Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Takut Disalahkan



Takut Disalahkan

0"Meski Kak Maria menemukan putri kandungnya, ia tidak akan pernah membuangmu begitu saja. Selama ini, ia sudah menganggapmu seperti darah dagingnya sendiri. Bagaimana bisa kamu menghancurkan hatinya seperti ini?" tegur Aiden dengan keras.     

Nadine menundukkan kepalanya. Ia merasa benar-benar sedih. "Aku pikir ibu tidak akan menginginkanku lagi setelah menemukan anak kandungnya."     

"Dasar bodoh," meski kata-kata dari mulutnya terdengar kejam, Aiden ikut merasa sedih. Keponakannya ini telah menanggung kesedihannya seorang diri tanpa berani menceritakannya kepada siapa pun.     

"Selama dua tahun terakhir, Nyonya Maria mengurung diri di rumah lama Keluarga Atmajaya dan berdoa pagi hingga malam. Kalau Anda tidak kembali, aku khawatir kesehatannya akan semakin memburuk," kata Harris.     

Nadine mengangkat kepalanya. Ia pikir setelah menemukan putri kandungnya, ibunya akan bahagia. Tetapi mengapa ibunya malah menderita seperti ini?     

"Paman, maafkan aku. Maafkan aku, aku bersalah! Aku ingin kembali dan bertemu dengan ibuku. Meski ibu sudah memiliki anaknya sendiri, aku tidak ingin kehilangan ibu," akhirnya, air mata mengalir di wajah Nadine.     

"Nona, jangan menangis. Tuan Aiden sedang kecewa sekarang. Dugaannya selama ini benar, ada seseorang yang menyelinap ke dalam kamar saya dan mengubah hasil tes DNA itu. Mungkin saja putri yang ditemukan oleh ibu Anda ternyata salah," kata Harris dengan serius.     

Nadine masih ingin menangis. Tetapi ketika melihat wajah dingin Aiden, air matanya seolah ikut ketakutan dan berhenti mengalir. Ia hanya bisa mengusap air matanya dalam diam, tanpa berani mengatakan apa pun pada pamannya.     

"Anya bukan anak kandung Kak Maria. Rencana Keara ini sangat kejam," Aiden mengepalkan tangannya, ia benar-benar ingin memukul sesuatu.     

"Bukankah Anya adalah kekasih paman?" meski sedang berada jauh dari rumah, Nadine selalu mengikuti berita mengenai keluarganya. Dengan begitu, kerinduannya akan sedikit terobati.     

"Nyonya Anya adalah istri Tuan Aiden. Hasil tes DNA yang saya bawa pulang dari Hong Kong membuktikan bahwa Nyonya Anya adalah putri dari ibu Anda. Sehingga akhirnya mereka terpaksa bercerai. Pada saat akan bercerai, Nyonya sedang mengandung. Karena takut anak itu akan dilahirkan, Nyonya Maria akhirnya memberinya obat aborsi secara paksa untuk membunuh anak itu," Harris menceritakan cerita keseluruhannya pada Nadine.     

"Apa!" Nadine benar-benar terkejut mendengarnya. Ia tidak menyangka bahwa masalahnya serumit ini.     

"Apakah kamu masih percaya bahwa Keara tidak menyentuh hasil tes DNA itu sama sekali?" mata tajam Aiden terpaku pada wajah Nadine.     

"Walaupun Kak Keara mencintai Paman, ia tidak akan melakukan hal sekejam ini. Sengaja menghancurkan rumah tangga paman, hingga membunuh anak paman? Itu tidak mungkin!" Nadine menggelengkan kepalanya. "Kak Keara tidak sejahat itu!"     

Ketika mobil mereka berhenti di hotel, Aiden berkata dengan suara dingin. "Harris, awasi dia. Kita akan kembali ke Indonesia hari ini. Kalau sampai Nadine kabur, aku akan memecatmu!"     

"Baik, Tuan!" jawab Harris.     

Begitu Aiden meninggalkan mobil, Nadine sudah bersiap-siap untuk melarikan diri. Tetapi supir Aiden langsung mengunci pintu mobilnya.     

"Harris, tolong aku. Aku telah melakukan kesalahan besar kali ini. Paman, akan membunuhku!" Nadine langsung memohon pada Harris dan menatapnya dengan memelas.     

"Dua tahun lalu, ibu Anda membunuh anak Tuan dan Nyonya. Saat itu, saya sedang menunggu kedatangan Anda di Hong Kong. Apakah Anda tahu hukuman apa yang saya dapatkan begitu saya kembali? Tiga tulang rusuk saya patah karena Tuan. Saat itu, kalau saja ibu saya tidak memohon padanya, mungkin Tuan sudah membunuh saya …" jawab Harris dengan tenang.     

"Apakah paman begitu mencintai bibi? Kalau benar Kak Keara yang melakukan semua ini demi memisahkan paman dan bibi, bukankah artinya aku juga berkhianat pada paman? Paman tidak akan memaafkanku. Kamu sudah bekerja padanya selama bertahun-tahun dan kamu tahu betapa kejamnya paman. Kalau aku pulang bersamanya, aku akan mati! Apakah paman yang mengusir ibuku ke rumah lama dan menghukumnya hingga kesehatannya memburuk?" tanya Nadine.     

"Nona, Anda sangat cerdas. Bagaimana Anda bisa begitu bodoh saat bertemu dengan Nona Keara?" Harris mengerutkan keningnya.     

"Harris, aku mohon padamu. Biarkan aku pergi. Aku tidak mau mati!" Nadine menangkupkan kedua tangannya dan memohon sekali lagi pada Harris.     

"Kalau saya membiarkan Anda pergi, saya yang akan mati. Pulanglah dan tebus kesalahan Anda. Nyonya Anya sudah kembali ke Indonesia. Anda tidak sengaja melakukannya karena perintah Nona Keara. Selama Anda meminta maaf, Nyonya pasti akan memaafkan Anda," kata Harris.     

Nadine memandang Harris dengan putus asa. Ia tahu Harris tidak akan mengubah pikirannya.     

"Apakah paman masih mencintai Anya? Tetapi ia kan putri ibuku. Mereka tidak bisa bersama-sama," Nadine bersandar di kursinya dan berkata dengan tidak berdaya.     

"Kalau hasil tes DNA dua tahun lalu memang benar dimanipulasi oleh Nona Keara, kemungkinan besar Nyonya bukanlah putri ibu Anda. Kalau ia tidak memiliki hubungan darah dengan Tuan, mengapa mereka tidak bisa kembali bersama?" kata Harris dengan bersemangat.     

Mata Nadine berbinar dengan cerah saat mendengarnya. "Berarti, selama aku bisa mengambil hati Anya dan membuktikan bahwa ia tidak memiliki hubungan darah dengan paman, lalu mendekatkan mereka kembali, paman akan memaafkanku?"     

Harris mengangguk. "Ibu Anda kembali ke rumah lama bukan karena Tuan menghukumnya. Itu karena keinginannya sendiri. Kalau Anda pulang, Anda bisa menemaninya."     

Nadine mengangguk dan kemudian berkata dengan suara pelan. "Harris, aku takut mereka semua akan menyalahkanku."     

"Jangan takut. Saya akan selalu bersama dengan Anda," kata Harris. Setelah mengatakannya, ia menghubungi Nico dengan panggilan video.     

Nico masih berada di rumah lama Keluarga Atmajaya. Ketika ia melihat Anya dan Tara menyukai masakan Dwi, ia meminta Dwi untuk membungkusnya agar mereka bisa membawanya pulang.     

Mereka sedang menunggu makanan tersebut sambil mengobrol dan minum teh di taman ketika Nico menerima panggilan video dari Harris.     

"Mengapa Harris meneleponku? Untuk apa dua orang pria dewasa melakukan panggilan video?" Nico mengatakannya dengan jijik, tetapi tetap menerima panggilan tersebut.     

"Harris, bukankah kamu sedang dinas?" tanya Nico dengan bingung.     

Harris melihat bahwa Nico tidak sedang berada di kantor dan langsung bertanya, "Tuan, di mana Anda sekarang? Bukankah ada rapat yang harus Anda hadiri jam 3? Apakah Anda lupa?"     

"Hah? Rapat apa? Kamu tidak memberitahuku apa pun!" Nico langsung mengangkat jam di pergelangan tangannya dan melihat bahwa jam sudah menunjukkan pukul dua.     

"Tuan, apakah Anda yakin saya tidak memberitahu Anda? Apa perlu saya membuat Anda ingat lagi?" jawab Harris dengan sini.     

"Mengapa Nico masih seperti ini?" Anya menatap Nico dengan heran. Dua tahun berlalu, tetapi Nico masih tidak berubah, tidak bertanggung jawab seperti dulu. Ia selalu mengandalkan Aiden. Bahkan untuk mengingat jadwal rapatnya saja ia membutuhkan Harris.     

"Ia memiliki dua paman yang sangat hebat. Tentu saja ia akan memanfaatkannya," bisik Tara.     

Nico menyeringai dan berkata dengan tidak tahu malu. "Aku sudah ingat. Aku akan pergi sekarang!"     

Pada saat itu, Nico memandang ke arah layar ponselnya dan melihat wajah Nadine muncul di sana. "Nadine! Kamu masih hidup!" teriak Nico dengan keras.     

Anya dan Tara saling beradu pandang. Mereka tidak tahu Nadine yang mana yang sedang Nico bicarakan.     

"Kakak, lama tidak bertemu. Aku … Aku bertemu dengan paman. Aku akan segera pulang," Nadine melambaikan tangannya ke kamera dengan malu. "Bagaimana keadaan ibu?"     

"Dasar anak nakal! Apakah kamu tidak memikirkan perasaan ibumu, tidak pulang ke rumah selama bertahun-tahun! Tunggu sebentar, aku akan pergi ke tempat ibu sekarang!" Nico membawa ponselnya dan berlari menuju ke kamar ibunya.     

Begitu Nico pergi, Dwi muncul dari dalam. "Ke mana Tuan Muda pergi? Bungkusannya sudah siap untuk dibawa."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.