Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Surat Cerai



Surat Cerai

0"Apakah ia pikir aku akan kembali ke rumah itu lagi? Meskipun ada banyak kenangan indah di rumah itu, kenangan terburukku juga ada di rumah yang sama," kata Anya.     

Hana menghela napas panjang. Melihat Anya menangis lagi, ia menepuk punggungnya. "Jangan memikirkannya lagi. Sekarang yang paling penting adalah memulihkan kesehatanmu dan keluar dari rumah sakit."     

Anya mengangguk. "Bu Hana, tolong bantu aku membuka koper dan mengeluarkan dokumen di dalamnya.     

"Tuan Nico meneleponku dan memintaku untuk mengirimkan semua barang-barangmu ke rumah sakit. Aku langsung membawa koper ini. Apakah dokumen yang ini?" Hana langsung membantu Anya dan membukakan kopernya. Benar sekali barang teratas yang ada di koper tersebut adalah sebuah amplop coklat.     

Anya mengambil dokumen itu dari tangan Hana dan langsung menandatanganinya.     

Itu adalah surat cerainya.     

Anya mencoret saham yang diberikan oleh Aiden untuknya. Yang ia inginkan di dunia ini hanyalah Aiden dan anak mereka. Ia tidak membutuhkan uang, ia tidak menginginkan saham.     

Karena ia sudah memutuskan untuk pergi, ia akan pergi tanpa membawa apa pun …     

Hana mengambil dokumen itu kembali dan berusaha untuk menjelaskan. "Anya, Aiden sama sekali tidak tahu kejadian hari itu. Ia meninggalkan pengawalnya di rumah untuk melindungimu. Ia juga mengirim beberapa orang untuk berjaga di rumah Keluarga Atmajaya karena tidak mau Tuan Bima dan Nyonya Maria mencelakaimu. Tetapi ia tidak menyangka …"     

"Apa yangitdak ia sangka? Aiden hanya tidak ingin orang-orang itu melukaiku, tetapi ia tetap ingin membunuh anak di dalam kandunganku. Ia ingin memintaku untuk menggugurkan kandunganku. Sebagai seorang ibu, bagaimana bisa aku melakukan hal sekejam itu pada darah dagingku sendiri," Anya mengatakannya dengan sangat tenang.     

"Anya, Aiden tidak berniat menyakitimu. Walaupun aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, aku tahu bahwa ia juga sedang kesulitan sama sepertimu," kata Hana.     

"Kesulitan? Aku sudah tidak peduli padanya. Meski ia mati sekali pun, aku tidak peduli …" kata Anya dengan dingin.     

"Anya …" Hana menatapnya dengan ternganga.     

"Aiden telah membunuh anakku. Ketika ia memintaku untuk menggugurkan kandunganku, ia telah menjatuhkan hukuman mati untuk anak di dalam kandunganku. Tidak ada bedanya siapa yang melakukannya pada akhirnya. Kalau saja Aiden mau mempertahankan anak itu, siapa yang berani menyakitiku? Aiden lah yang membunuh anakku," ada kesedihan yang tak berujung dari suara Anya.     

Ia benar-benar mencintai Aiden.     

Sebegitu besarnya cintanya pada Aiden sehingga besar pula rasa bencinya.     

Memang benci dan cinta hanya seperti benang tipis.     

Hana tidak bisa membantah kata-kata Anya, karena Anya mengatakan kebenaran. Memang benar Aiden yang tidak ingin mempertahankan anak itu. Tetapi karena ia tidak sanggup mencabut nyawa anak itu sendiri, akhirnya Maria lah yang turun tangan.     

"Anya, apa yang akan kamu lakukan setelah ini?" tanya Hana.     

"Pasporku sudah siap. Aku akan membeli tiket pesawat dan pergi kapan pun aku mau," jawab Anya dengan suara pelan.     

"Aku dengar dari pengawal di luar kamu tidak ingin menemui Aiden. Ibu sarankan kamu berbicara dan memperjelas semuanya sebelum kamu pergi," kata Hana dengan lembut.     

Anya menggelengkan kepalanya. "Tidak ada yang perlu dibicarakan. Ia ingin bercerai, aku telah memberikan apa yang ia inginkan. Ia ingin membunuh anakku, anakku sudah tiada lagi. Aku tidak ingin bertemu dengannya lagi …"     

"Anya …" mata Hana memerah. Ia tidak menyangka Anya membenci Aiden sebesar ini.     

Mereka berdua dulunya saling mencintai. Tetapi sekarang, keadaannya sudah jauh berbeda.     

"Bu Hana, terima kasih sudah datang dan membawakan barangku. Jangan khawatir, aku baik-baik saja. Aku sudah tahu apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku akan memulai hidupku yang baru. Biarkan aku hidup dengan tenang tanpa ada orang-orang yang tidak mencintaiku," Anya mengatakan seolah-olah Aiden tidak penting baginya, tetapi hatinya sakit seperti dirajam.     

"Anya, tidak peduli di mana pun kamu berada suatu hari nanti, jangan lupakan ibu. Kamu bisa menelepon atau mengirim pesan padaku. Aku hanya punya Harris dan aku sudah menganggapmu seperti anakku sendiri. Setengah tahun terakhir adalah hari-hari yang paling membahagiakan bagiku di rumah itu, setelah kedatanganmu," Hana merasa khawatir Anya akan menghilang dari hidupnya. Tidak hanya dirinya, semua orang di rumah benar-benar mencintai Anya.     

"Terima kasih sudah merawat dan menjagaku. Terima kasih sudah menjadi pengganti ibuku. Selama enam bulan terakhir, aku sungguh bahagia," kata Anya sambil memegang tangan Hana.     

"Hidup ini singkat. Kalau kamu mengingat kenangan yang indah, kamu akan bahagia. Lupakan saja semua kejadian buruk yang menimpamu. Lain kali, ibu akan membawakan makanan saat datang kemari. Apa ada makanan yang ingin kamu makan? Kamu harus makan banyak agar bisa keluar dari rumah sakit."     

Anya menggelengkan kepalanya. Ia tidak nafsu makan.     

Ketika bersama dengan Aiden, ia merasa hari-harinya sungguh bahagia. Semuanya terasa indah. Semuanya terasa menyenangkan.     

Tetapi sekarang, ia hanya bisa merasakan pahit.     

"Tidak usah. Makanan dari rumah sakit sudah cukup," tolak Anya.     

"Kalau Tara tidak bisa datang dan menemanimu malam ini, kamu bisa telepon ibu. Aku yang akan menemanimu," kata Hana.     

Anya mengangguk.     

"Ngomong-ngomong, Harris sedang pergi ke Hong Kong dan belum kembali. Apakah kamu mau oleh-oleh? Aku akan meminta padanya," Hana berusaha untuk mengalihkan pembicaraan.     

"Tidak usah. Aku tidak ingin apa pun."     

Yang Anya inginkan adalah anaknya. Tetapi ia anaknya tidak akan pernah kembali.     

Yang Anya inginkan adalah Aiden yang mencintainya dengan setulus hati. Tetapi Aiden yang sekarang ingin menceraikannya.     

Sekarang, ia hanya ingin ibunya sehat. Tidak ada lagi yang ia inginkan.     

Setelah Hana pulang dari rumah sakit, ia meminta pengawal Aiden untuk mengirimkan surat cerai yang telah Anya tanda tangani ke kantor Aiden.     

Saat itu, Aiden sedang berada di tengah rapat dan Jenny yang menerima dokumen tersebut.     

Aiden kembali ke kantor setelah rapat berakhir. Pada saat itu, ia melihat Jenny sedang membaca artikel mengenai zodiak.     

"Kapan kamu akan mengerjakan proyek barumu?" tanya Aiden dengan dingin.     

"Tuan, kamu sudah selesai rapat. Ini dokumenmu," Jenny hampir saja memanggil Aiden dengan sebutan 'Kak' lagi. Ia telah berulang kali ditegur dan akhir-akhir ini suasana hati Aiden sangat buruk.     

Lebih baik ia tidak mencari masalah.     

Aiden menerima amplop tersebut dan mengintip ke arah layar laptop Jenny yang sedang membahas mengenai peruntungan percintaan zodiak Scorpio.     

Peruntungan cinta Scorpio bulan ini sangat buruk. Semua orang yang Scorpio tidak balas mencintainya dan malah meninggalkannya.     

Jenny menyadari bahwa Aiden sedang melihat ke arah layar laptopnya. Ia langsung mematikan layarnya dan tertawa dengan canggung. "Aku dengar zodiak Raka adalah Scorpio. Aku hanya ingin tahu."     

"Informasi itu salah. Raka bukan Scorpio," kata Aiden dengan singkat.     

"Tidak mungkin. aku menanyakan langsung pada asistennya. Katanya ia lahir di awal bulan November. Ia pasti Scorpio," Jenny terlihat serius.     

Scorpio? Awal November?     

Aiden bukan orang yang mudah lupa. Scorpio adalah zodiak Anya. Sementara itu, ulang tahun Raka sekitar bulan Juli. Tidak tahu dari mana Jenny mendapatkan informasi itu, tetapi informasi itu salah.     

Di kantornya, Aiden membuka dokumen yang ia terima dan melihat surat cerai di dalamnya. Anya telah menandatangani dan mencoret saham pemberiannya.     

Ia bersedia untuk pergi dari rumah tanpa membawa apa pun.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.