Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Tidak Bisa Membedakan



Tidak Bisa Membedakan

0"Bibi, Della adalah adik Harris. Kalian tidak bisa menjadi saudara. Seharusnya ia memanggilmu bibi," Nadine terlihat serius saat membahas mengenai tunangannya.     
0

Setelah mendengar kata-kata Nadine, Anya baru sadar. Della bukan hanya pasangan Raka, tetapi juga adik Harris. Itu artinya mereka akan menjadi keluarga.     

Anya tertawa kecil saat bertanya, "Kalau Raka dan Della menikah, berarti Raka juga harus memanggilku bibi?"     

"Tentu saja," Nico mengangguk. Ia merasa senang karena derajat Raka sekarang akan sama sepertinya.     

Anya menghampiri Aiden dan berbisik ke arah suaminya. "Aiden, kamu memang hebat. Karena menikah denganmu, aku menjadi bibi dari semua orang."     

Aiden mengecup pipi Anya dengan lembut, merasa senang karena hari ini istri kecilnya itu terlihat sangat bahagia.     

Mungkin karena hari ini semua orang berkumpul di tempat ini dan meramaikan pesta itu, suasana hati Anya jauh lebih baik dan ia tidak sempat memikirkan hal-hal yang menyedihkan.     

"Della, kamu harus berkenalan dengan Nadine lagi. ia akan menjadi kakak iparmu. Nico, siapa yang lebih tua, Harris atau Halim?" Tara menoleh dan memandang ke arah Nico.     

"Harris lebih muda dari Halim," Nico memandang ke sekelilingnya dan melanjutkan. "Hari ini, selain Raka, semuanya ternyata satu keluarga."     

"Jadi, ini adalah pesta keluarga?" Raka tiba-tiba saja merangkul leher Nico dan menariknya. "Apakah kamu belum bilang pada Tara mengenai hubungan kita?" katanya sambil menggoda Nico.     

"Hubungan apa yang kita punya? Jangan melantur!" Nico langsung panik.     

"Orang-orang di internet menyebut kalian sebagai pasangan. Apakah itu benar?" Tara menutup mulutnya dengan ngeri.     

"Benarkah itu, kakak?" Nadine juga terkejut saat mendengarnya. Ia pikir berita itu hanyalah berita bohong. Tetapi melihat kedekatan Nico dan Raka yang abnormal, Nadine ikut ragu.     

"Raka bukan orang luar. Kamu istriku kan?" Nico merasa akan kehabisan napas karena rangkulan Raka. Tetapi ia tidak mau mengalah dan malah balas menggoda Raka.     

"Apakah kamu mau melawanku denganku? Baiklah kalau begitu, aku tidak akan setenga-setengah!" Raka merasa kesal saat Nico menyebutnya sebagai istri. Meski ia berhubungan dengan Nico sekali pun, bukan ia yang menjadi 'istri'.     

"Tidak, tidak. Aku bersalah. Kamu kan saudaraku Raka, meski kita tidak sedarah," kata Nico pada akhirnya. Ia menyerah karena saat ini Tara ada di depannya, memandang mereka dengan bingung. Raka akhirnya melepaskan rangkulannya dari Nico, membuat Nico merasa lega.     

Tetapi Tara memandang ke arah mereka lekat-lekat. "Nico, jujurlah padaku. Apa hubungan kalian berdua sebenarnya?"     

"Kami bukan teman biasa." Setelah mengatakannya, Raka mencium pipi Nico tanpa ragu.     

Nico benar-benar ingin menendang kaki sahabatnya itu.     

Melihat itu, Tara langsung merasa seluruh bulu kuduknya berdiri. Ia merinding saat membayangkan hal-hal yang seharusnya tidak ia pikirkan mengenai Nico dan Raka. "Nico, aku tidak mau menikah denganmu."     

"Ah, tidak, tidak! Tara, dengarkan aku. Raka dan aku hanyalah teman. Kami tidak memiliki hubungan apa pun. Apakah kamu tidak bisa melihat kalau ia hanya bercanda?" Nico mengejar Tara dan berusaha untuk menjelaskannya.     

Anya tertawa melihat kejadian itu. Nico dan Raka memang sahabat yang sangat lucu. Mereka begitu dekat hingga semua orang salah mengira mereka sebagai sepasang kekasih.     

"Raka, jangan bercanda seperti itu. Kasihan Tara," katanya.     

Raka ikut tertawa mendengarnya. "Biar saja. Aku ingin Tara menghukum Nico. Biar Nico tahu rasa."     

"Jadi, kalian bukan pasangan? Jangan mengejutkanku seperti itu!" Nadine mengelus dadanya.     

Raka duduk di salah satu kursi bersama dengan Della. "Della, sapa kakak dan kakak iparmu," kata Raka, menyenggol tubuh Della menuju ke arah Harris dan Nadine.     

Della terlihat sangat canggung saat bertemu dengan Harris, yang baru ia kenal sebagai kakaknya sendiri. Ia tidak tahu harus mengatakan apa. Sama halnya dengan Harris. Ia juga baru tahu kalau ia memiliki saudara, apalagi saudaranya itu perempuan!     

Melihat keraguan di wajah Della, Raka melanjutkan. "Kalau tidak ada aku, kamu bisa mengandalkan kakak dan kakak iparmu. Dengan Keluarga Atmajaya, ibumu tidak akan berani melakukan apa pun padamu," kata Raka.     

Anya tersenyum saat melihatnya dan memeluk pinggang suaminya. "Lihatlah. Raka datang membawa Della ke sini agar kita semua mengenali Della. Kita juga harus melindunginya!"     

Tiba-tiba saja, Anya mendengar suara bayi menangis. Ia langsung bangkit berdiri dan berlari ke lantai atas. Aiden bergegas mengikutinya, khawatir sesuatu akan terjadi pada Anya kalau ia sendirian.     

Mungkin Arka dan Aksa mendengar suara yang cukup ribut di bawah dan ingin ikut untuk merayakan Natal bersama dengan mereka semua.     

Tangisan kedua anak itu semakin kencang saat ayah dan ibunya belum tiba juga untuk menghampiri mereka.     

Sampai saat ini, Anya belum pernah menggendong anak-anaknya. Ia merasa anak-anak itu terlalu rapuh dan ia takut akan melukai mereka.     

Ia menggendong Arka dengan gugup dan memandang suaminya agar Aiden bisa membantunya.     

Seorang suster langsung menghampiri Anya dan membetulkan posturnya. "Nyonya, Anda harus menggendongnya seperti ini. Kalau posisinya salah, nanti pinggang dan leher anak Anda bisa sakit."     

Setelah mempelajari cara menggendong yang benar, Aiden dan Anya turun bersama dengan anak-anak mereka. Semua orang langsung berkumpul untuk melihat Arka dan Aksa.     

Ini pertama kalinya Della melihat Arka dan Aksa.     

"Mungil sekali. Bolehkah aku menggendongnya?" tanya Della secara tiba-tiba.     

Mungkin ia bersikap sedikit tidak sopan, langsung meminta ijin untuk menggendong anak Anya, padahal mereka baru pertama kali bertemu. Tetapi Della tidak bisa menahan diri karena Anya menggendong Arka dengan terlalu erat. Anak itu terlihat tidak nyaman dan terus menangis.     

Aiden memandang ke arah istrinya. Anya terlihat sedikit bimbang dan bertanya. "Della, apakah kamu punya pengalaman mengurus anak kecil?"     

"Aku besar di panti asuhan. Saat aku sedang libur, biasanya aku membantu untuk mengurus anak-anak di sana. Aku cukup mahir dalam menenangkan mereka," Della tersenyum dan mengulurkan tangannya.     

Anya memindahkan Arka ke gendongan Della dengan sangat hati-hati.     

Della sedikit menggoyang-goyangkan tubuhnya ke sana kemari saat menggendong Arka, berusaha membuat anak itu tenang. Arka yang awalnya menangis perlahan berhenti berteriak.     

Ia memandang ke arah Della dengan matanya yang besar dan tatapan penasaran. Tidak tahu mengapa ia terus memandangi Della, tetapi Arka sudah berhenti menangis.     

"Dasar anak ini, kalau ibunya yang menggendongnya, ia terus menangis," Anya merasa sedikit cemburu.     

"Apakah benar yang Della gendong adalah Arka dan yang paman gendong adalah Aksa?" Nadine langsung bisa membedakan Arka dan Aksa setelah melihat mereka dalam satu hari saja.     

Anya memandangnya dengan terkejut. "Nadine, kamu hebat sekali. Bagaimana kamu bisa langsung mengenalinya."     

"Arka memiliki suara yang sangat keras. Sementara Aksa sangat penurut. Kalau menangis, Aksa tidak akan berteriak seperti itu," ternyata Nadine bukan membedakan Arka dan Aksa dari penampilan mereka, tetapi dari suara tangis mereka.     

"Aku sering salah mengenali mereka. Hanya pamanmu yang bisa membedakan mereka," Anya memandang suaminya sambil tersenyum. "Aiden, istrimu ini bodoh. Bagaimana ini?"     

"Tidak masalah. Aku tetap suka meski kamu bodoh," sambil menggendong Aksa di tangannya, Aiden menghampiri Anya dan berkata dengan suara pelan. "Tidak apa-apa kalau kamu tidak bisa membedakan Arka dan Aksa. Tetapi akan merepotkan kalau istri Arka dan Aksa nanti tidak bisa mengenali yang mana suaminya."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.