Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Untuk Ibu



Untuk Ibu

0Anya merasa sedikit malu mendengar kata-kata ibunya. Memang benar ia sama sekali tidak punya pengalaman mengurus anak kecil.     

Menemani anak kecil bermain mungkin memang menyenangkan. Tetapi berperan sebagai orang tua untuk mengurus semua kebutuhan seorang anak bukanlah hal yang mudah.     

"Bukankah aku punya ibu yang bisa membantuku?" kata Anya sambil tersenyum.     

"Ibu lebih ingin mengurus anakmu sendiri daripada anak orang lain," jawab Diana sambil membuka selimut agar Nadine bisa membaringkan Alisa di atas tempat tidur.     

"Ibu …" senyum di wajah Anya menghilang. Hatinya serasa seperti ditusuk oleh pisau yang tak terlihat.     

"Apakah ibu salah? Alisa adalah anak orang lain. Tidak peduli seberapa dekat hubungan kalian, Alisa tidak akan pernah menjadi anakmu. Alisa memiliki keluarganya sendiri. Apakah kamu mau menjadi ibu tirinya?" Diana mengatakannya sambil melepaskan sepatu dan jaket yang dikenakan oleh Alisa.     

Nadine memandang Anya dan Diana yang bersitegang dan langsung mengubah topik pembicaraan. "Sudah malam. Aku akan pulang dulu. Tadi Alisa banyak minum jus. Sebelum tidur, lebih baik menyuruhnya untuk pipis terlebih dahulu agar tidak mengompol."     

Berbeda dengan Anya, Nadine memiliki banyak pengalaman mengurus anak kecil sehingga ia tahu apa yang harus ia lakukan.     

"Kamu sering mengurus anak-anak ya?" Diana menepuk pundak Nadine sebelum gadis itu pulang. "Besok setelah pulang kerja, makan malam lah di sini. Aku akan memasakkan makanan enak. Ajak juga kakakmu dan Tara."     

"Apakah tidak merepotkan, mengajak begitu banyak orang?" Anya menatap ibunya dengan khawatir. Ia takut ibunya kelelahan kalau harus memasak untuk begitu banyak orang.     

"Kalau Nico dan Tara ikut, aku bisa mengajak Hana masak bersamaku," jawab Diana sambil tersenyum.     

Anya ikut tersenyum mendengarnya. "Baiklah. Aku akan menyuruh Tara untuk mengajak Nico."     

"Bisakah aku mengajak seseorang?" Nadine memberanikan diri untuk bertanya.     

Anya sedikit menyipitkan matanya dan memandang Nadine dengan curiga, "Siapa yang mau kamu ajak? Selama bukan Aiden, kamu bisa mengajak siapa pun."     

"Buat apa aku mengajak paman. Kalau ada paman, suasana makan malamnya akan menjadi tegang. Aku ingin mengajak Harris. Setiap hari Harris harus lembur. Aku pikir sesekali ia perlu istirahat dan bersenang-senang," kata Nadine.     

Anya pernah mendengar cerita dari Aiden bahwa Harris menyukai Nadine dan tidak pernah berhubungan dengan siapa pun selama ini.     

Ia yakin Nadine akan kembali.     

Setelah Nadine kembali ke Indonesia, ia tidak kembali ke rumah Keluarga Atmajaya dan juga tidak tinggal di rumah Nico. Aiden malah menyuruhnya untuk tinggal di rumah Harris.     

Niat Aiden terlihat dengan jelas. Aiden ingin membantu hubungan mereka berdua.     

Walaupun Anya tidak terlalu menyukai Harris karena masalah kontrak-kontraknya selama ini, ia tidak bisa menyalahkannya. Sebagai asisten Aiden, tentu saja Harris akan mengutamakan Tuannya.     

Itu sebabnya, Anya merasa tidak ada salahnya ikut membantu hubungan Nadine dan Harris.     

"Ajak saja," jawab Anya.     

"Oke! Sampai jumpa besok!"     

Anya mengantar Nadine ke pintu depan dan kembali untuk menemui ibunya. Diana masih berada di kamar Anya, sedang menyeka tubuh Alisa dengan handuk hangat.     

"Bu, biar aku saja," Anya mengulurkan tangannya untuk membantu, tetapi Diana menggelengkan kepalanya.     

"Tidak usah. Kamu pasti lelah pergi seharian. Cepat mandi. Besok kamu masih harus bekerja," kata Diana dengan tenang.     

"Apakah ibu kesal karena aku membawa Alisa ke rumah?" tanya Anya dengan khawatir.     

"Ibu tidak kesal. Ibu hanya mau kamu sadar bahwa Alisa bukan anakmu. Kalau kamu memang ingin memiliki anak, kamu harus menjaga dirimu baik-baik, menjaga kesehatanmu agar kamu bisa hamil lagi nanti," Diana takut putrinya akan menyerah pada dirinya dan menaruh semua harapannya pada gadis kecil yang tidak dikenalnya ini.     

"Sekarang aku ingin fokus bekerja di dunia parfum, sehingga harapanku untuk memiliki anak akan semakin menipis. Aku sudah jatuh cinta pada Alisa. Mungkin kalau suatu hari Jonathan ingin menikah dan ibu tiri Alisa tidak mau menerimanya, aku bisa mengurusnya seperti anakku sendiri," kata Anya.     

Ketika mendengar kata-kata Anya, Diana bangkit berdiri dengan marah. Ia membawa baskom berisi air hangat dan pergi ke kamar mandi tanpa mengatakan apa pun.     

Anya bisa merasakan suasana hati ibunya yang tiba-tiba berubah. Ia langsung mengikuti Diana dan berdiri di depan kamar mandi, melihat ibunya mencuci handuk yang dipegangnya sambil menundukkan kepala.     

"Ibu, aku tahu apa yang aku lakukan," kata Anya.     

Diana meletakkan handuk yang dipegangnya. "Kalau kamu sadar dengan apa yang kamu lakukan, aku tidak akan mengkhawatirkanmu seperti ini. Apakah kamu sadar apa yang kamu katakan barusan? Meski ayahnya menikah sekali pun, ia tidak akan pernah memberikan anak ini kepadamu. Memangnya siapa kamu?"     

"Aku … Aku adalah ibunya …" jawab Anya dengan ragu.     

Diana begitu marah hingga ia berkata, "Apakah kamu memahami situasi anak ini? Kalau ayahnya menikah, ia akan memberikan anak ini kepada ibu kandungnya, bukan padamu."     

"Ibu Alisa sudah meninggal sejak ia lahir dan kakek neneknya tidak mau mengakuinya. Kalau Jonathan menikah lagi, aku akan membujuknya untuk memberikan Alisa kepadaku. Aku tidak akan pernah menikah lagi dan aku tidak bisa memiliki anak. Aku akan memperlakukan Alisa seperti putriku sendiri, seperti ibu membesarkan aku," kata Anya dengan ekspresi serius.     

"Ketika aku membesarkanmu, aku tidak tahu bahwa kamu bukan putri kandungku. Situasi kita berbeda dengan situasi Alisa," teriak Diana pada Anya.     

"Ibu, apakah ibu tidak percaya bahwa aku bisa membesarkan Alisa, atau …"     

"Aku harap anak ini tidak akan menghalangi kehidupanmu. Kamu masih punya masa depan yang panjang. Kamu akan memiliki keluarga dan anakmu sendiri. Memang kasihan Alisa tidak memiliki ibu, tetapi bukan kamu penyebab semuanya. Mengapa kamu harus mengorbankan dirimu untuk membantu orang lain membesarkan anaknya?" kata Diana.     

"Ibu, kalau bisa, aku juga ingin memiliki anakku sendiri. Tetapi aku tidak bisa menyerah terhadap dunia parfum. Kalau aku terus bekerja, mungkin aku tidak akan bisa memiliki anak lagi. aku tidak ingin kehilangan Alisa karena Alisa juga mencintaiku," kata Anya dengan tegas.     

"Kondisi tubuh orang berbeda-beda. Hanya karena aku tidak bisa memiliki anak setelah bekerja di industri parfum, bukan berarti kamu memiliki nasib yang sama. Semuanya masih memungkinkan selama kamu menjaga kesehatanmu," Diana berjalan keluar dari kamar mandi dan duduk di samping tempat tidur sambil memandang Alisa yang masih terlelap. "Anya, jangan rebut anak ini dari orang tuanya. Meski ayahnya menikah sekali pun, seorang ayah tidak akan pernah meninggalkan anaknya."     

"Aku hanya berandai-andai …"     

"Meski hal itu terjadi sekali pun, bukan kamu yang bertanggung jawab untuk membesarkannya. Kamu bisa menyayanginya dan memperhatikannya, tetapi kamu bukan ibu kandungnya. Ibu bisa saja membantumu, tetapi ibu ingin anak darimu, bukan anak orang lain."     

Anya masih sangat muda. Ia tidak tahu berapa besar perjuangan dan waktu yang dibutuhkan untuk mengurus anak. Saat ini saja, Anya masih tidak tahu bagaimana cara mengurus anak kecil. Ia hanya bisa menemaninya bermain dan mengajaknya makan bersama.     

Bagaimana di saat anak itu sedang rewel?     

Bagaimana kalau anak itu sedang sakit?     

Membesarkan anak bukanlah hal yang sederhana seperti yang Anya pikirkan.     

Diana memutuskan untuk bersikap keras pada putrinya. Hanya dengan cara ini Anya bisa menyadari apa yang sedang ia lakukan dan apa yang seharusnya ia lakukan!     

Diana tidak akan membiarkan Anya mengabaikan kesehatannya begitu saja dan menyerah.     

Putrinya itu masih sangat muda. Meski saat ini kesehatannya kurang baik, masih ada berbagai cara untuk memulihkan dirinya. Dunia kedokteran sudah sangat maju.     

Ia tahu bahwa putrinya sudah menyerah terhadap kehidupan percintaannya. Anya tidak ingin menikah lagi dan menjadi seorang parfumeur handal.     

Tetapi bagaimana bisa sebagai seorang ibu, Diana melihat putrinya seperti ini?     

Ia masih berharap Anya akan mendapatkan kebahagiaan. Menikah dan memiliki banyak anak bersama dengan keluarganya sendiri.     

"Minum banyak vitamin dan jaga kesehatanmu. Setidaknya, lakukan itu untuk membuat ibumu ini bahagia." Setelah keluar dari kamar, Diana mengambil vitamin-vitamin untuk Anya dan memanggil putrinya untuk meminumnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.