Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Kecuali Kamu



Kecuali Kamu

0"Bagaimana dengan Keluarga Mahendra?" tanya Aiden dengan tenang.     

"Raka marah padaku dan menyalahkan aku karena tidak memikirkan mengenai Raisa. Saat itu, Raisa memberitahuku bahwa ia melihat Nadine di hotel sehingga aku dan dia naik ke atas bersama-sama untuk mencari Nadine. Tetapi tidak disangka aku malah terjebak," kata Nico.     

"Aku tahu kamu memang tidak punya otak. Mengapa kamu tidak menunggu Harris?" tegur Aiden.     

"Aku sudah menghubungi Harris sebelum aku tiba di sana. Aku takut sesuatu akan terjadi pada Nadine sehingga aku tidak bisa menunggu Harris. Siapa yang tahu …"     

"Aku harus naik pesawat. Aku akan segera pulang," kata Aiden.     

…     

Anya pergi ke luar kota untuk mencari rempah-rempah bersama dengan Esther dan menginap semalam. Keesokan harinya, ia bergegas kembali ke kota dan pergi ke rumah Tara.     

Begitu bertemu dengan sahabatnya itu, ia merasa Tara sedikit aneh.     

"Tara, apakah kamu baik-baik saja?" tanya Anya dengan khawatir.     

"Aku tidak baik-baik saja," kata Tara dengan penuh penyesalan.     

"Apa yang terjadi? Apakah kamu mabuk semalam?" Anya tampak bisa menebak apa yang terjadi.     

"Aku mabuk," Tara mengangguk. "Nico benar-benar seperti serigala kelaparan yang sudah siap untuk menerkam sejak lama."     

Anya menutupi mulutnya dengan senang. "Jadi, kamu percaya bahwa Nico dan Raisa tidak memiliki hubungan apa pun?"     

"Jangan tertawa! Aku benar-benar menyesal!" kata Tara dengan wajah yang kesal.     

"Selamat!" Anya malah menyelamati Tara dengan senang.     

"Selamat, aku sudah terseret dalam masalah mereka sekarang. Hubungannya dengan Raisa saja masih belum jelas, tetapi ia tidur denganku. Sekarang apa yang harus aku lakukan?"     

Tara menyandarkan kepalanya di atas meja sambil memegangi gelas jusnya. Ia benar-benar tidak bersemangat.     

"Apakah kamu perlu bantuanku untuk mencari tahu mengenai Keluarga Mahendra?" Anya rasa pilihan yang terbaik saat ini adalah bertanya pada Raka.     

"Bagaimana aku bisa lupa kalau kamu adalah mantan Raka. Cepat telepon dia!"     

Anya melirik ke arah Tara karena komentar tersebut dan kemudian menelepon Raka.     

Pada dering ketiga, Raka akhirnya mengangkat panggilan tersebut, "Anya, apakah kamu ingin menanyakan mengenai Nico?"     

"Aku baru saja kembali dari luar kota dan mendengar mengenai berita kemarin. Nico panik saat mengetahui bahwa Nadine berada di hotel tersebut sehingga membuatnya terjebak bersama dengan Raisa. Apa yang akan keluargamu lakukan?"     

"Menurut keluargaku, tidak ada yang perlu dijelaskan karena semuanya sudah jelas."     

"Apa?" Anya memandang ke arah Tara dengan khawatir. Kalau Keluarga Mahendra menuntut tanggung jawab dari Nico, apa yang bisa Tara lakukan?     

"Aku tahu Nico menyukai Tara. Raisa pun tidak akan mau menikah dengan Nico. Tetapi orang tuaku pasti tetap bersikeras …" Raka menghela napas panjang. "Aku hanya bisa meminta tolong pada Kak Ivan."     

"Kamu mau meminta tolong apa padanya?" tanya Anya dengan bingung.     

"Beberapa hari lalu, ibuku bertemu dengan Bibi Imel, mencoba untuk menjodohkan Kak Ivan dan Raisa. Kalau kita bisa memastikan bahwa Raisa memang berhubungan dengan Kak Ivan, ia dan Nico bisa dianggap hanya sebatas keluarga," kata Raka.     

"Aku tidak tahu apakah Kak Ivan menyukai Raisa atau tidak. Tetapi kalau ia tidak menyukainya, ini tidak adil untuk Kak Ivan," kata Anya.     

"Aku akan bertanya pada Kak Ivan dulu," Raka juga merasa pusing dengan masalah ini. Kalau ada jalan lain, ia juga tidak mau melibatkan Ivan dalam masalah ini.     

Tetapi satu hal yang pasti, Raisa tidak akan mau menikah dengan Nico dan ia pasti lebih memilih Ivan dibandingkan dengan Nico.     

Ditambah lagi, Raka juga mengenal seperti apakah Ivan.     

Ia sudah mengenal Ivan sejak kecil dan tahu bahwa Ivan adalah sosok yang sabar dan hangat.     

Karena tidak mau berhadapan dengan Aiden, saudaranya sendiri, ia bahkan berpura-pura sakit.     

Raisa pun juga mengenal Ivan sejak kecil. Hubungan mereka cukup baik. Memang tidak ada cinta di antara mereka, tetapi setidaknya mereka tidak seperti air dan api yang selalu bertengkar.     

Sementara itu, Nico dan Raisa sama-sama tidak tahan terhadap satu sama lain. Kalau bukan karena Raka yang selalu menengahi mereka, mereka akan selalu bertengkar.     

Raisa tidak bisa mengendalikan Nico dan Nico tidak menyukai Raisa.     

Mana mungkin pernikahan mereka akan berakhir bahagia?     

"Jangan khawatir, aku akan menghubungi Aiden," Anya merasa bahwa tidak seharusnya Ivan terlibat dalam masalah ini. Setelah mengakhiri panggilan, ia langsung menelepon Aiden, tetapi Aiden tidak menjawab teleponnya.     

"Aiden masih di pesawat. Besok ia akan tiba," kata Tara sambil mengaduk-aduk es di dalam gelasnya. "Apa yang Keluarga Mahendra katakan? Apakah mereka menyuruh Nico untuk menikahi Risa?"     

Anya mengangguk.     

"Bisakah kamu meminta tolong Jonathan untuk bersaksi bahwa Nico menyewa kamar hotel itu untuk mencari Nadine?" tanya Tara.     

Anya menggelengkan kepalanya dengan pelan. "Kalau Jonathan bersaksi bahwa Nico tidak bersalah, apa yang bisa Nadine lakukan? Semua orang akan tahu bahwa Jonathan dan Nadine bersama-sama kemarin malam. Meski nama Raisa akan bersih, nama Nadine lah yang akan hancur."     

"Tidak ada jalan lain. Aku sudah tidak tahu lagi," kata Tara dengan murung.     

Pada saat itu, tiba-tiba saja ponsel Anya mendapatkan panggilan dari Nico. "Bibi, apakah Tara bersama denganmu? Kakekku meminta kalian berdua untuk datang ke rumah Keluarga Atmajaya dan membahas masalah penting. Sebentar lagi, Paman Ivan dan ibunya juga akan tiba."     

"Apakah aku juga harus ikut?" Anya tidak ingin melibatkan dirinya. Ia juga tidak mau kembali ke rumah Keluarga Atmajaya.     

"Bibi, paman sedang tidak ada di Indonesia. Setidaknya, temani Tra," kata Nico.     

"Aiden akan kembali besok. Bagaimana kalau membahas masalh ini besok saja?" Anya merasa sangat aneh. Mengapa kejadian seperti ini selalu terjadi saat Aiden tidak ada di Indonesia?     

"Harus sekarang!" kata Nico dengan panik. "Kakekku ingin mengumumkan pernikahan antara Paman Ivan dan Raisa."     

"Baiklah. Aku dan Tara akan segera ke sana." Anya mengakhiri panggilan tersebut dan langsung menghubungi Ivan.     

"Aku tidak mau pergi," kata Tara.     

Anya mengabaikan Tara dan menunggu Ivan mengangkat teleponnya dengan sabar.     

"Anya, kamu sudah kembali ke Indonesia cukup lama, tetapi kamu baru saja menghubungiku sekarang?" suara tawa Ivan terdengar dari seberang telepon.     

"Kakak mau menikah dengan Raisa?" Anya tidak berbasa basi dan langsung menanyakannya.     

"Apakah menurutmu ada solusi lain yang lebih baik dalam masalah ini?" Ivan balas bertanya.     

Anya tidak bisa mendapatkan ide lain. Kalau Aiden ada di sini, Aiden pasti bisa memberinya jalan keluar. Tetapi apa yang bisa Anya lakukan?     

"Anya, kecuali kalau orang itu adalah kamu, aku tidak peduli siapa pun yang akan aku nikahi. Keara atau pun Raisa sama saja," kata Ivan dengan tenang.     

"Kak, jangan lakukan ini. Aku meneleponmu agar kamu sadar bahwa kamu tidak perlu berkorban karena kesalahan orang lain. aku memang tidak cerdas dan tidak bisa mencari jalan keluar untuk masalah ini. tetapi menurutku kamu tidak perlu mengorbankan kebahagiaanmu. Hanya karena kamu belum menemukan orang yang tepat, bukan berarti kamu tidak akan bisa menemukannya di masa depan," kata Anya dengan tulus.     

Di Keluarga Atmajaya, Ivan lah orang yang paling sabar. Ia selalu rela berkorban demi kebaikan semua orang.     

"Anya, terima kasih sudah peduli padaku. Aku tidak apa-apa," kata Ivan sambil tersenyum tipis.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.