Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Nama Keluarga



Nama Keluarga

0"Kamu bilang Anya sengaja menyiramkan anggur itu? Siapa yang menyiramkan anggur itu terlebih dahulu? Kamu bilang Anya menjijikkan? Bagaimana dengan kalian yang hanya bisa membicarakan orang di belakang? Kalian bahkan jauh lebih menjijikkan," Indah mendengus dengan dingin dan berbalik pergi, mengabaikan para wanita gosip yang menjijikkan ini.     

Saat Anya keluar dari ruang ganti, ia tidak sengaja melihat ibunya sedang berseteru dengan para wanita tukang gosip itu. Pemandangan itu membuat hatinya terasa hangat.     

Ia sama sekali tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh orang-orang di luar sana.     

Yang penting, orang-orang yang mencintainya bisa memahami dirinya.     

Mendengar ibunya membelanya, Anya merasa jauh lebih berani.     

Jessica yang berniat mempermalukannya terlebih dahulu.     

Apakah salah kalau ia membalas? Apakah ia harus diam saja saat orang lain ingin mempermalukannya?     

Orang-orang itu hanya berani membicarakannya di belakangnya. Anya sama sekali tidak peduli dengan mereka.     

Ia masih memiliki keluarganya yang akan membelanya, apa pun yang terjadi.     

"Ibu …" Anya menghampiri Indah sambil tersenyum dan kemudian memeluknya.     

"Apakah kamu baik-baik saja?" Indah memeluk putrinya dengan erat. "Kamu tidak salah. Aku sendiri tidak akan membiarkan siapa pun menindas putriku," kata Indah.     

"Aku pikir kamu dan ayah akan menyalahkanku karena aku tidak bisa menahan diri," kata Anya dengan malu.     

Indah tertawa mendengarnya. "Walaupun kamu memang bandel, ibu tidak keberatan. Sudah seharusnya anak ibu seperti ini."     

Anya memegang tangan ibunya dan mereka berdua datang menghampiri Bima. Saat berjalan, Anya berbisik pada Indah. "Ibu, kalau ayah mertua menegurku nanti, tolong bantu aku."     

"Aku dan ayahmu ada di sana. Apa yang kamu takutkan?" Indah mengelus punggung putrinya dengan lembut.     

Maria melihat Anya menghampiri dan langsung menyambutnya. "Anya, apakah kamu baik-baik saja?"     

"Apakah menurutmu aku salah, Kak? Aku telah membuat Jessica marah," Anya melirik ke arah Bima dengan sedikit takut.     

Bima berdeham pelan. "Kamu sama sekali tidak terlihat khawatir saat menumpahkan anggur itu. Kenapa sekarang kamu melirik ayah?"     

"Ayah, saat semua orang mengepungku di taman tadi, Jessica hanya melihatnya dan sama sekali tidak membantu. Setelah itu, saat ia mengajak para wanita itu untuk meminta maaf padaku, ia malah sengaja mengotori gaunku. Ia sengaja mempermalukan aku. Apakah aku harus diam saja saat diperlakukan seperti itu? Walaupun mereka semua adalah tamu, aku adalah tuan rumah dari acara ini. Mana bisa aku membiarkan Keluarga Atmajaya dipermalukan. Kalau ayah merasa aku bersalah, aku bisa meminta maaf," Anya menundukkan kepalanya seperti anak kecil yang baru saja melakukan kenakalan.     

"Meminta maaf? Pada siapa? Aku tidak akan membiarkan menantu Keluarga Atmajaya ditindas seenaknya. Bagus sekali kamu menumpahkan anggur itu. Berarti kamu berusaha untuk menjaga nama baik keluarga ini. Siapa pun yang berani melawan Keluarga Atmajaya tidak akan pernah diundang lagi ke acara. Kita tidak membutuhkan mereka untuk bekerja sama!" Bima memandang ke arah putra keduanya dan berkata, "Ivan, aku menyerahkan tanggung jawab ini kepadamu."     

"Baik, Ayah. Aku akan mengurusnya," kata Ivan.     

Anya memandang ke arah ibunya dengan senyum di wajahnya. Indah mengedipkan matanya dan memegang tangan putrinya dengan lebih erat.     

Dengan ada dia di sana, tidak akan ada yang bisa menyakiti putrinya. Ia dan Galih akan memasang badan terdepan untuk melindungi putrinya, dari keluarga yang berpengaruh seperti Keluarga Atmajaya sekalipun.     

Mereka bahkan akan mengorbankan nyawa mereka untuk Anya, untuk menebus 20 tahun yang mereka lewati tanpa Anya.     

Untung saja, Keluarga Atmajaya juga mencintai Anya, sama seperti Indah dan Galih mencintai putrinya.     

"Terima kasih, Ayah! Lain kali aku akan lebih berhati-hati," kata Anya dengan patuh.     

"Anya, sudah waktunya kamu mengadakan pesta pernikahan dengan Aiden. Walaupun kalian berdua sudah mendapatkan buku nikah kalian, semua orang tetap tidak akan menganggapmu karena kamu tidak mengadakan pesta pernikahan. Lihat saja, hari ini, orang-orang itu sengaja menindasmu," Bima memandang ke arah Galih dengan tatapan penuh arti.     

Galih langsung menangkap sinyal itu dan berkata pada putrinya. "Anya, aku sudah membahas dengan ayah mertuamu dan aku ingin kamu kembali ke Keluarga Pratama. Apakah kamu mau mengganti nama belakangmu?"     

"Anya, ayahmu benar. Diana yang sudah membesarkanmu. Dan nama keluargamu sendiri adalah Pratama. Mengapa kamu harus mempertahankan nama Tedjasukmana," kata Maria.     

"Bagaimana menurutmu? Apakah kamu mau mengubah namamu? Kamu bisa menggunakan nama Anya Hutama atau Anya Pratama. Kamu bisa memilihnya," Indah tersenyum dan membiarkan putrinya untuk memilih.     

Anya menggigit bibir bawahnya dan berpikir dengan keras. "Kalau aku mengubah namaku menjadi Anya Hutama, ayah dan ibu akan sedih. Tetapi kalau aku mengubah namaku menjadi Anya Pratama, ibuku yang akan kecewa. Bagaimana aku bisa menjaga perasaan keduanya?"     

"Tidak apa-apa kalau kamu tidak mau mengubahnya. Tidak peduli apa pun namamu, kamu tetap putri ibu," kata Indah.     

Setelah menyerahkan Yura kepada polisi, Aiden langsung menghampiri istrinya, berusaha membantunya saat tertekan. "Jangan paksa Anya untuk mengubah namanya. Aku sudah membicarakannya dengan Anya dan setuju untuk membiarkan salah satu dari Arka atau pun Aksa untuk memiliki nama Keluarga Pratama."     

Wajah Bima terlihat sedikit kecewa. Ia tidak mau salah satu dari cucunya memiliki nama Pratama. Mereka adalah keluarga dari pihak lelaki, seharusnya semua cucunya mendapatkan nama keluarganya.     

"Ayah, Anya kan masih muda. Ia bisa hamil dan memiliki anak lagi. Keluarga Pratama hanya memiliki Anya sekarang, dan Anya bahkan tidak memiliki nama belakang mereka. Jangan terlalu pelit," Maria mengatakannya dengan santai, agar Bima tidak terlalu marah.     

"Galih, aku tidak menghentikanmu untuk melihat cucu-cucumu. Tetapi mengapa sekarang kamu ingin merebut mereka dariku?" kata Bima dengan enggan.     

"Aku tidak memaksa. Biar Aiden dan Anya yang memutuskan," Galih sudah merasa sangat senang mendengar keputusan Aiden. Tetapi kalau Bima menentang sekali pun, ia tidak akan memaksa.     

Baginya, tidak ada hal yang lebih penting dibandingkan kebahagiaan Anya.     

Bima memandang ke arah Aiden dan Anya, kemudian ia merasa bahwa kata-kata Maria ada benarnya juga.     

Anya masih sangat muda. Ia masih bisa memiliki anak lagi nanti.     

"Baiklah. Ayah akan mengikuti keputusan kalian. Galih, besok datanglah ke rumah. Kita bisa bermain catur bersama," kata Bima.     

Galih langsung menyetujuinya dengan senang. Memiliki Anya sudah merupakan kebahagiaan untuknya. Ia tidak tersinggung Anya tidak menginginkan nama Pratama. Bagaimana pun juga, selama ini, Diana lah yang membesarkan Anya.     

Dan sekarang, salah satu cucunya akan memiliki nama keluarganya. Bagaimana mungkin Galih tidak bahagia?     

Walaupun ada beberapa kejadian yang tidak menyenangkan di pesta tersebut, Keluarga Atmajaya tetap berbahagia bisa merayakan kelahiran dua putra Anya dan Aiden.     

Setelah keributan berlalu, para tamu mulai menikmati suasana pesta.     

Hari ini, Raka juga datang dan membawa Della sebagai kekasihnya. Tara merasa bingung saat melihat Irena menggandeng tangan Della dengan penuh sayang dan memperkenalkannya kepada semua orang sebagai kekasih Raka.     

Ia menghampiri Anya dan bertanya dengan suara pelan. "Anya, bagaimana bisa ibu Raka menyukai Della, tetapi sama sekali tidak menyukaimu?" tanyanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.