Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Selamat Tinggal



Selamat Tinggal

0Nico memutar otaknya. Mengapa Raka tiba-tiba saja mengambil cuti?     

Apakah karena masalah yang menimpa Anya sehingga Raka membutuhkan waktu sendiri untuk menenangkan diri?     

Tetapi bagaimana bisa Raka pergi seenaknya di saat kantor sedang sibuk, sementara ia tidak memiliki kebebasan seperti itu. Ini sungguh tidak adil!     

Pada akhirnya, Nico hanya bisa menyimpulkan karena ayah Raka sangat baik.     

Sementara itu Nico sangat tidak beruntung. Sebelum ia lulus, ayahnya sudah meninggal. Setelah itu, pamannya lah yang menggantikan sosok ayahnya.     

Meski pamannya sangat cerdas dan luar biasa, pamannya memiliki sifat yang unik dan sulit untuk diajak bekerja sama.     

Nico hanya bisa menghela napas dengan lelah dan kemudian kembali ke kantornya. Tetapi tiba-tiba saja, ia menerima panggilan dari Aiden.     

"Anya sudah keluar dari rumah sakit bersama dengan Raka. Apakah kamu tahu ke mana mereka pergi?" tanya Aiden begitu Nico mengangkat telepon, tanpa menunggu Nico mengucapkan salam.     

"Ha?" Nico tertegun sejenak. "Apakah maksud paman mereka pergi bersama?"     

"Ke mana mereka pergi?" tanya Aiden dengan tidak sabar.     

"Baru saja Raka mengirimkan lokasinya kepadaku. Ia sedang menuju ke bandara," jawab Nico.     

"Apakah kamu yakin Raka sedang menuju ke bandara?" Aiden sudah bisa menebak apa yang Raka ingin lakukan.     

Sementara itu, Nico baru menyadari mengapa Raka tiba-tiba saja memamerkan liburannya padanya. "Paman, aku rasa, Raka ingin memberitahuku bahwa sekarang ia sedang mengantar Anya ke bandara dan ia ingin aku menyampaikannya kepadamu."     

"Dasar bodoh," tegur Aiden.     

"Maaf, Paman. Aku tidak menyadarinya. Aku baru tahu. Paman, cepat pergilah ke bandara agar kamu bisa melihat bibi," desak Nico.     

"Ini urusanku, bukan urusanmu," Aiden langsung menutup panggilan tersebut tanpa menunggu jawaban Nico.     

Aiden meletakkan ponselnya di atas meja sambil menimbang-nimbang.     

Ia duduk di meja kantornya, tidak tahu apakah ia harus pergi ke bandara, menemui Anya untuk yang terakhir kalinya.     

Apakah kedatangannya akan membuat Anya marah?     

Apakah kedatangannya akan membuat Anya sedih?     

Atau mungkin Anya juga menginginkan hal yang sama dengannya? Bertemu untuk yang terakhir kalinya.     

Aiden tahu Anya sangat membencinya saat ini. Anya begitu mencintai anak mereka hingga ia menyembunyikan penerimaannya di akademi impiannya. Semua itu demi anak mereka, demi Aiden juga.     

Setelah berpikir untuk sejenak, Aiden langsung mengambil kunci mobilnya dan keluar dari kantornya, berjalan menuju ke arah lift.     

Kalau memang ia tidak bisa mempertahankan Anya, setidaknya ia ingin mengantar Anya dan melihatnya untuk yang terakhir kalinya.     

Ia ingin melihat Anya untuk yang terakhir kalinya. Ia tidak mau sampai menyesali hal ini seumur hidupnya …     

…     

Bandara.     

Anya duduk di sebuah kursi saat beberapa orang menurunkan barang-barang mereka dari mobil.     

Kembali di tempat ini, Anya teringat akan kenangannya dulu. Sebelumnya, ia pernah mengantar Aiden saat Aiden akan pergi ke luar negeri. Mereka menunggu di ruang tunggu bersama-sama sambil memandang ke arah langit malam.     

Hari itu, mereka banyak mengobrol. Anya mungkin tidak bisa mengingat apa saja yang mereka bicarakan hari itu, tetapi ia ingat betapa gembiranya bisa bersama dengan Aiden.     

Sesederhana itu …     

Begitu melewati pemeriksaan dan memasuki ruang tunggu, ia tidak akan bisa melihat orang yang mengantarnya. Saat menunggu antrian pemeriksaan, tanpa sadar Anya menoleh ke belakang, seperti sedang menantikan seseorang.     

Ia tahu Aiden tidak akan datang, tetapi mengapa ia masih berharap?     

"Apakah kamu mau makan dulu?" Raka bisa melihat harapan di mata Anya. Ia baru saja mendapatkan pesan dari Nico, mengatakan bahwa Aiden sedang dalam perjalanan.     

Anya menundukkan kepalanya dan menegur dirinya sendiri karena terlalu naif, masih memikirkan mengenai kenangan masa lalu.     

Aiden tidak akan datang.     

Aiden yang sekarang bukan Aiden yang dulu.     

Aiden yang sekarang bukanlah Aiden yang mencintainya …     

"Kita bisa makan di ruang tunggu. Ayo masuk saja," jawab Anya dengan suara pelan.     

Raka terdiam sejenak saat mendengar jawaban Anya. Kemudian, ia memutar otaknya dan mencari cara agar mereka tidak masuk terlebih dahulu.     

"Anya, Nico menitipkan barang dan memintaku untuk memberikannya pada temannya di Perancis. Ia sedang dalam perjalanan ke sini. Bisakah kita menunggunya sebentar saja?" Raka memang terlalu baik hati. Ia ingin Anya dan Aiden bertemu untuk yang terakhir kalinya sehingga ia membantu mereka.     

"Nico atau Aiden?" tanya Anya.     

"Nico," jawab Raka dengan tegas.     

"Aku akan menemanimu," Anya langsung merasa lega saat mendengar jawaban tegas dari Raka.     

Anya tidak memiliki masalah apa pun dengan Nico. Semua kejadian ini bukan salah Nico. Nico tidak tahu apa-apa dan ia tidak melakukan apa pun. Anya tidak boleh menghukumnya atas perbuatan orang lain.     

Mereka menunggu cukup lama, tetapi Aiden tidak kunjung datang. Hingga pengumuman bandara mengumumkan nomor pesawat mereka dan meminta para penumpang untuk segera masuk.     

Raka hanya bisa pasrah dan menghela napas panjang, "Dasar Nico. Ia memang tidak bisa diharapkan. Mungkin ia terkena macet di jalan. Ayo pergi. Kita tidak bisa menunggu lebih lama lagi."     

Mereka berjalan perlahan menuju ke arah gerbang mereka, tidak terburu-buru karena mereka adalah penumpang first class dan akan memasuki pesawat belakangan.     

Setelah naik ke dalam pesawat dan duduk di kursinya, ponsel Raka tiba-tiba berbunyi. Ia mendapatkan sebuah pesan berisi foto dari Aiden dengan dua kata yang tertera di bawahnya.     

Terima kasih!     

Ketika melihat foto tersebut, perasaan Raka bercampur aduk.     

Ternyata Aiden sudah tiba di bandara, tetapi ia memutuskan untuk tidak bertatap muka secara langsung dengan mereka.     

Foto yang Aiden kirimkan adalah foto Anya. Foto itu tepat diambil dari sudut depan, tanpa sepengetahuan Anya.     

Raka tidak tahu bagaimana Aiden bisa mengelabui pandangan mereka, tetapi tetap bisa mengambil foto wajah Anya dengan sangat jelas.     

Raka tidak tahu sudah berapa lama Aiden tiba di bandara, tidak tahu berapa lama Aiden mengamati mereka dari kejauhan.     

Sementara itu, Raka tahu bahwa Anya mengharapkan orang yang datang bukanlah Nico, melainkan Aiden. Kalau tidak, untuk apa Anya bersedia menunggu bersama dengan Raka.     

Kalau Anya mau, ia bisa masuk terlebih dahulu dan menunggu di ruang tunggu. Tetapi sama seperti Aiden, Anya juga ingin melihat Aiden untuk yang terakhir kalinya.     

Raka : Anya menunggumu. Mengapa kamu tidak mau menemuinya?     

Aiden : Aku takut akan membuatnya menangis. Dan aku takut tidak akan bisa melepaskannya. Aku harap perjalanan kalian lancar.     

Raka : Aiden, kamu benar-benar pengecut. Kalau kamu memang tidak mau, mengapa kamu melepaskannya begitu saja?     

Aiden tidak menjawab. Ia duduk di mobilnya yang berada di tempat parkir, membuka atap mobilnya dan memandang langit di atasnya.     

Di saat yang bersamaan, Anya duduk di dekat jendela, memandang langit di luar jendela pesawat.     

Ini pertama kalinya ia pergi ke luar negeri.     

Ini pertama kalinya ia meninggalkan Indonesia.     

Tetapi Anya tidak tahu kapan ia akan kembali lagi.     

Mungkin dua tahun atau tiga tahun. Atau mungkin ia tidak akan pernah kembali …     

"Apakah Aiden tahu aku pergi hari ini?" tanya Anya secara tiba-tiba.     

"Apa?" Raka terkejut mendengar pertanyaan Anya, "Kamu tidak mau aku meneleponnya tadi …"     

"Nico tahu aku akan pergi. Seharusnya Aiden juga tahu," gumam Anya.     

"Apakah kamu ingin Aiden mengantarmu untuk yang terakhir kali?" tanya Raka.     

"Aku tidak ingin melihatnya," Anya bersandar di kursinya dan mengirimkan pesan pada ibunya.     

Anya : Ibu, aku sudah berada di pesawat. Kita akan segera bertemu di India.     

Tidak butuh waktu lama, Diana langsung menjawab.     

Diana : Aku akan menunggumu untuk makan malam bersama. Hati-hati di jalan.     

Anya jarang sekali membuka media sosialnya. Kali ini, ia mengunggah sebuah foto. Foto langit yang terlihat sangat cerah hari itu.     

'Selamat tinggal, Indonesia!'     

Aiden melihat foto tersebut. Anya sedang mengucapkan selamat tinggal padanya.     

Sambil memandang foto tersebut, Aiden bergumam pelan. "Selamat tinggal, Anya …"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.