Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Menurunkan Derajatmu



Menurunkan Derajatmu

0"Aku tidak peduli lagi padamu," Tara tidak mau menjawabnya. Ia berbalik dan pergi ke lantai atas.     

Kamarnya masih sama seperti dulu. Setiap hari Hana selalu membersihkannya untuk Tara, kalau Tara tiba-tiba saja datang dan menginap.     

Nico mengejarnya hingga ke kamar. Melihat Tara mengambil piyama dan handuk, Nico mulai melepaskan pakaiannya.     

"Apa yang kamu lakukan?" Tara menatapnya dengan waspada.     

"Mandi denganmu," kata Nico.     

"Siapa yang mau mandi denganmu," Tara melotot ke arahnya dengan galak.     

"Kita belum pernah mandi bersama. Bagaimana kalau kita menggunakan jacuzzi di kamarku. Setelah itu kita bisa mandi dan berbicara," Nico tidak memberi kesempatan Tara untuk menolak dan langsung menggendongnya menuju ke kamar utama.     

"Nico, bisakah kamu tenang dan dengarkan aku," Tara merasa semakin panik.     

"Kamu lelah. Mandi dan bersantailah. Kita bisa bicara dengan tenang," Nico membuka kran air dan mulai mengisi bathtub nya.     

Tara ingin meninggalkan kamar mandi tersebut, tetapi Nico memegangi tangannya.     

"Apa yang kamu mau? Aku tidak mau mandi denganmu," kata Tara.     

"Apakah kamu masih marah padaku karena masalah Raisa? Atau kamu marah karena aku tidak bisa mengendalikan diriku kemarin malam?" Nico langsung memojokkannya di dinding, membuat Tara tidak bisa menghindarinya.     

Punggung Tara menyentuh dinding yang dingin. Di hadapannya, wajah Nico yang tampan tampak serius.     

"Nico, apakah kamu benar-benar mencintaiku? Kamu memiliki tunangan, tetapi kamu sama sekali tidak memikirkan aku dan pergi ke hotel tanpa memikirkan konsekuensinya. Banyak orang meneleponku dan mengirimkan pesan padaku, mengasihani aku. Beberapa orang mengungkapkan perasaannya padaku dan mengatakan bahwa mereka bisa menghargaiku jauh lebih daripada kamu. Lalu, kemarin malam aku mabuk dan kamu …" Tara berhenti berbicara.     

"Katakan semuanya," Nico mengecup pipi Tara dengan lembut dan membiarkan ia mengeluarkan semua unek-uneknya.     

"Aku bukan orang yang tertutup. Tetapi hal seperti itu seharusnya dilakukan oleh orang yang saling mencintai dan dilakukan dalam keadaan sadar, bukan mengambil kesempatan saat aku sedang mabuk. Dan hari ini, untuk menghalangi pernikahan Ivan dan Raisa, kamu mengatakan bahwa aku hamil. Apakah kamu memikirkan perasaanku?" tanya Tara dengan marah.     

"Aku minta maaf. Pukul aku dan marahi aku sampai kamu puas," Nico mengangkat Tara dan ke arah wajahnya. Tetapi sebelum tangannya itu bisa memukul wajah Nico, Tara langsung menariknya.     

"Aku sedang serius. Aku benar-benar malu saat kamu bilang aku hamil. Bagaimana aku harus menghadapi semua orang sekarang? Bagaimana aku harus menghadapi kakekku? Apakah kamu pikir hamil di luar nikah bukanlah hal yang memalukan?" mata Tara memerah.     

"Hari ini ibuku sedang tidak sehat. Besok aku akan meminta ibuku dan kakekku untuk mengunjungi rumah kakekmu, meminta ijin dari kakekmu secara resmi untuk menikahimu. Aku berjanji aku akan lebih berhati-hati lain kali agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Tetapi mengenai masalah tadi malam, aku tidak berniat minta maaf. Itu karena aku begitu mencintaimu. Aku sudah menantimu selama dua tahun dan tidak bisa menunggu lagi," setelah mengatakannya, Nico tidak menunggu reaksi Tara dan langsung menundukkan kepalanya, mengecup bibir Tara.     

Saat air panas mulai memenuhi bathtub, ruangan itu dipenuhi dengan uap, membuatnya terlihat semakin memabukkan.     

Tara tidak punya kekuatan untuk melawan Nico dan hanya bisa menerima serangan demi serangan Nico.     

Air di dalam bathtub itu tidak sanggup menahan gerakan mereka sehingga membuat lantai basah karena cipratannya.     

Air yang panas menjadi semakin dingin seiring berjalannya waktu.     

Setelah beberapa saat, Tara hanya bisa berbaring dengan lemah di pelukan Nico. "Nico, apakah kamu benar-benar mencintaiku?"     

Tangan Nico memeluk Tara dengan erat dan kemudian ia berbisik di telinganya. "Aku sangat mencintaimu. Aku sungguh-sungguh mencintaimu. Menikahlah denganku."     

"Aku akan memikirkannya," Tara tidak mau langsung memberi jawaban pada Nico.     

"Apa lagi yang perlu kamu pikirkan?" Nico menggendong Tara keluar dari kamar mandi menuju ke kamarnya. Selama ini, Tara tidak pernah menyentuh tempat tidur Nico sama sekali.     

Meski mereka sempat tinggal bersama untuk beberapa saat, Tara menginginkan tempat tidur yang terpisah.     

Sekarang, ia berada di tempat tidur Nico yang besar. Tidak ada selembar kain pun di tubuhnya, sama halnya dengan Nico.     

Di tempat tidur yang besar itu, Nico berulang kali menunjukkan cintanya kepada Tara, seolah ingin membuktikan bahwa ia benar-benar mencintainya.     

Tara tidak bisa menyaingi stamina Nico dan berteriak dengan kesal, "Ini sama saja dengan pemaksaan. Kamu tidak tulus padaku!"     

"Aku sudah memberikan semuanya kepadamu. Mengapa kamu masih tidak bisa melihat ketulusanku?" tanya Nico.     

"Siapa yang melamar kekasihnya di tempat tidur, dasar brengsek!" Tara melotot ke arah Nico dengan marah.     

Kegalakan Tara membuat Nico tertawa terbahak-bahak. "Aku mengerti. Tunggu saja. Aku akan memberimu kejutan dan melamarmu dengan cara yang luar biasa."     

"Tidak usah. Aku tetap tidak akan menerima lamaranmu," Tara mendengus dengan kesal     

"Aku berjanji akan membuatmu bahagia," kata Nico sambil memeluk Tara.     

Memeluk Tara di tempat tidurnya seperti mendapatkan kembali kepingan yang menghilang dari hidupnya.     

Sebelumnya, ia merasa tempat tidurnya terasa besar dan sepi. Ternyata, itu karena tempat tidur ini menanti belahan jiwanya.     

"Jangan berisik. Aku mengantuk," Tara benar-benar kelelahan karena Nico sehingga ia sudah tidak berniat kembali ke kamarnya. Setelah beberapa saat kemudian, ia tertidur lelap.     

…     

Keesokan paginya, Anya menerima telepon dari Hana, memanggilnya untuk datang sarapan.     

Kebetulan sekali, Anya juga ingin mengantarkan mobil Nadine kepadanya. Begitu ia tiba di rumah Aiden, ia melihat Harris dan Nadine sedang berjalan sambil bergandengan tangan, hendak memasuki rumah tersebut.     

"Sepertinya ada yang terjadi kemarin malam," kata Anya dengan sengaja.     

Harris hanya tersenyum malu-malu sementara Nadine mengangkat tangan mereka yang bertautan dengan bangga. "Kami berpacaran!"     

"Harris, pamanku menyuruhmu untuk menjaga Nadine dan mendidiknya, bukan untuk menggodanya," tiba-tiba saja Nico muncul.     

"Kami saling mencintai," kata Harris, sama sekali tidak malu menunjukkan perasaannya seperti saat pertama kali Anya memergoki mereka bergandengan tadi.     

"Nadine, kamu adalah anggota Keluarga Atmajaya! Jangan menurunkan derajatmu" Nico menatap Harris dengan dingin.     

Awalnya, ibu Aiden yang membawa Hana ke Keluarga Atmajaya. Saat pertama kali datang ke rumah Keluarga Atmajaya, Hana membawa putranya, Harris. Tetapi tidak ada satu orang pun yang tahu siapa ayahnya.     

Karena perlindungan dari ibu Aiden dan kerja Hana yang sangat bagus, Bima sangat mempercayainya.     

Di Keluarga Atmajaya, tidak ada satu orang pun yang menganggap Hana dan Harris sebagai pelayan. Mereka sudah menjadi anggota keluarga.     

Tetapi Hana selalu mengingat identitasnya dan mengingatkan Harris agar tetap sadar akan diri mereka.     

Sekarang, tiba-tiba saja Harris dan Nadine berpacaran. Nico tidak bisa menerimanya.     

Di mata Nico, Harris adalah anak pelayan yang ingin menikah dengan anak majikannya, seperti katak yang menginginkan angsa.     

Ia tidak bisa menyangkal bakat Harris. Ia tahu sendiri karena ia pun mengenal Harris sejak kecil. Harris adalah pria yang bertanggung jawab dan memiliki karakter yang sangat baik.     

Tetapi tidak peduli seberapa baiknya Harris, ia tidak pantas mendapatkan Nadine.     

Memangnya mengapa kalau Nadine adalah anak haram kakaknya?     

Tetap saja ia adalah anggota Keluarga Atmajaya. Siapa yang berani menghina Nadine Atmajaya?     

Lain halnya dengan Harris. Harris tidak memiliki latar belakang Keluarga Atmajaya. Ayahnya tidak diketahui dan ibunya hanyalah pelayan Keluarga Atmajaya. Pekerjaannya saat ini berasal dari Keluarga Atmajaya dan rumahnya juga ia dapatkan dari Aiden.     

Bisa dibilang, Keluarga Atmajaya lah yang menghidupinya. Tetapi ia masih saja tamak dan menginginkan Nadine.     

Nico benar-benar tidak setuju.     

"Ada apa dengan Harris? Ia tampan, pekerja keras, baik hati dan berbakat. Lebih baik kakak urusi urusan kakak sendiri!" Nadine menggandeng tangan Harris dan mengajaknya masih ke dalam rumah, terlalu malas untuk memedulikan Nico.     

"Dasar anak ini! Aku melakukan semuanya untukmu. Kamu memiliki Keluarga Atmajaya yang begitu kaya, tetapi kamu memilih untuk menurunkan derajatmu dan berpacaran dengan …" sebelum Nico bisa menyelesaikan kalimatnya, Tara mencubitnya dengan sangat keras.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.