Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Setiap Hari



Setiap Hari

0"Kamu masih bisa makan dengan santai? Aku dengar Keara sedang hamil!" setelah mendapatkan berita itu, Esther langsung datang dan menemui Anya.     

Anya memandang Esther yang masuk ke ruangan itu dengan tatapan santai. Tangannya masih menyendok nasi, seolah berita yang baru saja Esther katakan itu sama sekali tidak ada hubungannya dengannya.     

"Makanannya enak. Semuanya disiapkan oleh Bu Hana untukku. Mengapa aku tidak boleh makan dengan santai? Kalau Keara ingin hamil dan mempunyai anak, itu urusannya. Bukan urusanku," kata Anya dengan acuh tak acuh.     

Ia sama sekali tidak peduli dengan Keara.     

"Bagaimana kalau anak itu adalah anak Aiden?" tanya Esther dengan hati-hati, sambil mengamati ekspresi Anya.     

"Tidak mungkin," jawab Anya dengan tenang. Ia tidak perlu berpikir dua kali untuk menjawabnya karena ia tahu betul Aiden tidak mencintai Keara.     

"Aku tahu kamu percaya pada Aiden. Tetapi apakah kamu berpikir bahwa Aiden bisa melakukan kesalahan karena terlalu mencintaimu. Lihat saja wajah Keara dan wajahmu sangat mirip. Katanya mereka sempat pergi bersama pada hari Valentine. Kalau dihitung-hitung dengan tanggal kehamilan Keara saat ini, ada kemungkinan bahwa anak itu adalah anak Aiden," kata Esther sambil duduk di sofa.     

Tangan Anya yang memegang sendok berhenti bergerak sesaat. Ia tidak pernah memikirkan kemungkinan itu. Tetapi ia yakin meski Aiden mabuk sekali pun, ia bisa membedakan antara dirinya dan Keara.     

Aiden adalah pria yang cerdas. Mana mungkin ia akan terjebak oleh trik-trik murahan Keara?     

Kalau ia sampai termakan jebakan itu sekalipun, itu artinya Aiden sendiri yang sengaja melakukannya.     

"Aku percaya pada Aiden," bisik Anya.     

Esther hanya bisa menghela napas panjang mendengar jawaban Anya. "Sebaiknya kamu mempersiapkan dirimu untuk kemungkinan yang terburuk, kalau-kalau anak di dalam kandungan Keara benar-benar anak Aiden. Mungkin Keluarga Atmajaya tidak akan melakukan apa pun padamu, tetapi aku khawatir Keluarga Pratama akan mendatangimu dan memintamu untuk melepaskan Aiden demi anak di dalam kandungan Keara," Esther berusaha untuk mengingatkan Anya agar Anya tidak sakit hati untuk yang kedua kalinya.     

Anya hanya tertawa mendengarnya, "Aku tidak akan melepaskan Aiden, kecuali aku yakin betul aku tidak bisa punya anak lagi. Sekarang aku masih memiliki peluang ..."     

"Apa yang kamu khawatirkan mengenai kesehatanmu? Kamu masih muda dan kamu bisa pulih. Tetapi Keara berbeda. Anak itu adalah satu-satunya harapannya untuk menundukkan Aiden. Ia bergantung pada kesempatan ini. aku khawatir ia akan melakukan sesuatu padamu, berhati-hatilah."     

Esther mengkhawatirkan keselamatan Anya karena ia tahu betapa liciknya Keara.     

Keara hanya punya satu kesempatan ini saja untuk mendapatkan Aiden. Itu artinya, ia akan melakukan apa pun untuk menyingkirkan Anya, satu-satunya penghalang yang membuatnya tidak bisa mendapatkan Aiden.     

"Jangan khawatir. Aku tahu," Anya mengangguk sambil tersenyum.     

"Apakah akhir-akhir ini Aiden menghubungimu?" tanya Esther lagi. Ia tahu dari Diana bahwa saat ini Aiden sedang berada di luar negeri.     

"Setiap hari," jawab Anya sambil lanjut makan.     

"Tidak heran kamu sangat mempercayainya." Esther tertawa mendengar jawaban Anya. Ternyata, Anya sangat percaya pada Aiden karena Aiden terus menghubungi Anya dan mengabarinya setiap saat. "Besok siang aku akan pergi untuk melihat rempah-rempah. Apakah kamu mau ikut?"     

Anya langsung mengangguk dengan penuh semangat. Kalau ia ikut bersama dengan Esther, ia juga akan memperluas koneksinya dan memiliki kesempatan untuk berhubungan dengan orang-orang dalam bidangnya.     

"Aku akan menjemputmu besok," Esther menepuk pundak Anya dengan lembut. "Minta Aiden menyuruh orang-orangnya untuk melindungimu saat keluar besok."     

Anya hanya nyengir dengan malu. "Ok."     

Setelah Esther pergi, Anya langsung menghubungi Aiden.     

"Apakah kamu sudah tidur? Aku baru saja selesai makan siang. Besok aku akan pergi dengan Bu Esther," kata Anya dari telepon.     

"Aku akan menyuruh beberapa pengawalku mengikutimu saat kamu pergi agar mereka bisa melindungimu. Selain itu, mereka juga bisa membantumu untuk membawa barang atau apa pun," Tidak perlu Anya yang meminta, Aiden akan selalu memprioritaskan keselamatan Anya.     

Sekarang saja, tanpa sepengetahuan Anya, di Iris juga ada banyak pengawal Aiden yang menjaganya secara diam-diam.     

Aiden tidak mau mengambil resiko dan kehilangan Anya lagi.     

"Baiklah," kata Anya sambil tersenyum.     

"Aku baru saja mandi dan mau meneleponmu. Tetapi ternyata kamu meneleponku terlebih dulu. Apakah kamu merindukan aku?" Aiden berjalan menuju ke tempat tidurnya dan duduk di sana.     

"Bagaimana denganmu?" Anya tidak menjawab dan melemparkan pertanyaan itu kembali pada Aiden.     

"Anya, aku sangat, sangat, sangat merindukanmu. Kalau kamu tidak merindukanku juga, lihat saja saat aku kembali nanti," Aiden mengambil handuk kering di samping tempat tidur dan mengeringkan rambutnya.     

Anya tertawa mendengar jawaban Aiden, "Kalau begitu, aku harus merindukanmu?"     

"Ya," jawab Aiden sambil tersenyum.     

"Aku merindukanmu."     

"Aku akan pulang besok lusa," Aiden pergi ke luar negeri kali ini bukan hanya untuk mendatangi cabang perusahaannya, tetapi juga memeriksakan kesehatannya.     

Belakangan ini, ia sering sakit kepala. Ia juga mengalami insomnia akut sehingga sulit untuk tidur dengan nyenyak.     

Hasil pemeriksaannya tidak terlalu baik. Dokter menyarankan agar Aiden menjalani operasi kraniotomi. Tetapi prosedur itu sangat beresiko.     

Resiko itu tidak hanya ada pada saat ia berada di meja operasi, tetapi juga setelahnya. Ia bisa mengalami epilepsi, koma dan sebagainya.     

Resiko operasi itu begitu besar hingga akhirnya Aiden memutuskan untuk menyerah tanpa mencoba. Lebih baik ia menghabiskan sisa hidupnya untuk berada di samping Anya.     

Ia sudah pernah kehilangan penglihatannya selama satu tahun dan seluruh dunianya menjadi gelap. Sakit kepala dan kebutaan sementara seperti ini masih bisa ia toleransi.     

Rasa sakit itu tidak seberapa dibandingkan saat ia harus kehilangan Anya.     

Kalau ia menjalani operasi, mungkin saja ia tidak akan bangun lagi. Aiden tidak mau mengambil resiko itu. Lebih baik ia sakit kepala seumur hidup daripada harus meninggalkan Anya seorang diri.     

Dua tahun seperti neraka sudah ia lewati hanya untuk tiba di titik ini.     

Akhirnya ia bisa kembali lagi bersama dengan Anya dan ia tidak mau melewatkan kesempatan ini hanya untuk menghilangkan rasa sakit di kepalanya.     

Dokter sudah memberikan obat pengurang rasa sakit dan obat untuk saraf, tetapi ia tetap menyarankan agar Aiden menjalani operasi itu karena efek dari obat sangat minim dan tidak bisa menyembuhkan seperti operasi.     

Selain itu, dokter juga menyarankan agar Aiden banyak beristirahat, mengurangi pekerjaannya dan sering-sering memeriksakan kesehatannya.     

Aiden tidak berniat memberitahukan semua ini kepada Anya. Ia ingin menjadi seseorang yang bisa diandalkan oleh Anya.     

Kalau Anya tahu ia sakit, Anya tidak akan mau bergantung padanya, takut akan menambah bebannya lagi.     

Selama tiga hari di pulau, Aiden menghabiskan waktunya tanpa perlu bekerja. Tidurnya juga sangat nyenyak sehingga sakit kepalanya dan kebutaan sementara itu tidak datang.     

Di dunia ini, hanya Anya lah obat yang terbaik untuknya.     

Hanya Anya yang bisa menyembuhkannya.     

Anya tidak tahu mengenai penyakit Aiden. Ia merasa sangat senang saat tahu Aiden akan pulang besok lusa.     

"Saat kamu pulang nanti, datanglah ke rumah ibu. Nico berniat untuk melamar Tara di taman," kata Anya dari telepon.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.