Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Kebenarannya



Kebenarannya

0"Tuan, penyelidikan ini masih bisa ditunda. Yang lebih penting adalah kesehatan Anda," Harris merasa khawatir pada Aiden karena selama dua tahun terakhir ini, Aiden tidak bisa tidur dengan nyenyak.     

"Kalau kamu berhasil menyelidikinya lebih cepat, aku bisa lebih tenang. Pergilah. Aku mau beristirahat," Aiden merasa tubuhnya semakin berat dan perlahan-lahan ia mulai mengantuk.     

"Baik, Tuan," Harris keluar dari kantor Aiden, memerintahkan pada pengawal yang berjaga di depan pintu agar tidak membiarkan siapa pun mengganggu istirahat Aiden.     

Setelah pulang dari kantor Aiden, Tara tidak langsung ke kliniknya, tetapi ia pergi ke Iris untuk menemui Anya.     

Hari ini adalah hari perempuan internasional dan mall tersebut sangatlah sibuk. Tara masuk ke Iris dan melihat banyak pengunjung sedang berbelanja.     

"Selamat datang, Nona Tara," hanya dengan sekali lihat saja, Mila langsung mengenali Tara dan menyambutnya dengan senyuman.     

"Mila, lama tidak berjumpa. Aku mencari Anya," kata Tara.     

"Anya sedang berada di ruang parfum lantai dua. Apakah perlu aku tunjukkan jalannya?" tanya Mila.     

"Tidak usah. Aku bisa ke sana sendiri. Kamu bisa mengurus pelanggan saja," ini bukan pertama kalinya Tara pergi ke Iris. Ia sering datang mengunjungi Anya sehingga ia sudah tahu ruang parfum yang sering Anya gunakan.     

Biasanya, di hari-hari acara seperti ini, Anya akan tetap berada di bawah untuk membantu penjualan. Tetapi hari ini ada cukup banyak orang untuk melayani pelanggan sehingga Anya memutuskan untuk bersembunyi di dalam ruang parfum.     

Setelah naik ke lantai dua, Tara mengetuk jendela kacanya untuk memberitahu kedatangannya. Anya langsung keluar melihat kedatangan sahabatnya.     

"Tara, mengapa kamu ke sini?" sambut Anya sambil tersenyum.     

"Tebak aku dari mana," kata Tara dengan misteriusnya.     

"Klinik?" jawab Anya.     

"Tidak. Aku baru saja dari kantor Aiden. Ia sakit kepala dan memintaku untuk memeriksanya. Sekarang ia sedang beristirahat," kata Tara sambil memandang Anya. "Aku dengar kalian bertengkar dan kamu bahkan tidak sempat makan sebelum pergi. Apa yang terjadi?"     

Anya hanya diam saja dan menutup mulutnya. Ia tidak bisa bilang pada Tara kalau ia begitu marah karena Aiden menciumnya!     

"Aku tidak suka karena ia memaksaku untuk makan bersama dengannya," akhirnya, Anya hanya bisa beralasan."     

"Namanya juga Aiden," Tara tertawa, "Siapa suruh kamu menandatangani kontrak tanpa melihat isinya dengan jelas? Semua ini salahmu sendiri."     

"Mengapa kamu juga ikut mengejekku!" Anya memukul pundak Tara dengan kesal, "Pokoknya aku tidak ingin pergi ke sana lagi!"     

"Ngomong-ngomong, Aiden menanyakan hal yang aneh padaku hari ini. Ia tahu kita pergi ke rumah lama Keluarga Atmajaya dan menanyakan apakah Bibi Maria memberitahumu mengenai alasan perceraian kalian." Tara mengatakannya dengan ekspresi khawatir. "Apakah menurutmu Aiden mengetahui sesuatu?"     

"Aiden begitu cerdas dan kita tidak bisa menyembunyikan apa pun darinya. Tetapi masalah ini bukan urusan kita. Kita hanyalah orang luar. Biar saja Keluarga Atmajaya yang memberitahu Aiden sendiri," jawab Anya dengan tenang.     

"Itu juga yang aku pikirkan. Jadi aku bilang aku tidak tahu apa-apa. Aku bilang saat kamu berbicara dengan Bibi Maria, aku menunggu di luar dan tidak mendengar apa pun. Bukankah aku pintar?" Tara mengedipkan matanya dengan nakal.     

"Ya, ya, kamu paling pintar!" Anya tertawa memandang sahabatnya itu. "Bagaimana keadaan Aiden? Mengapa ia tiba-tiba sakit kepala?"     

"Sejak kamu pergi dua tahun lalu, Aiden mengalami insomnia. Psikiater dan hipnotis pun tidak bisa membantunya sehingga ia kekurangan tidur. Kamu tahu kan kalau seseorang kurang tidur, emosinya akan naik turun. Sekarang ia masih sakit kepala," Tara hanya bisa menggelengkan kepalanya.     

Anya hanya tersenyum mendengarnya. "Untung saja aku memutuskan untuk tidak sering-sering bertemu dengannya lagi," meski bibirnya mengatakan hal tersebut, sebenarnya hati Anya berkata lain. Ngomong-ngomong, Aiden ingin membantuku mencari orang tua kandungku. Meski Keluarga Atmajaya tidak mau memberitahu yang sebenarnya, Aiden akan tahu kebenarannya kalau ia bisa menemukan orang tua kandungku."     

Tara duduk di sofa dan bersandar dengan malas. "Ia membantumu dengan harapan kamu bukan keponakannya. Tiba-tiba saja aku punya ide yang bagus …"     

"Ide apa?" tanya Anya.     

Tara menunjukk ke arah Anya dan berkata dengan senyum nakal. "Bukankah Nadine adalah asistenmu. Ia adalah keluarga Aiden. Ia juga bagian dari Keluarga Atmajaya. Kalau tidak ada satu orang pun yang berani memberitahunya, suruh saja Nadine yang memberitahunya."     

Anya menggelengkan kepalanya. "Aiden sedang sakit kepala dan kurang tidur sehingga temperamennya sangat buruk. Di saat-saat seperti ini, mana bisa aku memberitahunya. Ia bisa mengamuk!"     

"Anya, anak di dalam kandunganmu itu bukan milikmu seorang. Aiden juga punya hak untuk mengetahui kebenarannya. Apakah kamu tidak merasa marah ketika kamu kehilangan anakmu dan juga pernikahanmu, sementara Keluarga Atmajaya menemukan putri kandung mereka?" tanya Tara.     

"Tetapi untuk apa aku melakukannya? Seseorang sengaja melakukan semua ini agar aku tidak bisa menemukan orang tua kandungku. Seseorang sengaja ingin memisahkan aku dari Aiden. Keluarga Atmajaya, sama seperti aku dan Aiden, kami semua adalah korban. Kalau aku memberitahu Aiden, apa yang bisa ia lakukan? Marah-marah di rumah?" Anya menghela napas panjang. "Keadaan Kak Maria juga sangat buruk. Mungkin lebih baik aku tidak mengatakan apa pun, dari pada membuat mereka bertengkar. Lagi pula, Aiden sudah berjanji untuk membantuku mencari orang tua kandungku. Begitu aku menemukan mereka, kebenarannya juga akan terungkap dengan sendirinya."     

"Kamu terlalu baik," Tara menggelengkan kepalanya "Aku harap Aiden bisa segera menemukan orang tuamu. Aku tidak mau kamu menunggu terlalu lama."     

"Aiden tidak akan mengecewakanku. Aku akan memberitahumu kalau ada kabar baik," kata Anya sambil tersenyum. "Ayo kita turun. Aku akan memilihkan hadiah untukmu."     

"Woohoo, aku suka hadiah! Aku tidak akan menolak! Beri aku aromaterapi agar aku bisa menggunakannya di klinikku," sudah tidak ada lagi sungkan di antara Tara dan Anya. Tara langsung mengikuti Anya turun ke bawah untuk mendapatkan hadiahnya.     

…     

Pukul setengah tiga sore, Aiden terbangun dari tidurnya. Kondisinya sudah jauh lebih baik dan kepalanya sudah tidak sakit lagi.     

Ia memanggil Harris dan menanyakan apakah ada yang mencarinya selama ia beristirahat.     

"Tuan Bima menelepon dan meminta Anda untuk datang ke rumahnya. Ada hal penting yang ingin ia bicarakan dengan Anda," kata Harris.     

"Hal penting?" wajah Aiden terlihat curiga, "Hal penting apa yang ingin ia bicarakan denganku?"     

"Sepertinya saya tahu apa ingin Tuan Bima bicarakan," Harris langsung membuka ponselnya dan menunjukkan rekaman CCTV, yang merupakan obrolan antara Anya dan Tara. Namun suara mereka terdengar sangat pelan.     

Aiden meningkatkan volumenya hingga maksimal dan kemudian bisa mendengar suara Tara dengan jelas.     

'Anya, anak di dalam kandunganmu itu bukan milikmu seorang. Aiden juga punya hak untuk mengetahui kebenarannya. Apakah kamu tidak merasa marah ketika kamu kehilangan anakmu dan juga pernikahanmu, sementara Keluarga Atmajaya menemukan putri kandung mereka?'     

Wajah Aiden langsung berubah saat mendengarnya. "Apa maksudnya Keluarga Atmajaya sudah menemukan putri kandung mereka? Kak Maria sudah menemukan putri kandungnya, dan itu bukan Anya?"     

"Saya juga tidak tahu, Tuan. Saya baru saja mendengarnya," jawab Harris dengan hati-hati.     

Aiden memukul meja di hadapannya dengan keras, "Mereka bilang Anya adalah anak Kak Maria. mereka memaksa kami untuk bercerai dan membunuh anak kami. Sekarang, mereka telah menemukan anak kandung yang sebenarnya, tetapi mereka memilih untuk menyembunyikannya dariku?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.