Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Tidak Bisa Tidur



Tidak Bisa Tidur

0Anya tersenyum lemah saat menerima vitamin-vitamin itu dari tangan ibunya. "Apakah ibu percaya bahwa vitamin-vitamin ini bisa membuat aku sehat kembali?"     

"Aku tidak tahu apa pun sebelumnya. Tetapi sekarang aku akan memastikan bahwa kamu meminum semua vitamin-vitamin ini dan banyak beristirahat. Kalau kamu terus berusaha, pasti kesehatanmu akan membaik. Anya, dengarkan ibumu ini dan jangan menyerah!" Diana memberikan vitamin-vitamin itu ke tangan Anya.     

"Aku akan meminumnya selama ibu mau menemaniku tidur malam ini," kata Anya.     

Diana menyentil dahi Anya dengan kesal. "Kalau kamu mau kembali cantik lagi seperti dulu, cepat minum vitaminnya!"     

Anya mengambilnya dan meminumnya sekaligus. Kemudian ia berkata pada Diana. "Ibu, besok aku harus bekerja. Aku butuh bantuanmu untuk mengurus Alisa."     

"Bukankah kamu menyukai anak-anak? Sekarang kamu bisa belajar cara mengurus anak," Diana pergi sambil membawa gelas kosong Anya, mengabaikan permintaan putrinya.     

Anya tidak punya pilihan lain selain mengurus Alisa sendirian. Diana melakukan semua ini agar Anya menyadari bahwa mengurus anak bukanlah pekerjaan yang mudah. Apalagi, anak yang diurus oleh Anya bukan anaknya sendiri …     

Setelah mandi, Anya kembali ke kamarnya, dan kemudian teringat kata-kata Nadine. Saat makan malam tadi, Alisa minum banyak jus.     

Anya khawatir Alisa akan ngompol di tengah malam sehingga akhirnya ia membangunkannya.     

"Alisa, bangun sayang. Pipis dulu, sayang," kata Anya dengan suara pelan, takut akan mengejutkan Alisa. Alisa terbangun dari tidurnya dan langsung menyentuh celananya. Kemudian, ia tertawa. "Alisa tidak ngompol!"     

Anya tertawa kecil melihat tingkah Alisa. "Kamu tidak ngompol. Ayo sekarang pipis dulu!"     

Alisa langsung menuruti kata-kata Anya, pergi ke kamar mandi sendiri. Setelah itu, ia mencuci wajahnya dan menggosok giginya dengan patuh.     

Karena sejak kecil Alisa hanya tinggal bersama dengan ayahnya, tanpa ibu, Alisa menjadi anak yang mandiri.     

Anya menemani Alisa dan membantunya sepanjang waktu. Setelah itu, mengajak Alisa kembali ke tempat tidurnya.     

"Mama, bisakah kamu memelukku?" tanya Alisa dengan manja.     

"Tentu saja, sayang. Mama akan memelukmu sampai kamu tertidur," Anya langsung merengkuh tubuh mungil Alisa dalam pelukannya.     

Sebelumnya, memeluk Alisa akan membuatnya merasa jauh lebih tenang. Tetapi setelah kembali ke Indonesia, rasa rindunya pada anaknya terasa semakin membesar.     

Seandainya …     

Seandainya anak yang ada di dalam pelukannya ini adalah anaknya dan Aiden …     

…     

Di rumah Aiden, Nadine langsung melaporkan semua kejadian hari ini pada pamannya.     

"Paman, bibi sangat menyayangi Alisa. Saat bertemu di bandara, bibi terlihat sangat senang. Tetapi setelah itu, ia terlihat sedikit muram. Saat aku bermain dengan Alisa, bibi terus menunduk dan memandang ke bawah," kata Nadine.     

Aiden mengerutkan keningnya dan bertanya, "Apakah Jonathan menghubunginya?"     

"Siapa itu Jonathan? Ayah Alisa?" tanya Nadine. "Saat kami menyaksikan pertunjukan kembang api, ayah Alisa menelepon dan melakukan panggilan video. Alisa memanggil bibi dengan sebutan mama …"     

"Tuan …" Harris yang berada di tempat yang sama dengan mereka, ikut merasa khawatir.     

"Paman, jangan khawatir. Tadi siapa nama ayah Alisa?" tanya Nadine, melupakan nama yang baru didengarnya.     

"Jonathan," kata Harris.     

"Ya, benar. Cara bicara bibi pada pria bernama Jonathan itu sangat sopan, menandakan bahwa hubungan mereka tidak seberapa dekat. Ditambah lagi, pria itu tahu bahwa sekarang bibi bekerja dan tidak punya waktu untuk mengurus anaknya. Ia pasti akan segera kembali untuk menjemput Alisa. Namun, katanya ia akan datang untuk menemui bibi dan ibunya …"     

Nadine menatap ke arah Aiden dengan cemas, "Paman, pria itu akan pergi ke rumah bibi. Ini bukan kabar baik untukmu …"     

"Beritahu aku kalau pria itu datang," kata Aiden dengan suara dalam.     

Nadine mengangguk dan berkata, "Ngomong-ngomong, besok jangan suruh Harris lembur lagi. Bibi mengajak kami makan malam di rumahnya. Kakak dan Kak Tara juga diajak."     

"Semuanya diajak, kecuali aku?" Aiden mendengus mendengarnya.     

Nadine melirik ke arah Harris, melihat wajah Harris yang semakin panik. "Tuan, saya tidak akan pergi."     

"Anya tidak ingin melihatku. Kalian pergi saja. Ia sudah mengundang kalian semua," kata Aiden dengan tenang.     

Malam ini, Aiden tidak bisa tidur lagi.     

Apakah Anya benar-benar tidak ingin melihatnya lagi?     

Kalau Anya tidak ingin bertemu dengannya, apa yang bisa ia lakukan untuk mendapatkan hati Anya kembali?     

…     

Pagi harinya, Alisa terbangun saat Anya masih terlelap di sampingnya. Gadis kecil itu pergi ke kamar mandi dan mencuci muka sebelum turun ke lantai bawah sendiri dengan berhati-hati.     

"Selamat pagi, nenek." Saat melewati dapur, Alisa melihat Diana sedang memasak sehingga ia langsung menyapanya.     

Mendengar panggilan 'nenek', Diana langsung berbalik dan melihat gadis kecil yang berdiri di depan pintu dapur.     

"Alisa! Kamu sudah bangun. Apakah kamu lapar?" Diana mengeluarkan pai buah dari kulkas dan memberikannya pada Alisa. "Ayo duduk di sini. Aku akan mengambilkan bubur untukmu."     

"Alisa ingin menunggu mama," kata Alisa dengan patuh.     

Diana melihat jam di dinding dan kemudian berkata, "Makanlah dulu. Aku akan memanggil Anya."     

Sementara itu di kamarnya, Anya terbangun ketika alarm ponselnya berbunyi.     

Ketika mencuci wajahnya, ia bisa melihat lingkaran hitam di bawah matanya dengan jelas. Tepat pada saat itu, Diana masuk ke dalam kamarnya.     

"Lihat wajahmu. Kamu pasti kelelahan. Malam ini biar Alisa tidur bersama ibu saja," pada akhirnya, Diana masih tidak tega memberi pelajaran pada Anya saat melihat wajah lelah putrinya.     

Sekitar jam dua pagi, ia mendengar Alisa menangis. Gadis kecil itu menangis dan ingin bertemu dengan ayahnya.     

Anya tidak bisa membujuknya untuk berhenti menangis dan Diana tidak mau membantunya,     

Hingga pukul empat pagi, tangisan itu baru berhenti. Mungkin Alisa sudah kelelahan menangis dan akhirnya tertidur.     

Anya menatap ibunya dengan lemas. "Tidak usah. Bagaimana kalau Alisa menangis tengah malam lagi? Nanti ibu tidak bisa tidur."     

"Lihat tubuhmu sangat kurus seperti ini. Kalau kamu tidak bisa tidur dengan nyenyak dan kelelahan setiap malam, vitamin-vitamin yang kamu minum tidak akan berguna. Biar ibu yang menjaga Alisa sampai ayahnya menjemputnya," kata Diana sambil menghampiri tempat tidur dan melihat bekas ompol Alisa.     

"Ibu, biar aku yang mencucinya," kata Anya.     

"Tidak usah. Biar ibu yang membersihkannya. Sekarang kamu cepat siap-siap berangkat kerja dan sarapan!" kata Diana sambil mengurus semuanya dengan sigap.     

Ketika sarapan, Anya merasa kepalanya pusing. Ia benar-benar tidak bisa tidur semalaman.     

Beberapa saat kemudian, Nadine datang menjemputnya. "Bibi, apakah kamu sudah siap berangkat?" teriak Nadine dari depan.     

Anya bergegas menuju ke pintu depan dan ingin mengambil sepedanya.     

"Bibi, hari ini aku membawa mobil. Katanya hari ini akan hujan. Kita bisa basah kalau naik sepeda," kata Nadine sambil tersenyum.     

Anya melongok keluar dan melihat mobil BMW berwarna putih.     

"Mobil Nico?" tanya Anya.     

"Kemarin aku menyerempetkan mobil kesayangan kakak dan membuatnya sangat kesal. Akhirnya ia memberiku mobil ini dan melarangku untuk masuk ke dalam garasinya lagi," Nadine terkekeh. "Bukankah aku beruntung, mendapatkan mobil!"     

Anya tertawa mendengarnya dan kemudian bertanya. "Apakah kamu punya uang untuk mengisi bensinnya?"     

"Kemarin Harris memberiku sedikit uang jajan. Lagi pula, bensinnya sudah terisi penuh. Kita bisa menggunakan mobil ini sampai bensinnya habis. Setelah itu kita harus kembali naik sepeda, " kata Nadine sambil nyengir. "Bibi, apakah Alisa tidak menangis semalam?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.