Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Mengurus Anak



Mengurus Anak

0Anya hanya tertawa kecil mendengarnya. "Mengapa aku harus memukulmu? Bukan kamu yang mengubah hasil tes DNA itu. Bukan kamu juga yang membunuh anakku dan memaksaku untuk bercerai. Kamu tidak melakukan apa pun. Kamu hanya ingin tahu apakah kamu putri ibumu atau bukan. Itu bukan kesalahan."     

"Hal terbodoh yang aku lakukan adalah berpikir bahwa ibuku tidak menginginkanku lagi setelah menemukan putri kandungnya. Mungkin aku adalah orang terbodoh di dunia ini," mata Nadine memerah dan air mata terus mengalir di wajahnya.     

Anya memeluknya dengan lembut dan menepuk pundaknya. "Kamu sudah pulang sekarang. Sering-sering kunjungi ibumu. Kondisinya sedang tidak baik sekarang."     

"Bibi, kamu masih peduli pada ibuku meski …"     

"Aku membenci ibumu. Tetapi setelah aku tahu semuanya, aku merasa kasihan padanya. Saat itu, ia susah payah mencari putri kandungnya dan ia pasti merasa sangat sedih saat salah mengenalku sebagai putrinya. Tidak mudah bagi ibumu untuk membuat keputusan itu. Aku tidak menghukumnya atas kesalahannya. Tetapi ia menghukum dirinya sendiri, seolah dengan melakukan itu ia bisa menebus rasa bersalah di hatinya. Benar kata Tara, kita semua adalah korban dan kesalahan ini ada pada pelaku utamanya." Ketika mengatakan hal ini, tatapan Anya terlihat jauh lebih tegas.     

Keara … Ia lah dalang di balik semua ini.     

Keara lah penyebab semuanya.     

Dua tahun berlalu, Anya sudah banyak berubah.     

Ia mungkin bisa memahami perasaan Maria sebagai seorang ibu.     

Tetapi hingga saat ini, ia masih tidak bisa memaafkan Aiden.     

Semua karena ia sangat mencintai Aiden. Ia begitu mencintai Aiden sehingga ia tidak bisa memaafkan Aiden!     

Dan sekarang ia memiliki tujuan baru …     

Keara yang telah membunuh anaknya dan memisahkannya dengan Aiden.     

Keara yang telah membuatnya begitu menderita.     

Bagaimana mungkin Anya membiarkan Keara hidup dengan tenang?     

"Paman sedang menyelidiki semua ini. Aku yakin ia akan segera mendapatkan bukti," setelah mengatakannya, Nadine memegang tangan Anya dengan erat. "Bibi, kamu terlihat sangat senang saat bertemu dengan Alisa. Tetapi sejak memasuki taman bermain, kamu terlihat sedih. Apakah kamu teringat tentang anakmu?"     

Anya mengedipkan matanya dengan tidak percaya. "Apakah terlihat sejelas itu?"     

"Bahkan Alisa juga bisa merasakannya. Ia bertanya padaku apa yang membuatmu sedih," kata Nadine.     

Anya berbalik dan melihat gadis kecil yang sedang terlelap di ranjang besar. Ia menyalahkan dirinya sendiri karena membiarkan perasaannya mengambil alih kendali dirinya. "Semua ini salahku. Aku tidak bisa mengendalikan perasaanku dengan baik."     

"Bibi, kamu masih muda. Kamu bisa punya anak lagi nanti," hibur Nadine.     

Anya hanya tersenyum tipis mendengarnya.     

Meski ia masih ingin memiliki anak lagi, ia tidak tahu apakah tubuhnya masih sanggup.     

Dua tahun lalu, ia mengalami pendarahan hebat dan bahkan hampir saja kehilangan rahimnya. Walaupun akhirnya pendarahannya bisa berhenti, tentu saja itu menyebabkan kerusakan pada tubuhnya.     

Dua tahun terakhir ini, ia menghabiskan waktunya untuk belajar dan belajar karena khawatir kalau ia tidak ada kesibukan, pikirannya akan melayang ke mana-mana.     

Ia menyibukkan dirinya untuk melupakan semuanya.     

Tetapi begitu menginjakkan kakinya kembali ke Indonesia, semua ingatan itu seolah kembali ke benaknya dalam waktu singkat.     

Bukannya ia tidak bahagia melihat Alisa. Tetapi ia benar-benar merindukan anaknya sendiri.     

Sebelum pertunjukan kembang api dimulai, Nadine membangunkan Alisa dan mengajaknya ke balkon untuk melihat pertunjukannya.     

Langit malam dihiasi dengan kembang api yang bersinar dengan terang, membuat Anya teringat kembali saat kencan pertamanya dengan Aiden.     

Saat itu ia duduk di atas bianglala sambil menyaksikan pertunjukkan kembang api untuk pertama kalinya.     

'Konon katanya, jika sepasang kekasih berciuman ketika bianglala mencapai puncak, mereka akan hidup bahagia selamanya … Anya, bolehkan aku menciummu?'     

Anya tidak menjawab pertanyaan Aiden tetapi mengambil inisiatif untuk langsung mengecup bibirnya. Saat itu, meski ia masih belum mengenal Aiden saat itu, ia bisa merasakan ketulusannya.     

Tetapi setelah ciuman itu pun, mereka tetap berpisah.     

Anya tidak lagi percaya terhadap legenda bianglala.     

Tiba-tiba ponsel Anya berbunyi, membuyarkan lamunannya. Saat Anya melihatnya, ia melihat Jonathan meneleponnya dan ingin melakukan panggilan video.     

Anya langsung menyalakan kameranya dan menghadapkannya ke arah punggung Alisa, serta langit yang penuh dengan kembang api di depannya.     

"Di mana kamu, Anya?" tanya Jonathan sambil tersenyum.     

"Aku mengajak Alisa bermain di taman bermain hari ini," jawab Anya sambil membalas senyuman Jonathan.     

"Kamu terlalu memanjakan Alisa. Bahkan sampai mengajaknya melihat pertunjukan kembang api. Aku terlalu sibuk dan tidak bisa mengurusnya. Untung saja Alisa punya kamu," setelah mengatakannya, Jonathan melihat sosok di samping Alisa. "Siapa yang ada di sebelah Alisa?"     

Anya ragu sejenak sebelum menjawab. Bagaimana ia harus menjelaskan identitas Nadine kepada Jonathan? Apakah ia harus mengatakan bahwa Nadine adalah keponakan mantan suaminya?     

"Asistenku. Hari ini ia sedang libur dan aku mengajaknya untuk ikut bermain," jawab Anya dengan tenang.     

"Kamu bekerja sekarang?" Jonathan terdengar terkejut.     

"Jangan khawatir. Aku bisa pulang kerja lebih cepat. Ibuku juga berada di rumah sendirian sehingga ia bisa membantuku menjaga Alisa," kata Anya.     

"Aku sangat merepotkanmu. Aku akan segera menyelesaikan urusanku dan mengunjungi ibumu secara pribadi nanti," kata Jonathan dengan penuh terima kasih.     

"Aku juga ibu Alisa. Tidak usah berterima kasih padaku. Jangan khawatir. Aku akan menjaga Alisa baik-baik," Anya bangkit berdiri dan menghampiri Alisa. "Alisa, papa menelepon."     

Alisa berbalik dan melambai ke arah kamera. "Papa, aku melihat kembang api!"     

"Alisa, jangan nakal dan patuhi apa kata mama. Papa akan kembali dalam beberapa hari," kata Jonathan dengan penuh sayang.     

"Papa sedang sibuk. Alisa punya mama," kata Alisa sambil memeluk kaki Anya.     

Anya langsung menggendong Alisa dan mengecup pipi tembamnya. Gadis kecil ini sangat manja padanya.     

Alisa tidak terlalu menyukai orang asing sehingga tidak peduli seberapa keras sekretaris Jonathan berusaha untuk mendekatinya, Alisa tidak mau membuka dirinya.     

Tetapi bagi Alisa, Anya adalah ibunya, meski ia bukan ibu kandungnya.     

"Dasar. Kamu tidak membutuhkan papa lagi sekarang karena ada mama? Jangan nakal ya selama papa tidak ada!"     

Alisa menekan layar ponsel dan mengubah kameranya menjadi kamera depan sehingga Jonathan bisa melihatnya dan Anya.     

"Alisa akan jadi anak pintar! Alisa ingin melihat kembang api lagi, papa. Dadah!"     

Jonathan tersenyum sambil memandang ke arah Anya dengan dalam, sebelum mengakhiri panggilan video tersebut.     

Anya menurunkan Alisa dari gendongannya dan Alisa langsung berlari menuju balkon. Sejak awal hingga akhir, Nadine berpura-pura tidak mendengar apa pun dan tidak menoleh sedikit pun. Meski sebenarnya, ia bisa mendengar semua pembicaraan Anya dan Jonathan dengan jelas.     

Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam ketika mereka kembali ke rumah.     

Diana sudah membantu Anya untuk merapikan kamarnya dan menyiapkan berbagai mainan untuk Alisa.     

Diana tidak tahu bagaimana putrinya bisa mengenal Jonathan dan ia pun tidak bertanya bagaimana Anya bisa menjadi ibu dari Alisa.     

Selama ini, ia selalu mendukung keputusan Anya dan menghormati semua keinginan Anya. Tetapi untuk yang satu ini, Diana tidak bisa menerimanya.     

Diana bisa memahami bahwa hati putrinya saat ini masih terluka. Rasa sakit di hati Anya begitu besar tanpa ia harus menceritakannya.     

Tetapi menyembuhkan hati yang terluka bukan dengan cara ini ...     

"Ibu, kami sudah pulang," Anya masuk ke dalam rumah sambil membawa tas, sementara Nadine di belakangnya sedng menggendong Alisa yang tertidur.     

"Ini Alisa?" tanya Diana sambil berjalan, mengantar Nadine menuju ke arah kamar Anya.     

Setelah meletakkan barang-barangnya, Anya mengikuti ibunya dan langsung menggandeng tangan ibunya. "Ibu, tidurlah bersamaku hari ini dan bantu aku menjaga Alisa."     

Diana mengacak-acak rambut Anya dan berkata, "Kamu sendiri masih kecil, tetapi sekarang kamu malah mengurus anak orang lain."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.