Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Tidak Menentang



Tidak Menentang

0"Kalau keluarganya tidak keberatan, apakah kamu mau menerimanya?" tanya Diana dengan hati-hati.     

Anya tidak ingin menjawab pertanyaan yang berandai-andai itu, karena ia yakin Bima tidak akan setuju kalau Aiden tidak bisa memiliki anak.     

Mana mungkin ada orang tua yang rela anaknya menikah bersama wanita yang tidak bisa memberikan keturunan sepertinya?     

"Kamu masih mencintainya. Tetapi kamu menolaknya karena kondisimu saat ini kan?" tanya Diana, tidak memberi Anya kesempatan mengelak.     

"Meski kondisiku baik-baik saja sekali pun, aku tidak berniat memiliki anak sekarang. Aku tidak punya waktu untuk memikirkan pria," Anya menghela napas panjang.     

"Kamu masih muda. Kamu masih bisa memiliki anak sebelum usiamu 30. Ibu tidak bermaksud untuk mendesakmu, tetapi lebih baik kamu pikiran semuanya baik-baik." Sekarang Diana menyadari bahwa apa yang dipikirkan oleh putrinya bukanlah kesehatannya maupun Aiden. Tetapi Anya takut Keluarga Atmajaya akan menolaknya karena ia tidak bisa memiliki anak.     

Anya hanya bisa diam saat mendengar kata-kata ibunya seolah sedang memikirkan kembali semua keputusannya.     

…     

Keesokan harinya …     

Hari sangat cerah, Alisa sedang bermain di taman sementara Diana menjemur pakaian di taman,     

Sekitar pukul sepuluh pagi, Diana sedang mengambil hasil panen sayur-sayuran di tamannya saat Bima tiba-tiba datang.     

"Apakah kamu sedang sibuk?" Bima tersenyum saat berdiri di depan pagar, mengamati Diana yang sedang bekerja di tamannya sambil membawa sebuah keranjang besar.     

Diana mengangkat kepalanya mendengar suara itu. Begitu melihat Bima, ia langsung bangkit berdiri dan membuka pintu pagar.     

"Silahkan masuk," kata Diana.     

Bima melihat keranjang yang penuh sayuran dan masih kotor karena tanah. "Apakah kamu menanamnya sendiri?"     

"Iya. Aku suka menanam bunga dan juga sayur-sayuran untuk menghabiskan waktu. Aku sudah tua dan tidak punya pekerjaan lagi," kata Diana, tidak menawarkan Bima untuk masuk ke dalam rumahnya. "Apakah kamu keberatan kalau kita berbicara di luar saja?"     

"Tidak apa-apa, kebetulan hari ini tidak terlalu panas. Udaranya juga cukup segar," Bima duduk di salah satu kursi panjang di taman.     

"Mau teh?" Diana menawarkan teh kepada Bima, tetapi tangannya kembali sibuk melakukan pekerjaannya, mengambil sayur-sayuran di tanah.     

Bima bisa melihat sikap Diana yang dingin kepadanya dan berkata dengan sabar, "Aku tidak haus. Aku datang hari ini untuk membahas masalah anak kita."     

"Oh?" jawab Diana dengan tidak peduli dan kembali melanjutkan aktivitasnya seolah Bima sama sekali tidak ada di sana.     

"Nenek, ada sarang burung di pohon itu! Aku ingin mengambil telurnya!" teriak Alisa dengan penuh semangat. Tiba-tiba gadis kecil itu muncul sambil menunjuk ke arah pohon di belakangnya.     

Diana menoleh sambil tertawa melihat celotehan gadis kecil yang manis itu. "Di sarang burung itu ada ibu burungnya. Nanti ibu burung akan marah kalau kamu mengambil telurnya!" Diana menggoda Alisa.     

Alisa terlihat berpikir sejenak dan kemudian menjawab, "Aku tidak jadi mengambilnya!" Setelah itu, Alisa kembali berlarian di taman, melihat segala sesuatu di sekelilingnya dengan tatapan penasaran.     

Kebetulan ini adalah musim bunga mekar sehingga bunga-bunga di taman Diana terlihat sangat indah. Alisa mengamati setiap bunga itu dengan binar di matanya, seolah berusaha untuk mengenal bunga-bunga itu satu per satu.     

Bima memandang gadis kecil yang berlarian di taman itu dengan hati yang sedih.     

Kalau saja dua tahun lalu anak yang dikandung Anya tidak meninggal …     

Kalau saja anak itu lahir dengan selamat, mungkin suatu hati nanti ia juga akan berlarian di taman seperti anak ini ...     

"Anak itu …"     

"Anak angkat Anya," jawab Diana dengan suara pelan.     

Bima menghela napas panjang dengan penuh kesedihan. "Kami sangat minta maaf kepada kamu dan terutama pada Anya. Aku tahu sudah terlambat bagi kami untuk menyesal. Saat itu, kami juga tertipu. Kami tidak hanya gagal menemukan putri Maria, tetapi Aiden dan Anya juga harus berpisah karnea kejadian itu. Anak ini … Sepertinya Anya masih belum bisa melupakan anaknya …"     

"Anya bilang Alisa membuatnya merasa lebih tenang. Dua tahun lalu, Anya memiliki kesempatan untuk melanjutkan studinya di luar negeri, tetapi ia lebih memilih anaknya. Sekarang, ia sudah tidak punya kesempatan lagi …" kata Diana.     

"Apa maksudnya?" tanya Bima sambil menoleh ke arah Diana.     

"Kejadian dua tahun lalu berdampak buruk pada tubuh Anya. Selain itu, dua tahun terakhir ini ia sibuk belajar dan tidak menjaga kesehatannya. Mungkin akan sulit baginya untuk hamil di masa depan," kata Diana dengan terang-terangan. Ia tidak berniat menutupinya sama sekali.     

Ia mengatakan agar Bima tahu apa yang telah ia perbuat pada putrinya.     

Bima sudah mendengar semuanya dari Aiden dan sekarang ia mendengarnya sekali lagi dari Diana. Sepertinya semua itu memang benar.     

Ia tahu bahwa putranya sangat mencintai Anya sehingga Bima berusaha untuk menghibur Diana. "Anya masih sangat muda. Asalkan ia mau menjaga kesehatannya, ia akan kembali pulih."     

"Bagaimana kalau ia tidak bisa pulih? Aku juga pernah mengalami hal yang sama. Setelah melahirkan anakku yang pertama, aku tidak bisa mengandung lagi," Diana mengangkat kepalanya saat mengatakan hal ini dan memandang mata Bima dengan berani. "Kami sadar diri bahwa Keluarga Atmajaya tidak akan mau memiliki menantu yang tidak bisa memberikan keturunan."     

Bima memandang tatapan Diana itu dan tahu apa jawaban yang diinginkan oleh Diana. Bima bahkan tidak terlihat ragu saat menjawabnya. "Aku tidak berhak ikut campur dalam kebahagiaan anakku. Aiden tidak keberatan kalau Anya tidak bisa memiliki anak, mengapa aku harus menentangnya? Dua tahun lalu, aku membohonginya dan menyuruh Maria untuk menggugurkan kandungan Anya. Dua tahun lalu, aku yang memisahkan mereka. Hari ini aku datang untuk mengatakan bahwa aku tidak berniat ikut campur lagi dalam urusan mereka. Aku pernah ikut campur dan melakukan sebuah kesalahan besar yang tidak bisa dimaafkan. Sekarang, aku hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk mereka," kata Bima sambil tersenyum.     

Ketika mendengar kata-kata Bima, mata Diana memerah, berusaha untuk menahan perasaan haru di hatinya. Akhirnya, ia mengundang Bima masuk ke dalam rumah dan membuatkan teh untuknya.     

Di siang hari, Diana meminta bantuan Hana untuk menyiapkan makan siang karena Diana tidak tahu makanan apa yang disukai oleh Bima. Setelah itu mereka menghabiskan makan siang bersama, dengan Hana dan juga Alisa.     

Sebelum pulang, Diana membawakan beberapa sayuran untuk Bima. Tidak lupa, ia memetik beberapa bunga segar dan membuatnya sebagai buket untuk dititipkan kepada Maria.     

Melihat semua itu, hati Bima terasa sangat hangat. Ia tidak berani berharap Diana akan memperlakukannya sebaik ini setelah apa yang ia lakukan pada putrinya. "Terima kasih, untuk semuanya …"     

"Kita adalah keluarga, tidak perlu sungkan. Lain kali kita bisa makan bersama lagi," kata Diana.     

Setelah mengantar Bima pergi, Diana kembali ke rumah, melihat Alisa sudah tertidur karena kelelahan.     

"Maaf aku harus meminta bantuanmu secara mendadak hari ini," kata Diana sambil tersenyum pada Hana.     

Hana hanya tertawa mendengarnya. "Aku senang kamu meminta bantuanku. Tidak perlu terlalu formal seperti itu! Kita sudah lama berteman."     

"Beristirahatlah dulu. Aku akan memotong buah dan mengambilkan minuman untuk kita mengobrol."     

"Biar aku bantu," Hana mengikuti Diana masuk ke dalam dapur.     

….     

Di tempat parkir mall Atmajaya Group, Aiden baru saja mau turun dan makan siang bersama dengan Anya ketika Bima meneleponnya.     

"Ada apa?" tanya Aiden dengan suara dingin.     

"Aku pergi bertemu dengan Diana tadi," kata Bima.     

"Bisakah kamu memberitahuku terlebih dahulu kalau ingin melakukan sesuatu?" kata Aiden dengan marah. Ia tidak mau ayahnya menghancurkan semuanya lagi seperti yang ia lakukan dua tahun lalu.     

Sekarang ia sedang berusaha keras untuk mendapatkan hati Anya kembali dan ia tidak mau semua usahanya itu gagal.     

Ia tidak bisa hidup tanpa Anya ...     

"Diana memberiku sayur-sayuran hasil tanamannya dan juga buket bunga dari tamannya untuk Maria. Tadi siang, aku makan siang bersamanya di rumahnya. Suasananya sangat menyenangkan di sana. Kapan kamu akan membuatkan ayah rumah seperti itu untuk aku tinggali di hari tuaku?" kata Bima dari telepon, tidak memedulikan kekesalan putranya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.