Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Tidak Ingat



Tidak Ingat

0Setelah makan malam, Tara ingin menginap bersama Anya, tetapi Nico langsung mengajaknya untuk pulang.     

"Dasar kamu tidak peka. Sudah dua tahun bibi tidak kembali ke Indonesia. Ia pasti merindukan ibunya. Jangan mengganggu mereka," Nico membawa Tara pulang dari rumah itu secara paksa.     

Tara hanya bisa pasrah. Ia juga merindukan Anya. Tetapi ia tahu pasti banyak yang ingin Anya bicarakan dengan ibunya.     

Hana menyuruh para pelayan untuk membersihkan taman, dibantu oleh Anya. sementara itu, Diana dan Esther sedang mengobrol dan minum teh di ruang keluarga.     

Sekitar pukul sembilan malam, Hana sudah selesai beres-beres dan membawa semua pelayan kembali ke rumah Aiden. Anya langsung naik ke lantai atas untuk mandi.     

Begitu ia selesai mandi dan turun ke lantai bawah, Esther sudah pulang. Hanya ada ia dan ibunya saja yang berada di rumah.     

Diana memanggilnya sambil tersenyum. "Anya, kemarilah."     

Anya menghampiri ibunya sambil melompat seperti anak kecil. Di hadapan ibunya, selamanya ia adalah anak kecil.     

Diana tertawa melihat betapa manjanya putrinya itu. Ia mengambil handuk di leher Anya dan membantunya mengeringkan rambutnya.     

"Ibu, apakah ibu tidak mau tinggal di luar negeri?" tanya Anya secara tiba-tiba saat ibunya sibuk mengeringkan rambutnya.     

"Ibu sudah terbiasa tinggal di Indonesia dan mengurus taman ini. Ibu tidak ingin meninggalkan taman ini," kata Diana dengan tenang. "Kamu sudah dewasa dan memiliki hidupmu sendiri. Tidak perlu memikirkan ibu. Kalau kamu mau pergi, pergilah. sesekali kembali lah ke Indonesia untuk menemui ibumu ini," tangan Diana masih sibuk mengeringkan rambut Anya, tetapi jawabannya sangat tenang.     

"Tidak peduli di mana pun aku berada, aku akan selalu mengunjungi ibu," Anya memeluk lengan ibunya dan menyandarkan kepalanya di sana.     

Selamanya, Diana akan menjadi ibunya. Tidak peduli meski mereka tidak berhubungan darah sekali pun, Anya bisa merasakan cinta ibunya yang tulus kepadanya. Dan ia berniat untuk membalas budi dan berbakti pada ibunya seumur hidupnya.     

"Anya, apakah kamu pernah memikirkan untuk kembali bersama dengan Aiden? Dua tahun lalu, ia terpaksa harus berpisah denganmu. Kalau ia tahu kamu bukan keponakannya, ia pasti ingin kembali padamu," tanya Diana.     

Anya terdiam sejenak dan kemudian tersenyum tipsi. "Aku sedang meniti karirku. Aku tidak ingin membicarakan masalah perasaan. Dua tahun lalu, aku telah mencoba, tetapi gagal dan aku tidak mau mengulanginya lagi."     

Diana menghela napas panjang mendengar jawaban putrinya itu. "Selama dua tahun terakhir ini, aku selalu menyalahkan Aiden. Walaupun aku sering bertemu dengan Hana, aku selalu menghindari Aiden. Saat aku mengambil kembali semua uangku untuk rumah di proyek perumahan Atmajaya Group, Aiden masih membiarkan rumah itu tetap kosong hingga sekarang. Seperti katanya, taman belakang rumah itu langsung menuju ke taman vanili kita."     

Anya hanya bisa diam saat mendengar cerita ibunya. Ia tidak mengerti mengapa ibunya mengatakan semua ini.     

"Ibu, apa yang sebenarnya ingin kamu katakan?" Anya mengangkat kepalanya dan memandang ibunya.     

Diana meletakkan handuk yang dipegangnya dan mengambil sebuah sisir. Sambil menyisir rambut Anya, ia berkata, "Ibu hanya ingin bilang bahwa tidak mudah untuk menemukan seorang pria yang benar-benar mencintaimu. Ibu tidak mau kalau sampai kamu melewatkan pria seperti itu."     

Anya menggelengkan kepalanya. "Ibu, cinta saja tidak cukup. Terlalu banyak masalah di antara aku dan Aiden." Setelah itu, Anya melanjutkan sambil tersenyum. "Aku tidak ingin menikah lagi. Biar aku menemani ibu seumur hidupku."     

Diana memukul kepala anaknya dengan penuh sayang, berharap Anya bisa melupakan ide konyol itu. "Aku bukan ibu yang egois seperti itu. Aku tidak ingin kamu mengesampingkan kebahagiaanmu demi ibu. Aiden mencintaimu lebih dari yang kamu bayangkan."     

"Aku tahu ibu, tapi aku belum siap," kata Anya. Kemudian, Anya berpikir sejenak mengenai masalah yang terjadi dua tahun lalu. Keara pernah menceritakan mengenai masalah penculikan Aiden dan sampai saat ini Anya tidak tahu kebenarannya. "Bu, aku ingin bertanya sesuatu kepadamu."     

"Apa? Tanyakan saja, ibu akan menceritakan semuanya," kata Diana dengan tenang.     

"Keara pernah bilang padaku bahwa ibu salah mengenali Aiden sebagai Ivan dan menyuruh seseorang untuk menculiknya. Apakah itu benar?"     

Diana memandang ke arah Anya dengan bingung. "Tidak! Bagaimana bisa Keara mengatakan hal itu?"     

"Tetapi ketika aku meminta Raka untuk menyelidikinya, hasilnya tetap sama. Imel menculikku dan memaksa ibu untuk memberikan formula parfum buatan ibu. Saat itu, Aiden datang untuk membicarakan masalah penggusuran taman dengan ibu. Ibu salah mengira Aiden adalah Ivan sehingga balas menculiknya. Aku tidak tahu apakah Keara berbohong atau ada kesalahan dalam penyelidikan Raka," mata Anya terpaku pada ibunya. "Ibu, bisakah ibu memberitahuku cerita yang sebenarnya?"     

Diana mengangguk dan memegang tangan putrinya. Kemudian, ia menceritakan semuanya dengan tegas, tidak ada kebohongan sama sekali di dalam matanya. "Memang benar Imel menculikmu pada saat itu. Aku tidak bisa memberikan formula itu padanya, jadi aku hanya bisa mencari cara lain untuk menyelamatkanmu. Saat aku melihat Aiden, aku memang salah mengiranya sebagai Ivan. Tetapi aku mengingatnya sebagai Ivan yang tumbuh besar bersamamu. Ia yang selalu menjagamu dan melindungimu. Saat itu, Atmajaya Group menginginkan taman ibu. Aku berniat menjual taman itu kepada mereka dan meminta bantuannya untuk menyelamatkanmu. Karena di dunia ini, aku hanya memilikimu. Tidak ada yang lebih penting dari putri ibu."     

Hati Anya tersentuh saat mendengar jawaban ibunya. Ibunya bahkan rela menyerahkan taman yang sangat dicintainya demi Anya. "Lalu, siapa yang menculik Aiden?"     

"Aku tidak menculiknya. Aku hanya meminta bantuannya untuk menyelamatkanmu. Hari itu, aku memintanya untuk bertemu dengan Aiden di taman. Tetapi hari itu aku tidak sengaja makan makanan basi dan keracunan sehingga tetangga kita mengirimku ke rumah sakit. Aku juga tidak tahu siapa yang menculik Aiden," Diana memberitahu semua kejadian sebenarnya.     

Air mata mengalir di wajah Anya. Ia memeluk ibunya dengan penuh kelegaan. "Aku tahu ibu tidak akan melakukan hal yang jahat. Meski ibu salah mengira Aiden sebagai Ivan sekali pun, ibu tidak akan pernah menyakitinya."     

Diana memeluk putrinya dan mengelus rambut panjang Anya dengan lembut. "Ivan adalah anak yang baik. Tidak peduli bagaimana pun ibunya, ia tidak berbuat salah. Aku tidak akan menculiknya hanya karena aku membenci ibunya. Awalnya, aku berencana untuk menemuinya dan meminta bantuan padanya. Aku tidak tahu kalau sebenarnya yang aku temui adalah Aiden."     

Diana berpikir sejenak dan kemudian melanjutkan, "Berarti, Aiden sudah mengetahui mengenai kita berdua sejak lama. Ia juga tahu bahwa aku tidak menculiknya. Kalau tidak, bagaimana mungkin ia mau menikahimu dan membantuku hingga seperti ini?" Diana menepuk punggung Anya dan menghibur putrinya.     

Anya menganggukkan kepalanya.     

Di antara semua cerita ibunya, ada satu hal yang menarik perhatiannya dan mengganjal pikirannya. "Ibu, aku pernah diculik oleh Imel? Mengapa aku tidak mengingatnya?" tanya Anya dengan penasaran.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.