Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Rasa Bersalah



Rasa Bersalah

0"Tuan Aiden, apakah Anda mengenal para Nona ini?" tanya petugas hotel tersebut.     

Sebelum Aiden menjawab, Anya menyela terlebih dahulu, "Aku tidak mengenalnya."     

Diam-diam, Nadine menjulurkan lidahnya ke arah pamannya. Pamannya itu masih harus berusaha lebih keras untuk mendapatkan hati bibinya kembali     

Bahkan bibinya mengatakan bahwa ia tidak mengenalnya.     

"Aku akan pergi makan malam dan kembali pada pukul setengah sembilan. Kamu bisa menyewakan kamarku untuk mereka," kemudian, Aiden berbalik dan pergi menuju ke arah restoran di lantai dua.     

"Nona, silahkan. Anda bisa cek in sekarang dan cek out pada pukul setengah sembilan. Apakah Anda bersedia?" tanya petugas tersebut sekali lagi.     

"Ya, ya!" Alisa langsung menari dengan semangat di pelukan Nadine.     

"Pertunjukkan kembang apinya akan dimulai pada pukul delapan dan berakhir pada pukul setengah sembilan. Kalian bisa menyaksikannya dari balkon kamar kalian."     

"Mama, aku ingin melihat kembang api!" Alisa memandang ke arah Anya dengan tatapan memelas. Anya merasa hatinya terenyuh melihat wajah Alisa.     

Walaupun ia benar-benar tidak ingin menggunakan kamar Aiden, ia juga tidak bisa menolak tatapan memelas dari mata Alisa.     

Akhirnya, Anya memutuskan untuk menyewa kamar Aiden.     

Saat berada di kamar, Nadine memilih beberapa makanan dan menghitung semua harga makanan itu agar ia bisa menggunakan kupon diskonnya.     

"Bibi, ayo kita memesan makanan. Total harganya dua juta lebih sedikit. Bagaimana?" Nadine mengangkat menu di tangannya dan berteriak ke arah Anya.     

Anya sedang bersandar di sofa dekat jendela sambil memandang pemandangan di luar, tidak tahu apa yang sedang ia pikirkan saat ini.     

"Terserah kamu saja," kata Anya sambil tersenyum.     

Anya merasa beruntung membawa Nadine untuk bermain bersama dengan Alisa hari ini. Anak kecil memang memiliki energi yang luar biasa. Kalau saja tidak ada Nadine yang menemani Alisa, mungkin Anya akan kelelahan.     

Begitu mendapatkan persetujuan dari Anya, Nadine langsung menelepon restoran dan memesan makanan mereka.     

Alisa berlari menghampiri Anya dan langsung memeluknya. "Mama, ada apa denganmu?"     

Anya mengelus kepala Alisa dengan lembut. "Mama hanya sedikit lelah. Apakah kamu senang hari ini?"     

"Sangat senang!" jawab Alisa dengan gembira.     

"Sekarang istirahatlah dulu. Nanti kita akan melihat kembang api!" Anya menyandarkan tubuhnya pada sofa dan memejamkan matanya sambil memeluk Alisa.     

Saat ia mengalihkan pandangannya, setetes air mata mengalir dari sudut matanya.     

Ia benar-benar mencintai Alisa. Saat bersama dengan Alisa, ia merasa seperti dipulihkan.     

Tetapi sekarang, saat melihat Alisa, mengapa Anya kembali teringat pada anaknya dan Aiden?     

Anya masih ingat saat pertemuan pertamanya dengan Alisa dan Jonathan.     

Saat itu, Anya bisa mengenal Jonathan karena ia memandang Alisa terlalu lama sehingga Jonathan menyadarinya.     

Pada saat itu, Alisa masih baru berusia satu tahun, duduk di kereta bayinya sambil tertawa.     

Tatapan Anya pada Alisa yang masih bayi saat itu membuat Jonathan tahun bahwa ia memiliki masa lalu yang menyedihkan. Anya tidak bisa menceritakan semuanya pada Jonathan sehingga ia hanya mengatakan bahwa senyum Alisa seperti menyembuhkan luka di hatinya.     

Setelah hari itu, mereka berdua berteman. Jonathan tidak pernah menanyakan mengenai masa lalunya. Karena Anya mencintai Alisa, Jonathan membiarkan Anya menjadi sosok pengganti ibunya.     

Hari ini, Alisa menghabiskan satu hari untuk bermain sehingga setelah makan malam, ia tertidur di ranjang.     

Nadine berbaring di samping Alisa, tubuh kurusnya meringkuk seperti sebuah bola.     

Ketika melihat posisi tidur Nadine, hati Anya tersentuh. Katanya, orang yang tertidur dengan posisi meringkuk seperti itu adalah contoh orang yang membutuhkan rasa aman di dalam hidupnya.     

Nadine pasti sangat menderita selama 5 tahun ia tidak kembali ke rumah. Untung saja, Nadine masih bisa bertahan hidup dan tetap ceria.     

Di permukaan, Naidne mungkin terlihat sama cerianya seperti Tara. Tetapi Tara adalah wanita yang percaya diri, cerdas dan tahu apa yang ia inginkan. Sementara itu, Nadine tidak percaya pada dirinya sendiri. Ia merasa rendah diri dan tidak berani mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya.     

Ia berusaha untuk menutupi kerapuhan hatinya dengan sikap cerianya. Sifatnya yang seperti itu membuat semua orang, bahkan Anya, merasa ingin melindunginya.     

Hari ini, orang yang mengajak Alisa untuk pergi bermain adalah Anya. Tetapi setelah memasuki taman bermain, Nadine lah yang menemani Alisa ke mana pun anak itu ingin pergi.     

Nadine juga yang mengurusnya dan menemaninya ke kamar mandi. Sementara Anya hanya menjaga mereka dari jauh.     

Setelah tertidur sekitar 40 menit, Nadine terbangun.     

Ia mengambil air hangat dan menghampiri Anya yang duduk di sofa dekat jendela, memberikan satu gelas untuk Anya. "Bibi, apakah kamu tidak lelah?"     

"Terima kasih," kata Anya sambil mengambil gelas tersebut. "Aku tidak melakukan apa pun hari ini. Kamu yang menemani Alisa seharian. Aku hanya membawa dan menjaga tas. Kamu pasti kelelahan."     

"Tidak apa-apa. Aku suka anak kecil," Nadine menggaruk kepalanya dengan malu.     

"Hmm … Aku bisa lihat bahwa kamu pandai mengurus anak-anak," kata Anya sambil tersenyum.     

"Selama tiga tahun aku menghilang, aku tidak hanya membantu bersih-bersih, tetapi juga menjaga anak-anak para ilmuwan. Itu sebabnya aku cukup mengerti mengenai psikologi anak-anak. Tidak ada anak-anak yang tidak suka padaku," kata Nadine dengan bangga.     

"Apa yang kamu lakukan selama dua tahun setelah kembali ke Indonesia?" tanya Anya.     

"Aku bekerja di cabang pabrik rempah-rempah milik Keluarga Pratama. Aku menanam berbagai tanaman di sana. Mungkin kalau aku tidak bertemu dengan paman dan kembali ke kota ini, aku bisa melihat hasil tanamanku tumbuh," kata Nadine.     

"Ibuku dan aku juga menanam vanili. Setelah penantian selama tiga tahun, akhirnya kami berhasil panen dan menjualnya. Kapan-kapan, aku akan menunjukkan taman vanilinya padamu," kata Anya sambil tersenyum.     

"Liburan berikutnya, aku akan pergi ke taman dan membantumu di sana!"     

"Nadine, kamu tidak perlu selalu membantuku. Tidak peduli apa kesalahanmu, aku tahu kamu tidak sengaja melakukannya. Aku tidak akan pernah menyalahkanmu atas semua ini. Aku berharap kamu bisa berteman denganku tanpa ada beban atau rasa bersalah seperti ini," Anya bisa merasakan bahwa selama ini Nadine membantunya karena ingin menebus kesalahannya.     

Meski ia tidak tahu apa kesalahan Nadine sehingga membuatnya bersikap seperti ini. Anya bisa menebak-nebak.     

Ia sudah melupakan semua masa lalunya. Meski luka di hatinya masih belum sembuh, ia memilih untuk melepaskan semuanya.     

Ia memang tidak ingin berhubungan dengan Keluarga Atmajaya lagi. Tetapi ketulusan Nadine dan pribadinya yang ceria membuat Anya menyukainya.     

Ia ingin berteman dengan Nadine secara tulus, bukan karena ada rasa bersalah di antara mereka.     

"Bibi, aku …" mata Nadine memerah. "Kamu sangat baik padaku!"     

"Aku sudah melupakan semuanya dan seharusnya kamu juga melakukan hal yang sama. Yang penting, sekarang kamu sudah kembali dengan selamat. Jangan bertindak bodoh lagi. Ketika menghadapi sesuatu, kamu harus menceritakannya pada seseorang. Jangan mau terhasut oleh bujukan orang lain lagi," kata Anya.     

"Bibi, aku minta maaf atas yang terjadi dua tahun lalu. Aku minta maaf. Aku yang telah menyakitimu," akhirnya Nadine tidak bisa menahan diri dan menceritakan semuanya pada Anya mengenai hasil tes DNA di Hong Kong.     

Dua tahun lalu, ia yang menyebabkan hasil tes DNA di Hong Kong itu disabotase. Kejadian itu yang membuat Anya harus bercerai dan kehilangan anaknya.     

Nadine menyadari betapa bodohnya ia karena diperalat oleh Keara dengan mudahnya.     

Kalau saja hari itu ia tidak membawa Harris pergi dari kamarnya, Keara tidak akan bisa mengubah hasil tes DNA itu.     

Dan Anya tidak harus kehilangan anaknya.     

"Bibi, pukul aku. Aku bersalah!" Nadine memegang tangan Anya dan mengangkatnya ke arah wajahnya.     

Anya langsung menghentikannya. "Semua ini bukan salahmu, tetapi salah Keara. Pamanmu pernah bilang, jangan menghukum dirimu sendiri atas kesalahan yang dilakukan oleh orang lain."     

"Tetapi paman bilang ini semua karena kebodohanku sehingga bibi akhirnya menderita. Aku bersalah pada bibi. Kalau bibi tidak mau memukulku, setidaknya marahi aku!" kata Nadine.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.