Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Terkunci di Hotel



Terkunci di Hotel

0Lantai pertama hotel tersebut adalah sebuah restoran bertema chinese, lantai kedua adalah restoran barat, lantai ketiga adalah gym, lantai keempat adalah tempat karaoke dan lantai lima ke atas adalah hotel untuk bermalam.     

Raisa memandang ke arah lift tersebut dan melihat angka lantainya dengan penasaran. Ia ingin tahu ke mana Nadine pergi.     

Angka lift itu terus naik hingga berhenti di lantai teratas. Siapa yang Nadine temui di sana hingga ia pergi ke kamar terbesar dan termewah di lantai teratas?     

Raisa tidak bisa menahan diri dan akhirnya menghubungi Nico, "Nico, tebak siapa yang aku lihat?"     

"Bibiku. Apakah kamu pikir aku tidak tahu kalau kamu pergi ke Iris dan membuat masalah di sana," kata Nico dengan kesal.     

"Tidak, aku bertemu dengan adikmu," kata Raisa.     

"Adik yang mana?" Nico menjadi acuh tak acuh. Sejak ia menemukan kembali dua adiknya, ia menjadi miskin dan tidak punya uang karena kedua adiknya suka meminta padanya.     

"Apakah adikmu ada banyak? Aku melihat Nadine pergi ke hotel dengan seseorang," kata Raisa dengan suara pelan.     

Begitu mendengarnya, Nico langsung bangkit berdiri. "Apakah kamu tidak salah lihat? Nadine bukan orang seperti itu!"     

"Aku tahu Nadine bukan orang seperti itu, makanya aku merasa aneh. Cepat ke sini. Aku khawatir ada sesuatu yang terjadi padanya," Raisa langsung mengirimkan lokasinya pada Nico.     

Kebetulan Nico tidak jauh dari sana. Sekitar sepuluh menit kemudian, ia tiba.     

Begitu ia memasuki hotel, ia melihat Raisa menunggunya dengan cemas, "Nico, ke sini!"     

Nico segera menghampirinya. "Apakah kamu yakin melihat Nadine?"     

"Aku bertemu dengan Nadine tadi siang dan orang yang masuk ke hotel ini adalah orang yang sama. Tidak mungkin aku salah lihat. Aku baru saja bertanya pada resepsionis. Di hotel ini hanya ada dua kamar di lantai teratas dan salah satunya sudah kupesan," Raisa mengeluarkan kunci kamarnya. "Bukankah aku pintar? Kalau tidak kita harus naik dengan tangga. Tolong bayar biaya kamar ini nanti!"     

"Aku tidak butuh kartumu," Nico berjalan menuju ke arah resepsionis dan berkata bahwa ia mencari seseorang. Ia meminta bantuan dari resepsionis agar ia diperbolehkan naik ke lantai atas. Tetapi resepsionis itu langsung menolaknya.     

Raisa langsung menatapnya dengan tatapan konyol. "Kalau kamu bisa meminta tolong seperti itu, aku tidak perlu membuka kamar. Aku sudah mencobanya sebelumnya dan aku juga ditolak. Tidak tahu siapa yang menginap di lantai teratas. Aku benar-benar penasaran."     

"Berikan kuncinya kepadaku," Nico langsung mentransfer uang pada Raisa.     

Raisa memberikan kunci kamar tersebut dan mengingatkan Nico, "Tidak peduli siapa pun pria yang ada di atas sana, ia pasti pria dengan reputasi yang bagus. Jangan sampai membuat keributan."     

"Aku tahu. Aku tidak butuh nasihat darimu," Nico mengambil kunci tersebut dan berjalan menuju lift. Setelah beberapa langkah, ia menatap Raisa, "Kamu tidak ikut naik bersamaku?"     

"Aku sedang makan malam dengan orang tuaku. Mereka masih menungguku di restoran dan aku harus segera kembali," kata Raisa.     

"Apakah kamu yakin tidak ingin melihat siapa yang ada di atas?" tanya Nico dengan penasaran.     

Nico dan Raka adalah teman baik sehingga Nico juga memahami sifat Raisa.     

Raisa bukan wanita yang cerdas. Ia kekanakan dan sangat mencintai gosip.     

"Jangan membunuhku kalau aku melihat sesuatu yang tidak seharusnya aku lihat," Raisa mengikuti Nico menuju ke arah lift dengan senang.     

Setelah menggesek kartu yang dimilikinya, lift mereka baru bisa naik ke lantai atas. Raisa langsung merasa bersemangat.     

Nico melirik ke arahnya, "Apakah kamu masih menyukai pamanku?"     

"Ia memasukkan aku ke dalam penjara. Pria brengsek itu sangat kejam pada wanita yang menyukainya. Kalau aku menyukainya lagi, aku akan menjadi wanita terbodoh di dunia," kata Raisa dengan kesal.     

"Kalau kamu sudah tidak menyukai pamanku, mengapa kamu membuat masalah dengan bibiku?" tanya Nico.     

"Kamu dan Nadine sama-sama bodoh. Anya sudah ditinggalkan oleh Aiden, tetapi kalian masih memanggilnya bibi …"     

"Mereka belum bercerai. Ditinggalkan apanya? Meski Keara hamil sekalipun, kalau bibiku tidak mau melepaskan pamanku, Keara hanya akan menjadi simpanan seumur hidupnya. Apakah kamu tidak melihat bagaimana hidup Imel? Ia bahkan tidak bisa menjadi istri sah kakekku selama 30 tahun," cibir Nico.     

Raisa tertegun dan membeku di tempatnya. "Apa maksudnya Aiden dan Anya sudah menikah? Bagaimana bisa aku tidak mengetahuinya?"     

"Dua tahun lalu, mereka menikah tanpa mengadakan pesta," kata Nico sambil tertawa.     

Ding Dong …     

Suara lift berbunyi dan pintu lift itu terbuka. Nico keluar dari lift, diikuti dengan Raisa.     

Mereka melewati pintu kamar mereka sendiri dan menuju ke kamar yang satunya.     

"Apakah kamar yang ini?" tanya Nico dengan suara pelan.     

"Benar. Kamar yang ini. Cepat pencet belnya!" kata Raisa.     

Nico memencet belnya dan seorang wanita paruh baya dengan piyama yang seksi membuka pintu. Melihat Nico yang tampan berdiri di depan kamarnya, ia langsung menghampirinya dan memeluk lehernya. "Anak tampan, kamu sangat tampan. Ayo masih dan main bersama denganku."     

Raisa langsung tertawa terbahak-bahak melihatnya.     

Wajah Nico langsung terlihat murung. Ia tidak menyangka bukan Nadine yang membuka pintu, tetapi seorang wanita paruh baya yang mengiranya sebagai gigolo.     

"Bibi, aku sudah punya pacar!" Nico mendorong tubuh wanita paruh baya itu.     

Pada saat yang bersamaan, sebuah vas jatuh ke lantai dan suaranya bergema dari dalam ruangan. Nico mengintip ke dalam ruangan tetapi wanita paruh baya itu langsung menghentikannya dan berteriak. "Siapa kamu? Apa yang ingin kamu lakukan?"     

Melihat wanita paruh baya itu marah, Raisa langsung berkata, "Bibi, jangan salah sangka. Kami bukan orang jahat. Kami hanya salah kamar."     

"Di mana kamar kalian? Kalau kalian tidak menunjukkannya dengan jelas, aku akan menelepon polisi untuk menangkap kalian," kata wanita paruh baya itu dengan keras.     

Nico merangkul leher Raisa dan menariknya menuju ke pintu kamar yang mereka pesan. Setelah menggesek kartunya di pintu kamar tersebut, pintunya langsung terbuka.     

"Bibi, apakah anak dan cucumu tahu bahwa kamu pergi ke hotel meski usiamu sudah tua?" tanya Nico dengan menantang.     

"Dasar anak sialan, apakah ibumu tidak mengajarimu cara berbicara yang benar dengan orang tua? Ah! Aku benar-benar marah. Pelayan … Pelayan!" wanita paruh baya itu berteriak dengan marah dan berdiri di depan koridor.     

Nico langsung menarik Raisa ke dalam kamar dan menutup pintunya dengan keras.     

Di luar kamar mereka, terdengar suara wanita paruh baya itu dan manajer hotel. Wanita itu merasa Nico telah memperlakukannya dan meminta hotel untuk meminta maaf!     

Raisa terlihat mengerutkan bibirnya. "Lidahmu yang tajam telah membuat kita terlibat masalah. Sekarang seseorang mau menelepon polisi untuk menangkapmu."     

Nico tertawa mendengarnya, "Apakah kamu takut?"     

"Aku takut. Aku bisa meminta maaf pada bibi itu," Raisa mengulurkan tangannya, berniat untuk membuka pintu, tetapi menemukan bahwa pintu mereka tidak bisa dibuka.     

"Ada apa?" Nico akhirnya menyadari ada yang salah.     

"Pintunya tidak bisa dibuka," kata Raisa dengan panik.     

"Apa?" Nico bergegas menghampiri pintu dan mencoba membukanya. "Sialan! Kita terkunci di sini!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.