Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Tidak Sadarkan Diri



Tidak Sadarkan Diri

0"Apa?" Nico bergegas menghampiri pintu dan mencoba membukanya. "Sialan! Kita terkunci di sini!"     

"Aku akan menelepon ibuku. Ia ada di lantai bawah." Raisa langsung mengeluarkan ponselnya, tetapi menyadari bahwa tidak ada sinyal pada ponselnya.     

Nico sudah menggedor pintu itu cukup lama. Ia yakin betul bahwa ada seseorang yang mengunci mereka dari luar.     

"Nico, apakah kita diculik? Apakah kita akan baik-baik saja?" ketika mengatakannya, suara Raisa terdengar gemetaran     

"Pintunya terkunci dari luar dan ponsel kita tidak mendapat sinyal. Sepertinya ini bukan penculikan biasa. Aku khawatir ada konspirasi," Nico berjalan menuju ke arah jendela sambil mengguncangkan ponsel yang dipegangnya.     

Tetapi tetap saja ia tidak bisa mendapatkan sinyal.     

Raisa terlihat semakin panik, "Kalau begitu cepat cari cara lain. Bagaimana kalau mendobrak pintunya?"     

"Kamu pikir ini sinetron? Bagaimana aku bisa mendobrak pintu itu sendirian?" jawab Nico dengan kesal. Kemudian, ia kembali berjalan menuju ke arah jendela. "Aku akan lihat, apakah kita bisa keluar lewat jendela.     

Nico membuka tirai yang menutupi jendela dan menemukan bahwa ruangan itu menghadap ke arah tembok.     

"Sialan, ruangan ini bahkan tidak memiliki jendela yang layak. Beraninya mereka menyewakannya dengan harga yang mahal? Setelah keluar nanti, aku akan meminta seseorang untuk menghancurkan hotel ini," kata Nico dengan kesal.     

"Aku ingin pulang, aku ingin pulang. Keluarkan aku!" Raisa menjadi semakin menggila. Ia menggedor pintu dan berteriak, tetapi tidak ada pergerakan apa pun dari depan.     

Tidak ada satu orang pun yang bisa membantu mereka.     

Mereka tidak bisa menggunakan ponsel, pintu mereka terkunci dan tidak ada orang yang bisa menolong mereka.     

Raisa terus menggedor pintunya dan berteriak. Setelah beberapa saat, ia menendang-nendang pintu tersebut, berharap ia bisa mendobraknya dan melarikan diri dari sana.     

"Raisa, lebih baik kamu menghemat tenagamu. Harris akan segera tiba," kata Nico. "Tenanglah. Jangan takut. Selama ada aku, tidak akan terjadi apa-apa."     

"Aku takut karena ada kamu di sini. Kalau kamu berbuat macam-macam, aku akan membunuhmu!" ancam Raisa.     

Nico hanya tertawa mendengarnya. "Jangan khawatir, aku sama sekali tidak tertarik padamu. Raka dan aku berteman baik. Adiknya sama saja seperti adikku."     

"Menjauhlah dariku!" Raisa mundur beberapa langkah dan menjaga jarak dengan Nico.     

"Raisa, dengarkan aku baik-baik. Aku tahu di depan sana ada orang, tetapi mereka tidak mau membuka pintunya untuk kita. Ketika pintunya terbuka, para wartawan akan langsung mengepung kita," Nico sudah tahu bahwa mereka telah dijebak. Tetapi ia masih belum tahu siapa yang melakukan ini padanya.     

Raisa merasa semakin tidak nyaman dan berusaha menarik napas dalam-dalam. "Nico, apakah kamu tidak merasa ruangan ini panas?"     

Nico terdiam dan baru menyadarinya. Kemudian, ia memukul pintu kamar tersebut dengan keras. "Dasar brengsek."     

Sebenarnya sejak pertama kali memasuki ruangan, Nico bisa mencium aroma yang aneh.     

Nico memiliki tubuh yang sehat dan kemauan yang kuat sehingga aroma dari obat itu tidak bisamempengaruhinya, tetapi Raisa sepertinya mulai terpengaruh.     

Kalau terus seperti ini, Nico khawatir Raisa akan melakukan sesuatu.     

Nico menatap wajah Raisa yang mulai memerah dan tahu bahwa ia akan kehilangan kendali.     

Ia menghampiri Raisa, ingin memastikan keadaannya.     

Raisa memandang wajah Nico yang tampan. Setelah dilihat-lihat, Nico tidak seperti yang dibayangkannya sebelumnya. Sahabat kakaknya itu tampan dan juga menawan.     

Setelah memikirkan hal itu, Raisa langsung menampar dirinya sendiri. Ia pasti sudah gila!     

Bagaimana mungkin ia berpikir bahwa Nico tampan dan menawan?     

"Bagaimana kalau aku mengunci diriku di kamar mandi?" Raisa mendapatkan ide untuk melindungi mereka berdua.     

Nico bangkit berdiri dan berjalan menuju ke kamar mandi. Itu adalah saran dari Raisa. Kalau Raisa bersedia melakukannya, mengapa Nico harus menolak.     

Sayangnya, pintu kamar mandi itu terkunci dan sama sekali tidak bisa dibuka.     

"Kamu tidak bisa membukanya?" Raisa merasa semakin tidak nyaman. "Nico, cepat cari jalan keluar. Aku ingin pulang."     

Kalau bukan karena khawatir mengenai keselamatan adiknya, Nico tidak akan naik ke lantai teratas hotel sendirian seperti ini. ia seharusnya bisa menunggu Harris.     

Tetapi karena ia takut terjadi pada Nadine, ia memutuskan untuk naik bersama dengan Raisa.     

Sekarang, ia terjebak di dalam kamar ini bersama dengan Raisa. Sementara ia tidak tahu bagaimana keadaan Nadine.     

Sebelumnya, ada suara vas pecah di kamar milik wanita paruh baya itu. Apakah Nadine berada di dalam sana? Apakah Nadine juga berada dalam bahaya?"     

"Nico, aku rasa …" Raisa mengangkat kepalanya. Tatapannya terlihat semakin kabur.     

"Jangan pikirkan apa pun. Aku tidak akan melakukan apa pun," Nico hendak mengambil selimut dan membungkus tubuh Raisa di dalam sana, menyisakan kepalanya saja. dengan demikian, Raisa tidak bisa melakukan apa pun.     

Namun tiba-tiba, pintu kamar tersebut ditendang dari luar.     

Nico melihat ke arah pintu, tidak menyangka orang yang muncul adalah Raka.     

Raka menatap mereka dengan terkejut. "Nico, apa yang kamu lakukan?"     

Nico sama terkejutnya saat melihat Raka datang. Alisnya sedikit terangkat dan matanya langsung memandang Raka dengan dingin.     

"Apa lagi yang kita lakukan di hotel?" Nico tertawa dengan sinis. Ia tahu bahwa ia telah dijebak. Ia terus menunggu orang yang menjebaknya muncul, tetapi orang pertama yang datang adalah Raka, sahabatnya sendiri.     

Apakah ini adalah perbuatan sahabatnya?     

Apakah Raka ingin memastikan bahwa adiknya mendapatkan pernikahan dengan keluarga kaya sehingga menipu sahabatnya sendiri seperti ini?     

Memang benar Raka adalah kakak yang baik.     

Ketika Raka melihat Raisa terbungkus oleh selimut, ia langsung marah dan memukul wajah Nico.     

"Raka, apakah benar kamu sahabatku? Apakah kamu tidak tahu orang seperti apakah aku?" kata Nico.     

"Tapi …"     

"Tapi apa?" Nico langsung menyelanya. "Kalau kamu tidak mau masalah ini menyebar dan menggegerkan semua orang, cepat singkirkan para polisi dan wartawan itu. Aku akan menjelaskan semuanya kepadamu nanti."     

Para reporter langsung muncul di belakang Raka. Nico tidak bisa membuka matanya saat flash kamera terus menerus menyala. Raisa yang terbungkus di dalam selimut sekarang menyembunyikan kepalanya bersama dengan badannya.     

Akhirnya Harris datang bersama dengan orang-orang Aiden. Melihat begitu banyak orang berkerumun di depan pintu kamar, Harris tidak bisa melewatinya. Ia langsung berteriak, "Tuan Nico, apakah Anda di sana?"     

"Singkirkan semua wartawan ini," teriak Nico.     

Semua orang di koridor tersebut langsung diusir satu demi satu. Nico berjalan keluar dari kamarnya, mengabaikan Raka, dan berlari menuju ke kamar seberang bersama dengan Harris.     

Di dalam, Nadine sedang tidak sadarkan diri, sementara Jonathan terlihat berdarah-darah. Darah begitu banyak menggenang di bawah tubuhnya sehingga wajahnya terlihat pucat, seperti akan kehabisan darah.     

"Maaf, aku … aku …" sebelum Jonathan bisa mengatakan apa pun, ia kehilangan kesadarannya.     

Nico menendang Jonathan dengan marah dan menggendong Nadine keluar dari sana. Setelah itu, ia menyuruh Harris untuk tetap tinggal dan mengurus Jonathan.     

Sementara itu, Anya baru sadar bahwa Nadine mengirimkan pesan padanya dan langsung meneleponnya. "Nadine, maaf aku tadi tertidur di mobil. Apakah kamu sudah bertemu dengan Alisa?"     

Namun bukan Nadine yang menjawab panggilan tersebut, tetapi Nico.     

"Bibi, ini Nico. Sesuatu telah terjadi pada Nadine. Seseorang sengaja memancing Nadine menuju ke hotel Jonathan dan Jonathan berada di bawah pengaruh obat …"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.