Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Telanjang Bulat



Telanjang Bulat

0"Nico berselingkuh dariku, membuat suasana hatiku sangat buruk. Hanya makanan yang bisa membuatku senang."     

Ketika mendengar kata-kata Tara, Anya langsung tertawa. "Kamu benar-benar percaya pada berita itu? Jangan berpura-pura. Apakah kamu tidak mengenal Raisa? Mana mungkin Raisa menyukai Nico dan mana mungkin Nico mau dengan wanita seperti Raisa. Lebih baik kamu makan saja sana."     

"Bibiku yang paling cerdas!" teriak Nico dari jauh.     

"Ada Nico di sana? Kamu sengaja menunjukkan makanan padaku di tengah malam seperti ini dan ingin memamerkan kemesraan kalian?" canda Anya.     

Nico langsung bangkit berdiri dan duduk di samping Tara. Kemudian ia mengecup pipi Tara di depan kamera, "Bibi, satu-satunya wanita yang aku cintai adalah tunanganku. Kamu harus percaya padaku."     

"Tentu saja aku percaya padamu. Tetapi mungkin orang-orang di luar sana tidak memiliki pendapat yang sama. Hari ini adalah kesalahanmu. Sekarang Tara juga ikut terseret dan reputasi Raisa telah hancur karenamu," kata Anya, menasihati Nico.     

Nico menggaruk kepalanya dengan malu, "Aku tidak menyangka semuanya jadi seperti ini. Pada saat itu, aku benar-benar mengkhawatirkan Nadine dan otakku tidak bekerja dengan lancar …"     

"Tara, apakah itu enak?" tanya Anya sambil tersenyum.     

"Dagingnya sangat lembut. Apakah kamu mau?" Tara sengaja mengambil salah satu daging dan menunjukkannya ke depan kamera.     

"Apakah kamu tahu semua makanan ini sangat mahal? Apakah kamu mau membayarnya secara tunai atau transfer?" tanya Nico.     

Tara menyemburkan bir di dalam mulutnya ke wajah Nico. "Bukankah kamu mentraktirku makan?"     

Nico hanya bisa terdiam di tempatnya sementara Tara menahan senyum di wajahnya. Ia memberikan tisu kepada Nico untuk mengelap wajahnya.     

"Di mana kamar mandinya? Aku akan mencuci wajahku," Nico langsung bangkit berdiri.     

"Di sana …" Tara menunjuk ke arah kamar mandi dan Nico segera menuju ke sana.     

Anya melihat mereka sambil tersenyum. Dua tahun lalu, kalau saja ia tidak berpisah dengan Aiden, mungkin Tara dan Nico sudah menikah.     

Dan kejadian hari ini tidak akan pernah terjadi.     

"Tara, hanya kamu yang bisa membantu Nico," kata Anya dengan tenang.     

"Aku hanya bisa membantunya untuk menghabiskan semua makanan ini. Tidak ada lagi yang lainnya. Ia harus menyelesaikan sendiri masalah yang dibuatnya. Kalau ia tidak bisa menyelesaikannya, aku akan meninggalkannya," Tara makan sambil meminum birnya.     

"Apakah kamu benar-benar akan menyerah? Tidak mudah menemukan pria yang mau mengantarkan makanan padamu di tengah malam. Setelah dua tahun bertunangan, ia bahkan tidak menyentuhmu tanpa seijinmu. Apakah kamu yakin akan menyerahkan Nico pada orang lain?" Anya langsung membongkar kebohongan Tara.     

Tara tertawa sambil terus meminum birnya, "Apa lagi yang bisa aku lakukan? Memberitahu semua orang bahwa stamina Nico sangat luar biasa dan ia tidak mungkin selesai bercinta hanya dalam 34 menit?"     

"Kalau kamu percaya padanya, sebagai tunangannya, kamu juga harus membantunya untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Walaupun semua ini terjadi kepadanya, kamu juga ikut terseret dan dipermalukan," kata Anya.     

Tara terkekeh, menertawai dirinya sendiri. "Tentu saja aku merasa sangat malu. Banyak orang yang meneleponku hari ini. Beberapa orang mengatakan bahwa Nico tidak menghargaiku. Mereka ingin aku merasa bahwa aku benar-benar telah dibuang."     

"Katakan pada mereka bahwa Nico sangat mencintaimu dan ingin menikah denganmu. Biar aku memberitahu sebuah rahasia padamu. sebenarnya, Nico berniat untuk menunggu Aiden pulang dan melamarmu. Semuanya sudah direncanakan dengan baik, tetapi sekarang tiba-tiba saja ada kejadian ini. Nico benar-benar tulus padamu. Aku harap semua kejadian ini tidak memisahkan kalian. Jangan berpisah karena alasan yang konyol seperti aku," Anya merasa sedikit sedih. Kalau saja Aiden tidak memutuskan sendiri dua tahun lalu dan memilih untuk mendiskusikan semuanya dengannya, mungkin mereka tidak akan pernah berpisah.     

Anya benar-benar berharap Tara dan Nico bisa bersama. Mereka bahagia bersama dan menghadapi masalah bersama, tidak seperti dirinya dua tahun lalu.     

"Aku mengerti," kata Tara sambil tersenyum.     

Nico menghampiri Tara dengan handuk mandi berwarna merah muda di pinggangnya. Ketika melihat hal ini, Anya berusaha untuk menahan senyumnya dan berpamitan. "Tara, aku sudah mengantuk. Aku tidur dulu ya. Selamat bersenang-senang."     

Tara tidak mengerti apa maksud Anya. Tetapi begitu berbalik, ia baru tahu mengapa Anya mengatakan bahwa ia akan 'bersenang-senang'.     

"Nico, apakah ada yang salah dengan otakmu? Mengapa kamu mandi di rumahku dan menggunakan handukku?" teriak Tara.     

"Aku tidak keberatan menggunakan bekas handukmu," kata Nico.     

"Tetapi aku tidak suka. Kembalikan handuknya kepadaku," Tara langsung bangkit berdiri dan mengambil handuk itu, tidak tahu kalau Nico tidak mengenakan apa pun di baliknya.     

Nico bahkan tidak menyembunyikannya. Ia membiarkan Tara mengambil handuk tersebut. Dan tidak sampai satu detik kemudian, teriakan Tara terdengar.     

Nico hanya mengedikkan bahunya dengan acuh tak acuh. "Jangan salahkan aku. Kamu yang mengambil handuk itu."     

"Mengapa kamu tidak bilang kalau kamu tidak mengenakan apapun di baliknya?" kata Tara.     

"Saat kamu mandi, apakah kamu mengenakan pakaian?" Nico berdiri di hadapan Tara.     

Tara merasa wajahnya panas dan jantungnya berdegup dengan kencang. Napasnya menjadi tidak stabil.     

Ia tidak berani memandang ke arah Nico dan memberikan handuknya kembali. "Cepat pakai lagi bajumu!"     

"Aku tidak bisa memakai baju kotor setelah mandi," Nico mengambil handuk itu dan memasangnya di pinggangnya.     

"Jadi?" Tara tidak memahami apa yang Nico inginkan.     

"Kamu yang cuci dan keringkan bajuku," kata Nico.     

Tara meletakkan tangannya di pinggang dan melotot ke arah Nico dengan marah. "Kita bahkan belum menikah. Mengapa aku harus mencuci bajumu?"     

"Kamu yang menyiramkan bir itu ke wajahku, membuat bajuku kotor. Kamu harus bertanggung jawab dan mencucinya," Nico berjalan menuju ke sofa ruang tamu, duduk dan menyalakan TV.     

Tara hanya bisa memandang Nico dengan kesal. Kalau ia tidak mencuci baju Nico, Nico tidak akan pulang dari rumahnya.     

"Nico, aku pusing dan tidak bisa mencuci bajumu. Bagaimana kalau kamu menelepon orang rumahmu untuk mengirimkan baju?" kata Tara.     

Ia tidak berbohong. Ia benar-benar pusing.     

Ia hanya meminum dua kaleng bir, tetapi ia sudah merasa sedikit mabuk.     

"Tara apakah kamu mabuk atau kamu tidak sadar? Kalau aku menelepon orang rumahku untuk mengirim baju di tengah malam seperti ini, apa yang akan mereka pikirkan? Aku mandi di rumahmu dan berpakaian seperti ini di tengah malam," kata Nico sambil menyentil dahi Tara.     

"Pokoknya aku tidak mau mencuci bajumu. Aku mengantuk," Tara menepuk wajahnya dan berbalik menuju kamar mandi.     

Setelah ia selesai mandi, ia menemukan bahwa handuknya menghilang. Kemudian, ia berteriak dengan keras. "Di mana handukku? Mengapa handukku menghilang?"     

Nico berjalan menuju ke depan pintu kamar mandi dan mengetuk pintunya, "Ini handukmu."     

Tara membuka pintu dan menerima handuk yang diberikan oleh Nico.     

Begitu keluar dari kamar mandi, ia melihat Nico telanjang bulat, bersandar di samping pintu kamar mandi sambil memandang ke arahnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.