Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Taman Bermain



Taman Bermain

0"Harris, menurutmu, apakah paman dan bibi bisa kembali bersama?" tanya Nadine sambil menyandarkan kepalanya di punggung Harris.     

"Selama mereka masih mencintai, tidak peduli berapa lama atau berapa jauh mereka terpisah, mereka akan kembali bersama," jawab Harris.     

"Besok aku akan pergi bersama dengan bibi. Bisakah kamu memberiku uang jajan lebih?" Nadine memeluk pinggang Harris lebih erat.     

"Saya hanya bisa memberi Anda 200 ribu, Nona."     

"200 ribu? Mana cukup!" jawab Nadine dengan kesal.     

"Apakah Nona tidak mau?" Harris tidak mudah luluh.     

Nadine langsung mengangguk dengan penuh semangat. Tentu saja ia mau. Ia akan menerima berapa pun uang sekarang karena ia benar-benar tidak punya apa-apa sekarang.     

…     

Keesokan harinya, Abdi membantu Nadine membawakan mobil Nico ke depan rumah Harris. Mobil itu sudah bersih dan bensinnya pun sudah terisi penuh.     

Nadine juga memanfaatkan kesempatan ini untuk sarapan di rumah pamannya.     

Karena hari ini ia akan membantu pamannya, Aiden tidak keberatan Nadine sarapan di rumahnya.     

"Paman, bagaimana kalau aku ikut sarapan denganmu setiap pagi untuk melaporkan kondisi bibi?" kata Nadine dengan manja.     

"Ingat apa yang aku katakan kemarin malam. Kalau kamu bisa mengambil hati anak itu, kamu bisa sarapan tiap hari di sini," kata Aiden.     

"Aku adalah ratu dari anak-anak. Mana ada anak kecil yang tidak suka padaku? Jangan khawatir, paman!" setelah makan dan minum dengan puas, Nadine sudah siap berangkat. Sebelum pergi, Hana memberikan sebuah tas besar berisi berbagai buah, puding dan makanan ringan.     

Waktu menunjukkan pukul delapan pagi saat ia tiba di depan rumah Anya. Anya sudah menunggu di ayunan, di taman rumahnya, sejak pagi hari.     

"Bibi, ayo pergi!" Nadine berhenti di depan pintu dan membuka kacanya, melambaikan tangannya ke arah Anya dengan penuh semangat.     

Melihat Nadine mengendarai mobil kesayangan Nico, Anya mengerutkan keningnya. "Sejak kapan Nico semurah hati ini, mau meminjamkan mobil kesayangannya padamu?" tanya Anya saat masuk ke dalam mobil tersebut.     

"Aku yang memilihnya! Aku memilih mobil yang paling mencolok dan mewah!" Nadine nyengir lebar saat mengatakannya.     

Siapa sangka begitu Nadine mengatakannya, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Nico yang meneleponnya.     

"Nadine, di mana kamu? Cepat kembalikan mobilku!" teriak Nico dari telepon.     

"Kakak sudah berjanji akan meminjamkan mobilmu padaku. Aku akan mengembalikannya nanti malam!" jawab Nadine.     

"Aku meminjamkan mobil putih yang ada di depan. Mengapa kamu malah membawa mobil kesayanganku?" suara Nico bisa terdengar jelas meski Nadine tidak menyalakan speaker ponselnya.     

"Mobil putih akan kotor kalau aku bawa pergi. Aku ingin keliling kota. Menggunakan mobil hitam lebih aman!" kata Nadine dengan santai.     

"Di mana kamu sekarang? Aku akan menemuimu dan menukar mobilnya!" Nico benar-benar merasa kesal. Mobil kesayangannya itu adalah mobil edisi terbatas dan hanya ada satu di kota ini.     

Ia tidak percaya dengan kemampuan menyetir adiknya.     

Ditambah lagi, Nadine ingin pergi berkeliling kota seharian. Nico tidak bisa membayangkan akan jadi seperti apa mobilnya saat pulang nanti.     

"Kak, jangan pelit. Mobilmu ada banyak …"     

"Aku punya banyak mobil, tetapi kamu malah memilih mobil kesayanganku. Apa yang harus aku lakukan kalau mobil itu rusak? Mobil itu edisi terbatas dan tidak bisa diperbaiki di Indonesia kalau sampai ada masalah," sela Nico dengan kesal.     

Tidak seharusnya ia menitipkan kunci garasi mobilnya di rumah pamannya. Sekarang Nadine telah memanfaatkan kesempatan itu dan meminjam mobil kesayangannya. Padahal ia bisa memilih mobil-mobil lainnya yang ada di garasi tersebut.     

"Jangan khawatir. Aku bahkan pernah menyetir mobil off-road. Aku akan menjaga mobilmu baik-baik," baru saja Nadine selesai berbicara, ia hampir saja menyerempet sebuah pohon, membuat alarm mobil itu menyala dengan keras.     

"Nadine! Apakah kamu menabrak? Aku mendengar suara alarm mobilnya!" teriak Nico.     

"Ini semua salah kakak! Siapa suruh meneleponku saat aku sedang menyetir!" Nadine menutup teleponnya dan melanjutkan menyetirnya dengan santai.     

Anya langsung mengencangkan sabuk pengamannya dan memegangnya erat-erat. "Nadine, pelan-pelan menyetirnya. Mobil ini kelihatan sangat mahal."     

"Kata kakak ini adalah mobil edisi terbatas. Katanya kalau sampai ada kerusakan, mobil ini tidak bisa diperbaiki di Indonesia. Aku akan menyetir dengan lebih hati-hati," jawab Nadine dengan tenang.     

"Bagaimana kalau kita meminjam mobil yang lain? Atau memanggil taksi saja?" Anya merasa khawatir. Ia akan menjemput Alisa. Ia tidak akan membiarkan anak kecil berada dalam bahaya!     

Ditambah lagi, Nadine baru saja menyerempetkan mobil mahal ini ke pohon!     

"Kak Nico yang membuat konsentrasiku berantakan karena ia terus marah-marah dari telepon. Jangan khawatir, aku akan berhati-hati!" Nadine terus menyetir mobilnya di jalan raya dan bertanya. "Bibi, ke mana kita akan pergi?"     

"Menjemput seseorang di bandara dan kemudian kita akan pergi ke taman bermain," jawab Anya.     

"Siapa yang akan kita jemput? Apakah orangnya tampan?" Nadine menyalakan GPS mobilnya sambil menyetir dan hampir saja menyerempet pembatas jalan. Untung saja alarm mobil itu berbunyi sehingga Nadine bisa menghindarinya tepat waktu.     

Anya merasa semakin khawatir dengan kemampuan menyetir Nadine. Sepertinya Nadine bukan tipe orang yang bisa mengerjakan dua hal sekaligus sehingga akhirnya Anya membantunya untuk memasang GPS.     

"Kita akan menjemput anak temanku. Apakah kamu suka anak kecil?"     

"Tentu saja!"     

Benar seperti yang Nadine katakan, ia memang pecinta anak kecil. Mungkin karena Nadine sendiri masih seperti anak-anak sehingga ia bisa dekat dengan anak kecil mana pun seperti dengan teman sendiri.     

Begitu tiba di bandara, Alisa memeluk Anya dengan erat dan tidak mau melepaskannya.     

Namun, saat mereka tiba di taman bermain, Anya malah hanya menjadi pembawa barang, sementara Nadine dan Alisa berpetualangan bersama sambil bergandengan.     

Mereka berdua terlihat penuh dengan energi saat berkeliling dan mencoba semua permainan, sementara Anya seperti orang tua yang mengikuti mereka dengan kelelahan.     

Sekitar pukul lima sore, Anya mengajak mereka untuk pulang karena Alisa terlihat sudah kelelahan. Namun, Nadine terlihat masih bersemangat.     

"Alisa, apakah kamu tidak ingin melihat pertunjukkan kembang api di malam hari?" bujuk Nadine dengan memelas.     

Ia masih belum mau pulang!     

"Mama, Alisa juga ingin melihat kembang api," Alisa menggenggam tangan Anya dan memohon padanya.     

"Bibi, aku punya kupon diskon hotel ini. Bagaimana kalau kita beristirahat di hotel terlebih dahulu dan melihat turun lagi saat pertunjukkan kembang apinya dimulai?" tanya Nadine dengan hati-hati.     

"Ayo, Mama!" kata Alisa dengan penuh semangat sambil menarik tangan Anya.     

"Tunjukkan kuponnya padaku." Anya sudah mencari tahu mengenai hotel di sekitar tempat ini dan mengetahui bahwa hotel di daerah ini cukup mahal.     

Nadine memberikan kupon itu pada Anya. "Ini kupon diskon sebesar 1 juta. Kita bisa menggunakannya kalau kita menyewa kamar dengan harga 2 juta."     

Akhirnya Anya menuruti permintaan Nadine dan Alisa. Mereka bertiga berjalan menuju salah satu hotel.     

Tidak disangka, mereka tidak mendapatkan kamar karena semua kamar di hotel tersebut sudah penuh.     

"Maaf, Nona-nona. Hari ini semua kamar sudah penuh," kata petugas hotel itu dengan sopan.     

"Apakah kamu bisa mencarikan kami kamar yang masih kosong di sore ini? Kami hanya ingin menyewa beberapa jam saja. Anak ini kelelahan dan ingin beristirahat sebentar," kata Anya sambil menggendong Alisa.     

Petugas tersebut merasa tidak enak hati dan kasihan pada Alisa, tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. "Saya benar-benar minta maaf, Nona …"     

"Berikan saja kamarku pada mereka," pada saat itu, suara yang akrab di telinga Anya terdengar dari belakang.     

Begitu Anya menoleh, ia melihat Aiden yang mengenakan jas berdiri di tengah lobi hotel tersebut seperti seorang raja.     

"Wow! Paman ini tampan sekali!" Alisa menatap Aiden lekat-lekat, tidak ingin mengalihkan pandangannya.     

"Jangan sampai air liurmu menetes, gadis kecil," Nadine mengambil alih Alisa dari gendongan Anya dan menggodanya.     

Alisa tertawa terbahak-bahak saat Nadine menggelitik perutnya.     

"Tuan Aiden, apakah Anda mengenal para Nona ini?" tanya petugas hotel tersebut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.