Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Jangan Menungguku



Jangan Menungguku

0Anya merasa kepalanya semakin pusing. Ia tidak menyangka situasinya malah akan menjadi seperti ini.     

"Aiden, jangan menungguku. Kamu pantas mendapatkan wanita yang lebih baik," Anya menatap Aiden sambil tersenyum. "Mulai hari ini, kita berbaikan. Aku tidak ingin membencimu lagi."     

"Tetapi aku masih mencintaimu. Aku tidak menginginkan wanita lain yang lebih baik. Aku hanya ingin kamu," tidak mudah bagi Aiden untuk mengungkapkan hal ini di depan semua orang. Tetapi ia takut akan kehilangan kesempatannya untuk mengatakan hal ini.     

Mata Anya terlihat sedikit memerah, tetapi ia berusaha untuk tetap tenang. "Aku mungkin saja tidak akan bisa hamil lagi dan tidak bisa memberimu anak. Selain itu, aku masih ingin berada di dunia parfum. Aku tidak akan beralih pekerjaan hanya untuk membuatmu senang."     

"Aku tidak memintamu untuk meninggalkan pekerjaanmu. Dan aku juga tidak keberatan kalau aku tidak memiliki anak. Tetapi aku tidak bisa hidup tanpamu," Aiden menggenggam tangan Anya dengan erat, tidak membiarkan Anya untuk lari darinya.     

"Sepertinya kamu tidak percaya dengan kemampuanku," tiba-tiba saja Tara ikut nimbrung dalam pembicaraan mereka.     

"Sebagai seorang dokter gigi, lebih baik kamu diam di saat-saat seperti ini," Nico mengacak-acak rambut Tara.     

"Apa salahnya menjadi seorang dokter gigi? Aku tetap bisa menyembuhkan Anya. Aku bahkan bisa membuatnya memiliki anak sebanyak tim sepak bola! Apakah kamu tidak percaya?" bantah Tara sambil menepis tangan Nico dari kepalanya.     

"Kamu hanya bermulut besar!" Nico sengaja memancing kekesalan Tara.     

"Bagaimana kalau aku bisa melakukannya?"     

"Aku berjanji akan bekerja keras untukmu seumur hidupku," jawab Nico.     

Tara memandang ke sekitarnya dan berkata, "Kalian semua menjadi saksinya ya! Kalau aku bisa menyembuhkan Anya, Nico akan menjadi budakku selamanya!"     

"Saya sudah merekamnya!" Harris mengangkat ponselnya.     

Anya hanya bisa memandang Harris dengan tidak percaya. Harris memang sangat luar biasa. Siapa yang sempat memikirkan untuk merekam di saat-saat seperti ini?     

Tidak heran Harris bisa menjadi asisten Aiden. Anya merasa kagum dan semakin kesal pada Harris.     

"Apakah kamu dengar itu? Ada bukti rekamannya!" Tara tertawa dengan bangga.     

"Kita lihat saja nanti!" kata Nico sambil tersenyum. Mungkin Tara tidak menyadarinya, tetapi dengan begini, Nico bisa berada di hidup Tara untuk selamanya.     

Meski ia dianggap sebagai budak Tara sekali pun, setidaknya, Nico bisa berada di samping Tara seumur hidupnya.     

Setelah makan malam, Nico mengantar Tara pulang, sementara Nadine dan Harris pulang bersama.     

Anya naik ke atas bersama dengan Alisa dan memandikannya. Sementara Diana mengajak Aiden untuk berbincang-bincang di ruang keluarga.     

Diana memberikan secangkir teh panas untuk Aiden.     

"Terima kasih," Aiden menerimanya sambil mengangguk.     

Setelah itu, Diana duduk di hadapan Aiden. "Aku bisa melihat kamu benar-benar menyukai putriku," Diana mengambil cangkir tehnya dan meminumnya dengan elegan. "Hidup ini sama seperti mencicipi teh. Kalau kamu tidak menyukainya, kamu boleh meninggalkannya."     

"Apakah ibu memintaku untuk meninggalkan Anya?" tanya Aiden.     

"Anya masih muda. Kalau ia terus menjaga kesehatannya, mungkin kondisinya akan membaik. Mengenai pekerjaannya di dunia parfum, tidak ada dasar penelitian yang mengatakan bahwa bekerja di dunia parfum bisa menyebabkan kesuburan wanita menurun. Itu hanya terjadi padaku dan mungkin saja tidak memiliki efek pada orang lain. Tetapi sejak kecil, Anya memang lahir dengan tubuh yang lemah dan sering sakit-sakitan," kata Diana dengan tenang.     

Aiden mengangguk, "Anya memang masih sangat muda. Selama ia mau berusaha menjaga kesehatannya, tidak akan ada yang terjadi padanya."     

"Dua tahun lalu, Anya menyembunyikan surat penerimaan Akademi Perancis darimu dan memilih untuk melahirkan anak di dalam kandungannya demi kamu. Saat itu, ia mengorbankan karirnya demi kamu. Sekarang, kamu tidak bisa memaksanya untuk melakukan hal yang sama. Kalau kamu tidak bersedia menerimanya, setidaknya kali ini kamu yang harus berkorban."     

"Aku sudah bilang bahwa aku tidak apa-apa tidak memiliki anak, tetapi aku tidak bisa hidup tanpa Anya," kata Aiden, mengulangi lagi kata-katanya sebelumnya.     

Diana meletakkan cangkir tehnya dan memandang Aiden dengan serius. "Tetapi aku khawatir kamu masih menaruh harapan. Aku tidak mau kamu sampai kecewa. Daripada kamu kecewa setelah kembali bersama Anya, lebih baik mulai saat ini kamu mempersiapkan diri untuk hidup tanpa memiliki anak."     

Pada saat itu, Anya berdiri di pinggir tangga lantai dua, mendengarkan percakapan mereka dengan jelas.     

Ia tidak tahu bagaimana Aiden akan menjawab kata-kata ibunya. Meminta Aiden untuk siap hidup tanpa memiliki anak sekarang rasanya terlalu kejam. Bagaimana pun juga, seseorang tidak bisa menahan diri untuk berharap.     

Aiden memiliki wajah yang tampan dan kecerdasan yang luar biasa. Sangat disayangkan kalau ia tidak bisa memiliki keturunan.     

"Aku yang bertanggung jawab atas semua yang terjadi pada Anya. Apa gunanya aku memiliki anak kalau aku tidak bisa hidup dengan wanita yang aku cintai? aku tidak mau menikah dengan wanita yang tidak aku cintai hanya untuk anak. Aku hanya butuh Anya dalam hidupku," kata Aiden dengan senyum di wajahnya.     

Jawaban itu membuat Diana mengangguk lega, "Aku tidak salah menilaimu. Kamu …"     

"Mama, di mana kamu?" suara Alisa terdengar dari lantai atas.     

Diana dan Aiden langsung menoleh ke lantai atas, melihat Anya menggendong Alisa dan pergi dari pandangan mereka. Mereka berdua sadar bahwa Anya telah mendengar pembicaraan mereka.     

Akhirnya, setelah itu Aiden memutuskan untuk pamit pulang.     

Di dalam kamarnya, Anya baru saja mengantar Alisa ke kamar mandi dan siap untuk tidur.     

"Mama tidak akan bisa tidur kalau Alisa menangis semalaman seperti kemarin," kata Anya sambil menyelimuti Alisa.     

"Alisa tidak akan menangis. Kalau menangis, mata Alisa akan bengkak dan foto Alisa akan jadi jelek besok," jawab Alisa dengan serius.     

"Anya …" Diana berdiri di depan pintu kamar Anya dan memanggilnya.     

"Nenek mencari mama. Mama akan menyalakan lagu untukmu dan kamu harus segera tidur. Oke?" Anya meletakkan ponselnya di samping nakas, memainkan lagu tidur untuk Alisa.     

"Mama harus cepat kembali," kata Alisa.     

Anya mematikan semua lampu dan menyisakan satu lampu di samping nakas.     

Kemudian, ia menuju ke lantai bawah, tempat ibunya berbicara dengan Aiden tadi.     

"Malam ini kamu tidurlah di kamar ibu, biar ibu yang menjaga Alisa," kata Diana.     

"Kalau Alisa mencariku nanti malam, ia akan menangis lagi." Anya mengambil cangkir teh yang disiapkan oleh ibunya dan mencicipinya. "Teh mawar?"     

"Bawalah beberapa ke kantor besok," kata Diana.     

Anya mengangguk. "Mengapa ibu mencariku?"     

"Kamu mendengar semuanya, kan? Bagaimana menurutmu?" tanya Diana.     

"Apa yang aku dengar? Aku tidak mengerti," Anya berpura-pura tidak tahu apa maksud ibunya.     

"Aiden ingin memulai hubungan lagi denganmu. Semua orang bisa melihat bahwa ia masih mencintaimu. Ia tidak keberatan tidak bisa memiliki anak. Mengapa kamu tidak mau memberinya kesempatan?" kata Diana.     

"Meski Aiden setuju sekalipun, keluarganya tidak akan rela. Bagaimana mungkin Keluarga Atmajaya bersedia menerimanya?" jawab Anya.     

"Kalau keluarganya tidak keberatan, apakah kamu mau menerimanya?" tanya Diana.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.