Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Maukah Kamu Menjadi Kekasihku?



Maukah Kamu Menjadi Kekasihku?

0Harris terkejut saat mendengar kata-kata Anya. Apakah Ivan sudah tahu mengenai kondisi Aiden?     

Ivan memang sengaja tidak ingin bersaing, bukan karena ia tidak bisa menang, tetapi karena ia tidak mau melawan Aiden.     

Memang benar kalau ia ingin bersaing dengan Aiden saat ini dan menjatuhkan Aiden dari kepemimpinannya, Aiden tidak akan pernah bisa menghentikannya karena kondisinya yang buruk.     

Ia memiliki dukungan dari Keluarga Mahendra.     

Kondisi Aiden cepat atau lambat pasti akan terungkap. Tidak tahu kapan ia akan tiba-tiba pingsan atau kehilangan penglihatannya.     

"Aku tidak mau membandingkan Aiden atau pun Kak Ivan. Mereka berdua sama-sama luar biasa," Anya tidak ingin tahu siapa yang menang dan siapa yang kalah karena ia tidak ingin kedua orang itu bersaing.     

"Semua anggota Keluarga Atmajaya memang hebat," timpan Nico dengan bangga.     

"Kecuali kamu," kata Tara dengan sengaja.     

"Tara …" Nico berpura-pura sedih saat menyandarkan kepalanya di pundak Tara.     

"Ahhh mataku!" Nadine tidak bisa melihat semua ini lagi. Ia merinding melihat kakaknya bermanja-manjaan seperti itu. "Kakak ipar, tolong usir kakakku yang bodoh itu dari sini."     

Tara langsung merona mendengar Nadine memanggilnya dengan sebutan kakak ipar. Ia menepuk tangan Nico dan berkata, "Ayo kita pergi. Jangan ganggu istirahat Anya."     

"Bibi, kami juga akan pulang," Nadine tahu bahwa Anya baru saja pulang dari luar kota dan kembali hari ini. Ia pasti sangat lelah.     

"Nyonya, tolong jangan melibatkan diri Anda dalam masalah Keluarga Atmajaya. Tunggu sampai Tuan Aiden pulang kembali," kata Harris.     

Anya masih heran mengapa Harris terus memanggilnya sebagai sebutan Nyonya.     

Semua anggota Keluarga Atmajaya juga masih menganggapnya sebagai istri dari Aiden.     

Ia ingin berkata pada Harris untuk tidak memanggilnya dengan sebutan itu, tetapi Aiden bilang bahwa mereka belum bercerai. Surat cerai itu sudah dibakar oleh Aiden sebelum bisa diserahkan ke pengadilan sehingga mereka masih bisa dianggap sebagai pasangan suami istri yang sah.     

Ditambah lagi, Nico dan Nadine juga masih memanggilnya dengan sebutan bibi sehingga Anya memutuskan untuk diam saja.     

"Bibi, aku pulang dulu ya. Beristirahatlah. Selamat malam!" Nadine memeluk Anya. "Besok aku akan menemanimu ke rumah sakit untuk menjenguk Jonathan sebelum pergi kerja."     

"Aku akan menunggumu," Anya tidak punya mobil sehingga Nadine menawarkan diri untuk mengantarnya.     

Setelah keluar dari rumah Diana, Nico langsung menggendong Tara. "Ayo kita pulang."     

"Nico, apakah kamu tidak tahu malu? Adikmu dan Harris sedang melihat kita," Tara langsung memukul pundak Nico.     

"Tidak apa-apa. Mereka sendiri juga bisa bermesraan, mengapa kita tidak boleh," kata Nico dengan sengaja.     

Tara menguburkan kepalanya dengan malu di pelukan Nico.     

"Kakekku sudah menyetujui pernikahan kita. Kapan kamu mau menikah denganku?" tanya Nico.     

"Siapa bilang aku mau menikah denganmu?" Tara menoleh dan memandang Nico dengan angkuh.     

"Kamu kan tunanganku. Lalu siapa yang akan kamu nikahi kalau bukan aku?" Nico menggendong Tara sampai ke depan mobil dan setelah itu mereka pergi menuju ke rumah Nico.     

Tara duduk di dalam mobil tanpa mengatakan apa pun. Ia masih ragu dan belum siap untuk menikah.     

Ia merasa seperti sedang dijebak.     

Nico yang pergi ke luar bersama dengan Raisa dan membuat berita perselingkuhan mereak tersebar. Tara merasa sangat kecewa pada Nico hingga mabuk-mabukan dan pada akhirnya ia bercinta dengan Nico semalaman.     

Sepertinya, Nico sama sekali tidak menganggap pernikahan mereka adalah sesuatu yang istimewa.     

Nico hanya membutuhkannya untuk menghindari Raisa dan itu membuat Tara merasa kecewa.     

Nadine dan Harris berjalan di belakang mereka dan mendengar apa yang mereka katakan sebelum masuk ke dalam mobil.     

"Mengapa Kak Tara tidak mau menikah dengan kakakku?" tanya Nadine.     

"Pernikahan adalah sesuatu yang besar. Kakakmu tidak melamar Nona Tara dan tidak membawa keluarganya untuk berkunjung dan meminta ijin pada Dokter Tirta untuk meminang Nona Tara. Dalam situasi seperti ini, tentu saja Nona Tara tidak mau menerima lamaran tersebut. Kalau suatu hari aku melamar seorang wanita, tentu saja aku tidak akan melakukannya dengan cara yang sederhana seperti ini," kata Harris sambil menggenggam tangan Nadine.     

Wajah Nadine memerah. Ia ingin menarik tangannya dari genggaman Harris. Tangannya basah karena ia terlalu gugup. Tetapi Harris tidak melepaskannya.     

"Harris, apakah kamu menyukaiku?" tanya Nadine.     

Harris menggaruk kepalanya dengan canggung dan merasa malu. "Aku … Aku bodoh dalam hal percintaan dan tidak bisa membuat hati wanita senang. Tetapi Nadine, aku benar-benar menyukaimu. Sejak dulu, aku selalu mencintaimu."     

Nadine merasa seperti melihat sosok Harris yang baru.     

Harris menatapnya dengan tatapan yang berkobar. "Saat kita masih kecil, kita sering bermain rumah-rumahan. Aku adalah ayahnya dan kamu adalah ibunya …"     

"Ah?" Nadine terkejut mendengarnya.     

Ia tidak menyangka Harris masih ingat permainan kecil mereka.     

"Saat itu, aku pikir, ketika kita besar nanti, aku benar-benar akan menikah denganmu. Aku tahu ini terlalu mendadak, tetapi maukah kamu menjadi kekasihku?" tanya Harris.     

Ini adalah saat yang dinantikan oleh Nadine sehingga tidak butuh waktu lama ia langsung menjawabnya. "Aku mau!" jawab Nadine sambil menganggukkan kepalanya.     

"Benarkah?" Harris menatapnya dengan bersemangat.     

"Mulai hari ini, Harris kamu adalah kekasihku. Kamu tidak boleh membantu paman untuk menindasku lagi," kata Nadine sambil tersenyum.     

Harris langsung mengeluarkan dompetnya dan meletakkannya di tangan Nadine. "Mulai hari ini aku akan melindungimu. Kamu bisa menyimpan semua uangku. Semua milikku adalah milikmu juga."     

Nadine langsung tertawa terbahak-bahak melihat kepolosan Harris.     

Anya selalu bilang bahwa Harris adalah orang yang licik, tetapi menurut pendapat Nadine, Harris adalah pria yang polos dan sederhana. Begitu mereka menjadi sepasang kekasih, dengan polosnya Harris memberikan seluruh dompetnya untuk menunjukkan kesetiaannya pada Nadine.     

"Bagaimana kalau aku menghabiskan seluruh uangmu?" tanya Nadine dengan sengaja. "Apa password kartunya?"     

"Di dalam dompet itu ada tiga kartu ATM, dua kartu kredit, semua passwordnya adalah ulang tahunmu. Kalau kamu mau membeli apa pun, beli saja. Aku akan berusaha keras untuk mengumpulkan banyak uang," janji Harris.     

Nadine memandang Harris sambil tersenyum. "Benarkah? Apakah kamu mau menghidupiku?"     

"Ya!" Harris mengangguk dengan tegas.     

"Baiklah kalau begitu!" Nadine melompat ke punggung Harris dengan senang dan Harris langsung menangkapnya. "Sekarang gendong aku pulang!"     

"Bagaimana dengan mobilnya?" tanya Harris.     

"Besok kita bisa mengambilnya," kata Nadine sambil tersenyum.     

Selama perjalanan, Nadine bersandar di punggung Harris sambil menceritakan semua pengalamannya selama bertahun-tahun ia pergi dari rumah. Harris mendengarkan semua ceritanya dengan sabar.     

Bisa menggendong wanita yang dicintainya seperti ini, ia merasa sangat senang, tidak peduli meski kakinya merasa kram sekali pun.     

…     

Pada saat ini, Tara dan Nico sedang bersitegang.     

Begitu masuk ke dalam rumah, Nico langsung bertanya pada Tara. "Mengapa kamu tidak mau menikah denganku? Apakah kamu mencintai pria lain? Siapa pria itu? Apakah ia lebih tampan dari aku? Apakah lebih kaya dari keluargaku? Apakah aku tidak cukup baik untukmu?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.