Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Dua Pasangan



Dua Pasangan

0Nico menggerutu melihat Nadine yang melarikan diri bersama dengan Harris, memasuki rumah pamannya terlebih dahulu.     

"Dasar anak ini! Aku melakukan semuanya untukmu. Kamu memiliki Keluarga Atmajaya yang begitu kaya, tetapi kamu memilih untuk menurunkan derajatmu dan berpacaran dengan …" sebelum Nico bisa menyelesaikan kalimatnya, Tara mencubitnya dengan sangat keras.     

"Ahhh! Mengapa kamu mencubitku!" begitu Nico selesai berteriak, ia melihat Hana keluar dari rumah Aiden.     

"Apakah kamu masih mau makan?" kata Tara. "Setelah makan masakan Bu Hana selama bertahun-tahun, kamu masih membenci mereka?"     

"Aku tidak membenci mereka. Tetapi Nadine bisa mendapatkan yang lebih baik," kata Nico.     

"Nico, menurutmu yang lebih baik itu seperti apa? Mengapa kamu ingin menikah?" tanya Anya.     

"Menurutku yang terbaik adalah Tara. Tidak ada yang lebih baik dari Tara," jawab Nico dengan manis.     

"Bagaimana kamu bisa menilai bahwa Harris tidak pantas untuk Nadine? Kamu saja sendiri gagal melihat tujuan pamanmu menempatkan Nadine di sisi Harris," setelah mengetakannya, Anya tidak lagi memperhatikan Nico dan berjalan memasuki ke dalam rumah.     

"Mengapa kamu melihatku seperti itu? Nadine adalah adikku. Tentu saja aku berharap ia bisa mendapatkan pasangan yang terbaik. Apakah aku salah?" kata Nico, membela dirinya.     

"Tidak salah. Tetapi kamu juga harus memikirkan apa yang Nadine butuhkan dan apa yang ia inginkan. Kalau Nadine menikah dengan pria kaya yang tidak dicintainya, ia tidak akan pernah bahagia. Lalu, apa yang bisa kamu lakukan? Aku pikir Harris adalah pria yang baik. Ia benar-benar mencintai Nadine," kata Tara dengan tenang.     

"Aku tidak yakin apakah Nadine benar-benar menyukai Harris. Raisa bilang Nadine menyukai Raka. Setelah Raka mengakhiri pertunangannya dengan Natali, aku ingin menjodohkan Nadine dengan Raka agar Keluarga Atmajaya dan Keluarga Mahendra …"     

"Berhenti di sana. Apakah kamu lupa mengenai pertunangan pamanmu dan Raisa. Raisa sekarang akan menjadi bibimu. Bagaimana bisa Nadine menikah dengan Raka?" kata Tara.     

"Ah! Aku lupa Raisa akan menjadi bibiku. Bagaimana bisa aku melupakan hal sepenting itu. Berarti sekarang aku harus memanggil Raisa sebagai bibi? Lalu bagaimana dengan Raka? Apakah aku harus memanggilnya paman?" Nico merasa semakin bingung. "Tara, kita sungguh menyedihkan. Mengapa perangkat kita sangat rendah?"     

"Bukan kita, tetapi kamu. Aku belum menikah denganmu. Jangan melibatkan aku," kata Tara dengan cepat, kemudian pergi meninggalkan Nico.     

Nico tertawa dan mengejar Tara menuju ke arah ruang keluarga sambil melingkarkan tangannya di pundak Tara.     

Hana tidak tahu apa yang mereka bicarakan di luar tadi. Ketika melihat mereka datang, ia langsung menyuruh para pelayan untuk menyajikan makanan.     

Seperti biasa, Hana selalu menyiapkan berbagai makanan lezat untuk mereka.     

Di meja makan, Harris terus memperhatikan Nadine. Sesekali, ia mengambilkan makanan yang diinginkan oleh Nadine dan memberikannya tisu saat Nadine membutuhkannya.     

Anya memandang mereka dengan senang. Mereka berdua terlihat sangat manis, tidak seperti Tara dan Nico yang berisik.     

Tara juga memandang mereka dengan kagum. Ia merasa sangat kesal saat melihat Nico hanya memedulikan dirinya sendiri.     

"Ini enak. Makanlah," Nico mencicipi bubur ayam di mangkuknya dan memberikannya pada Tara.     

Tara merasa semakin kesal. "Mengapa kamu mencicipinya dulu sebelum memberikannya kepadaku?"     

"Aku mencobanya untukmu. Aku hanya mau memberikan yang enak-enak saja kepadamu," kata Nico dengan serius.     

"Terima kasih, tetapi aku tidak mau bekas liurmu," Tara menolaknya.     

Nico tidak keberatan dengan kata-kata pedas Tara. Ia menghabiskan bubur itu dengan senang. Sementara itu, Tara hanya bisa memandang Nico saat menghabiskan semua bubur di mangkuknya menuangkan satu porsi lagi.     

"Aku tidak bohong padamu. ini benar-benar enak!" kata Nico.     

"Dasar kekanakan," gerutu Tara.     

Anya tertawa melihat kelakuan mereka.     

Di hadapannya, ada dua pasangan yang benar-benar berbeda.     

Nico dan Tara adalah pasangan yang sangat berisik. Mereka benar-benar seperti anak kecil yang tidak bisa berhenti saling mengolok satu sama lain.     

Setiap hari mereka selalu berdebat dan ribut seperti anak kecil, tidak mau mengalah.     

Sementara itu, di sisi lain, Nadine dan Harris terlihat sangat manis. Mereka adalah pasangan yang sangat tenang. Sesekali mereka akan mengambilkan makanan kesukaan satu sama lain sambil melemparkan senyum.     

Dua pasangan di hadapannya ini benar-benar berkebalikan.     

Melihat mereka berempat membuat Anya merindukan Aiden. Kalau saja Aiden ada di sini, ia tidak akan kesepian sendirian.     

Mungkin sama sepertinya, Aiden akan mengamati semua yang terjadi di meja makan itu dalam diam.     

Mungkin sesekali Aiden akan tersenyum tipis saat melihat kekonyolan Nico dan Tara.     

Mungkin sesekali Aiden akan menggandeng tangannya di bawah meja. Menunjukkan rasa sayangnya pada Anya secara diam-diam, tidak seperti Tara dan Nico, maupun Nadine dan Harris.     

"Kalau saja Aiden sudah kembali, kalian semua sudah lengkap," kata Hana.     

"Pamanku akan tiba di siang nanti dan kami akan berkumpul untuk makan malam. Bu Hana, tolong buatkan makan malam yang enak," kata Nico. "Kemarin malam, para pelayan di rumah Keluarga Atmajaya membeli ikan segar.     

Anya masih ingat saat mereka mengadakan pesta barbekyu di rumah Keluarga Atmajaya. Saat itu, mereka juga memanggang ikan, ikan yang Aiden bilang sangat mahal.     

Tara terus menggerutu melihat Nico tidak memedulikannya.     

"Apakah kamu tidak mau makan ikan itu?" kata Nico. "Sekarang kan kamu sedang hamil. Selama kamu bilang kamu mau makan apa pun, Keluarga Atmajaya pasti akan langsung mengirimkannya untukmu."     

"Bagaimana kamu bisa tahu aku hamil kalau aku sendiri saja tidak tahu?aku benar-benar ingin membunuhmu!" kata Tara dengan marah.     

"Kak, apakah kamu benar hamil?" begitu mendengar kata-kata kakaknya, Nadine langsung memandang Tara dengan gembira.     

"Nadine, telepon ibu dan bilang bahwa Tara ingin makan ikan. Tanyakan apakah ibu bisa mengirimnya ke rumah paman. Paman juga belum sempat mencicipinya," Nico sangat cerdas sehingga ia memanfaatkan nama Aiden di saat-saat seperti ini.     

"Bilang saja kakak ingin memakannya. Mengapa harus menggunakan nama paman," kata Nadine sambil memandang Nico dengan tatapan mencemooh.     

Kakaknya itu benar-benar tidak tahu malu.     

"Kakak iparmu yang menginginkannya, tetapi ia terlalu malu untuk mengatakannya," Nico mengelus kepala Tara dengan lembut.     

Anya hanya bisa menahan senyumnya. Sebentar lagi, Tara benar-benar akan meledak karena marah.     

"Nico, aku tidak pernah bilang aku ingin makan. Kamu sendiri yang menginginkannya," kata Tara.     

"Tapi aku tahu kamu menyukainya dan aku ingin memberikannya untukmu," kata Nico sambil tersenyum.     

Tara memang pecinta makanan, sama halnya dengan Nico. Tidak peduli seberapa mahal makanan itu, ia akan berusaha untuk mendapatkannya dengan cara apa pun.     

Nadine langsung bergerak dengan cepat dan menelepon ibunya. "Ibu, kakak bilang masakan ikan yang ibu buat kemarin malam di rumah sangat enak. Paman dan aku belum mencobanya. Kalau masih ada sisa, bisakah ibu mengirim ikannya ke rumah paman agar Bu Hana bisa membuatkannya untukku malam ini?"     

Jeda beberapa saat terdengar sebelum akhirnya Nadine mengangguk dengan senang dan mengakhiri panggilan itu.     

Ia bisa mendapatkan ikan itu dengan sangat mudah, meski harganya sangat mahal.     

"Apa yang ibu katakan?" tanya Nico.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.