Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Paman Tampan



Paman Tampan

0"Kamu hanya perlu meminumnya untuk seminggu saja. Kamu sudah minum untuk dua hari dan hanya tersisa lima hari lagi. Bersabarlah," kata Tara.     

"Lima hari lagi? itu sama saja dengan membunuhku! Apakah kamu temanku?" kata Anya dengan kesal.     

"Aku melakukannya demi kebaikanmu. Kamu belum bilang padaku, apa yang membuat ibumu dan Aiden khawatir?" tanya Tara.     

"Aku punya seorang anak perempuan. Aku akan mengenalkannya padamu nanti," jawab Anya dari telepon.     

"Apa!?" teriakan Tara terdengar sangat keras, membuat Anya harus menjauhkan ponselnya dari telinga.     

"Jangan berisik seperti itu. Anakku sangat cantik. Kamu akan menyukainya!"     

"Anak siapa yang kamu bawa pulang? Memang kondisi kesehatanmu tidak cukup baik sekarang, tetapi bukan berarti kamu tidak bisa punya anak selamanya. Mengapa kamu harus menyerah? Kamu punya gen yang bagus. Jangan disia-siakan!" kata Tara.     

"Mengapa kamu memiliki reaksi yang sama dengan ibuku?" Anya merasa kepalanya semakin pusing.     

"Tentu saja ibumu juga akan berpikir sama denganku. Mengapa kamu harus menyerah dan mengadopsi anak orang lain? Aku akan membuatkan resep baru untukmu. Aku pastikan kamu akan sembuh!"     

"Lupakan saja. Lebih baik kita berbicara saat bertemu nanti," Anya tidak bisa menjelaskannya dengan baik melalui telepon. Sepertinya semua orang sekarang salah paham terhadapnya. Mungkin lebih baik berbicara secara langsung.     

Anya ingin memiliki anak suatu hari nanti dan ia khawatir ia tidak akan pernah bisa memiliki anak.     

Sekarang ia memang memiliki Alisa, tetapi ia juga sadar bahwa Alisa bukanlah anaknya. Ia hanya merasakan hatinya sedikit lebih damai saat bersama dengan Alisa.     

Namun, bukan berarti ia akan menyerah terhadap pengobatannya. Ia masih muda dan akan berjuang keras selama ia masih punya harapan.     

Setelah kembali ke Indonesia, Tara memberikan resep vitamin dan juga berbagai jamu untuk Anya.     

Anya hanya ingin sedikit mengeluh saja karena meminum semua ini bukanlah hal yang mudah. Ia harus membiasakan diri terhadap rasa pahit jamu dan harus menelan berbagai vitamin setiap harinya.     

Tetapi bukan berarti Anya tidak mau meminumnya lagi dan menyerah terhadap kesehatannya.     

Pada pukul tujuh malam, semua orang sudah berkumpul di rumah Diana. Makanan pun sudah disiapkan di atas meja dan siap untuk di makan.     

Semua orang mulai mengambil makanan dan duduk di tempatnya masing-masing.     

Tiba-tiba saja, Aiden datang dari pintu depan.     

"Paman, kamu datang tepat waktu. Kami baru saja mau makan. Aku akan mengambilkan piring untukmu!" kata Nico, menyambutnya.     

"Apakah aku mengundangmu ke sini?" tanya Anya dengan dingin.     

"Aku yang mengundangnya. Hana dan para pelayan dari rumah Aiden semua datang untuk membantuku. Tidak ada orang yang memasakkan makan malam untuk Aiden di rumahnya. Bukankah sudah seharusnya kita mengundangnya?" Diana tersenyum dan menyambut Aiden. Ia langsung mengambilkan sebuah kursi dan meletakkannya di samping Anya.     

"Ibu …" Anya mengeluh pada ibunya. Ia merasa telah dijebak.     

Begitu Aiden duduk di sampingnya, Anya langsung bangkit berdiri dan berniat untuk pindah tempat. Tetapi Aiden langsung menghentikannya.     

Ia memelankan suaranya dan berbisik di telinga Anya. "Kalau kamu berani pergi dari sini, aku akan menciummu di hadapan semua orang."     

Anya hanya bisa melotot ke arah Aiden dengan kesal, tetapi ia tidak berani bergerak lagi.     

Sama halnya seperti Anya yang sudah berubah sejak dua tahun berlalu, Aiden juga bukan lagi pria yang sama. Sebelumnya, ia tidak akan mungkin datang ke rumah orang untuk makan tanpa undangan seperti ini.     

Ia terlalu gengsi untuk melakukannya.     

Aiden yang dulu akan menunggu Anya datang dan berusaha membujuknya. Tetapi Aiden yang sekarang langsung datang ke Iris untuk makan siang bersama Anya, begitu Anya menolak untuk datang ke kantornya.     

Aiden menjadi semakin tidak tertebak sehingga Anya memutuskan untuk tidak mencari masalah.     

"Paman tampan, bolehkah aku duduk di sampingmu?" ketika melihat wajah tampan Aiden, Alisa langsung terkagum-kagum. Meski usianya yang masih sangat muda, Alisa sudah bisa mengenali pria tampan.     

Aiden menatap ke arah Alisa dengan tatapan yang tidak tertebak. Hari ini, Jonathan tidak datang. Ia membiarkan gadis kecil ini mendekati Anya agar Anya mau menjadi ibu tirinya.     

"Kemarilah!" Aiden menepuk pahanya.     

Begitu melihatnya, mata Alisa langsung berbinar. Ia langsung berlari ke arah Aiden dan duduk di pangkuannya.     

Apa yang terjadi berikutnya membuat semua orang di sana terkejut.     

Sementara itu, Aiden terlihat biasa saja, seolah tidak ada yang terjadi, saat ia menyuapi Alisa dengan sangat sabar dan lembut.     

Alisa terlihat sangat puas. Setelah ia kenyang pun ia tidak mau turun dari pangkuan Aiden.     

"Paman tampan, apakah kamu punya pacar?" tanya Alisa dengan genit.     

Tara hampir saja tersedak makanannya. Ia menatap ke arah Anya dengan hati-hati dan sedikit menggodanya. "Putrimu akan mengenalkan seorang gadis untuk menjadi kekasih mantan suamimu."     

Anya memutar bola matanya dan menjawabnya dengan santai. "Kamu terlalu banyak berpikir. Putriku menyukainya. Ia tidak akan mau mengenalkannya pada wanita lain. Lebih baik ia menyimpannya untuk dirinya sendiri."     

Nadine menyenggol bahu Harris dengan pelan, "Apakah paman sedang kesurupan?"     

"Tuan tiba-tiba bersikap sangat lembut. Ini menyeramkan." Harris juga merasa ketakutan.     

Aiden mengambil tisu dan mengusap bibir Alisa yang belepotan sambil bertanya. "Siapa yang mau kamu kenalkan padaku?"     

Alisa tersenyum dengan manis dan bertanya. "Bagaimana kalau Alisa?"     

Tara langsung tertawa terbahak-bahak mendengarnya.     

Nadine pun juga tidak bisa menahan tawanya. "Alisa, kamu menyukai pamanku?"     

Sebaliknya, Anya terlihat sudah biasa dengan hal ini. Ia sudah mengenal Alisa sejak anak itu masih bayi. Ia memahami bahwa Alisa sedikit lebih genit dibandingkan anak-anak seusianya.     

"Apakah kamu tidak terlalu kecil?" jawab Nico sambil ikut tertawa.     

"Paman tampan, apakah kamu mau menungguku? Ketika aku besar nanti, aku akan menjadi secantik mama." Alisa menatap Aiden dengan penuh harapan.     

Aiden mengalihkan pandangannya pada Anya dan kemudian berpikir dengan seksama. "Apakah Alisa ingin bertemu denganku setiap hari dan menjadi keluargaku?"     

Alisa mengangguk dengan serius.     

Setelah itu, Aiden menunduk dan berbisik di telinganya. "Kalau begitu, biar mama yang menikah dengan paman. Kamu akan menjadi anak kami berdua dan bisa bersama dengan kami setiap hari."     

"Mengapa paman sama seperti papaku?" Alisa menatap Aiden dengan kebingungan.     

"Apakah papamu juga mengatakan hal yang sama?" mata Aiden menyipit dengan berbahaya saat memandang Anya.     

Sementara itu, Anya hanya menundukkan kepalanya dan berpura-pura mati.     

Alisa memiringkan kepalanya dan berpikir keras. "Bisakah aku dan mama sama-sama menikahi paman?"     

"Kalau mamamu setuju, aku tidak keberatan." Aiden memancarkan senyum manisnya pada Anya.     

Nadine memelankan suaranya dan berkata pada Harris. "Ternyata Alisa sangat membantu!"     

"Tuan juga sangat hebat, bisa memanfaatkan kesempatan ini," Harris menghela napas panjang. Ia tahu Aiden begitu hebat memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.     

Ia bisa mengubah segalanya menjadi menguntungkan untuknya.     

"Aku juga ingin bantuan seperti itu," Nico menatap ke arah Tara yang sedang menikmati makanannya.     

Tara bisa merasakan tatapan Nico sehingga ia mengangkat kepalanya dari makanan yang ada di atas piringnya. "Mengapa kamu melihatku seperti itu? Aku tidak mau ikut campur …"     

"Benar, kalian tidak perlu ikut campur!" Anya mengambil piring berisi ayam goreng kesukaan Tara dan meletakkannya di hadapan Tara.     

"Mama, apakah mama mau melakukannya agar Alisa senang? Alisa benar-benar menyukai paman tampan!" Alisa menarik tangan Anya dan berkata, "Selama mama setuju untuk menikah bersama denganku, paman tampan akan menikah dengan Alisa!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.