Anya dengan tatapan hangat, merasa sangat bangga terhadapnya. Setelah itu, matanya beralih pada Keara dan menjadi sedingin es.     

Tatapan itu terlihat sangat kelam seperti sebuah jurang yang tidak berujung seperti ingin menenggelamkan Keara ke dalam kegelapan. Bibirnya tersenyum sinis dan jijik saat memandang Keara dari atas, membuat Keara tidak berani mengangkat kepalanya.     

"Keara, apa yang tadi kamu katakan? Aku tidak mendengarmu dengan jelas," katanya dengan dingin.     

"Aku …" Keara bisa merasakan kemarahan Aiden yang terpancar dari auranya.     

"Paman, ia bilang ia mengandung anakmu!" jawab Nadine dengan marah. "Itu tidak benar kan?"     

"Apakah benar?" Aiden turun selangkah demi selangkah. Setiap langkah yang diambil oleh Aiden membuat hati Keara semakin tenggelam ke jurang.     

Begitu mereka berhadapan, Keara bisa merasakan sekujur tubuhnya gemetaran.     

Selama ini, Aiden selalu menyembunyikan perasaannya dengan baik sehingga tidak ada satu orang pun yang paham apa yang ia pikirkan. Tetapi sekarang kemarahan Aiden terpancar dengan jelas. Kemarahan itu seolah telah mencapai puncaknya.     

"Coba katakan sekali lagi. Apa benar kamu hamil?"     

"Aku … Maafkan aku karena melakukannya tanpa seijinmu," Keara memandang Aiden dengan tatapan memelas dan wajah yang polos. "Aku benar-benar mencintaimu. Jadi aku rela mengandung dan melahirkan untukmu."     

Mata Aiden terlihat semakin kejam saat mendengar setiap kata yang terlontar dari bibir Keara. Ia tetap terlihat sangat elegan meski wajahnya memandang Keara dengan sinis. "Kalau memang kamu hamil, anak itu harus dilahirkan!"     

"Kamu setuju aku melahirkan anak ini?" Keara menatap Aiden dengan terkejut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.