Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Ingin Pulang Hari Ini Juga



Ingin Pulang Hari Ini Juga

0"Apakah itu membuatmu semakin mencintaiku?" tanya Aiden dengan sengaja.     

"Tentu saja. setiap hari cintaku padamu semakin dan semakin membesar!" Anya tertawa dengan senang.     

Suara tawa itu seolah membangunkan Diana. "Anya …" panggil Diana dari tempat tidurnya. Suaranya terdengar sangat pelan, hanya seperti bisikan semata.     

Anya langsung bangkit berdiri dan menuju ke sisi ibunya, memegang tangannya dengan erat. "Ibu, Anya di sini. Ibu sudah bangun. Hari ini hari natal, Arka dan Aksa pulang ke rumah!"     

Aiden langsung keluar dan memanggil dokter. Tidak butuh waktu lama, seorang dokter langsung masuk dan berniat untuk memeriksa kondisi Diana.     

"Anya, biarkan doktenrya memeriksa ibu dulu," Aiden menarik tubuh Anya untuk memberi ruang bagi dokter tersebut.     

Diana tersenyum ke arah mereka dan berkata, "Ibu senang kalian berdua baik-baik saja, Arka dan Aksa juga baik-baik saja. Ibu minta maaf sudah membuatmu khawatir."     

"Ibu, mengapa ibu bicara begitu? Ibu baik-baik saja," mata Anya memerah. Suasana hatinya kembali berubah dengan cepat.     

Dokter mulai memeriksa kondisi Diana, membawanya keluar dari kamar untuk melakukan CT scan, dan kemudian membawanya kembali ke kamar.     

"Kondisi Nyonya Diana baik-baik saja. pemulihan untuk patah tulangnya mungkin akan membutuhkan waktu yang lama. Terkadang, ia akan merasakan pusing dan sakit kepala. Tetapi tenang hanya, itu hanya untuk sementara," kata dokter tersebut.     

"Dokter, cucuku baru saja pulang. Bolehkan saya pulang dan beristirahat di rumah saja?" tanya Diana.     

"Tidak boleh!" dokter tersebut langsung menolak. "Nyonya baru saja bangun dan masih perlu tinggal di rumah sakit untuk dipantau kondisinya. Jangan pulang dari rumah sakit dulu."     

"Untuk berapa lama?" tanya Diana.     

Dokter itu memandang ke arah Aiden dan berkata, "Anda harus tinggal di rumah sakit selama tiga hari. Kalau tidak ada masalah lain, Anda bisa pulang dan melakukan rawat jalan dari rumah."     

Diana merasa sangat kecewa mendengarnya. Dokter memintanya untuk tinggal di rumah sakit selama tiga hari lagi. Itu artinya, ia tidak bisa bertemu dengan cucu-cucunya.     

"Aiden, kamu pasti punya cara kan? Kamu bisa membawa Arka dan Aksa untuk pergi ke pulau dengan inkubator, mengapa ibu tidak bisa rawat jalan dari rumah saja?" tanya Anya dengan kecewa.     

"Anya, dokter masih ingin memantau kondisi ibu dalam beberapa hari. Kita harus mengikuti instruksi dari dokter. Aku akan keluar dari rumah sakit dalam hari dan langsung menemui Arka dan Aksa. Tidak apa-apa," kata Diana.     

Tiba-tiba saja air mata mengalir dari pelupuk mata Anya. "Ibu, aku ingin merayakan Natal denganmu dan anak-anak. Kalau aku di rumah sakit, aku tidak bisa bertemu dengan Arka dan Aksa. Tetapi kalau aku pulang, aku tidak bisa merayakan Natal denganmu. Ini adalah Natal pertama sejak Arka dan Aksa lahir. Apa yang harus aku lakukan? Aku ingin bersama dengan mereka, tetapi aku juga tidak ingin meninggalkanmu sendirian!"     

Diana mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Anya. ia tidak tahu apa yang membuat Anya se-emosional ini.     

"Di rumah sakit ada banyak orang, ada banyak dokter dan suster. Mana mungkin aku sendirian di sini. Kamu pasti sudah menemani ibu di sini sejak ibu masuk rumah sakit. Sudah waktunya kamu pulang dan bertemu dengan anak-anakmu. Hanya tiga hari saja. Setelah itu ibu akan pulang bersama denganmu. Bersabarlah!"     

"Aku akan mengatur agar ibu bisa pulang sekarang," kata Aiden sambil mengelus punggung Anya dengan lembut, berusaha untuk menghentikan air mata Anya.     

"Aiden, apakah tidak merepotkan kalau ibu harus pulang dan dirawat di rumah?" Diana merasa tidak ada gunanya untuk melakukan itu. Lagi pula, ia sudah terlalu tua untuk merayakan hari Natal.     

Tiga hari bukanlah waktu yang lama dan ia bisa menanti dengan sabar.     

"Anya ingin ibu pulang dan merayakan Natal bersama-sama. Mungkin sulit bagi ibu untuk pulang padahal ibu baru bangun, tetapi apakah ibu bisa menahannya? Untuk Anya?" tanya Aiden.     

"Ibu hanya akan merepotkanmu kalau pulang sekarang. Aku tidak bisa bergerak karena tulangku patah dan aku hanya akan menyulitkan kalian. Mungkin lebih baik aku tetap tinggal di rumah sakit sementara. Selama tiga hari ini, kalian bisa …" ketika Diana hendak melanjutkan, ia melihat Aiden menggelengkan kepalanya ke arahnya, meminta agar Diana berhenti menolaknya.     

"Ibu, aku ingin merayakan hari Natal bersama denganmu. Aiden bisa mengatur semuanya. Kita bisa pulang, bertemu dengan Arka dan Aksa. Kita semua bisa berkumpul bersama," Anya mengatakannya dengan panik, matanya juga terlihat bergerak ke sana kemari, seperti sedang kebingungan.     

Diana akhirnya menyadari ada sesuatu yang salah dengan putrinya. Ia bisa melihat Aiden berusaha untuk menuruti semua permintaan Anya, tidak peduli meskipun permintaan itu sulit untuk dikabulkan.     

Aiden mengangguk pada Diana. Diana memahaminya dan kemudian tertawa. "Anya jangan panik. Ibu baik-baik saja. kalau Aiden mau mengaturnya, ibu akan membiarkan Aiden untuk mengurus semuanya. Kamu harus menemani ibu sepanjang waktu! Bisa berkumpul bersama dengan semuanya saat hari Natal pasti akan sangat menyenangkan."     

Anya mengangguk berulang kali setelah melihat ibunya setuju.     

Dengan gerakan tangannya, Aiden menyuruh dokter dan suster yang berada di ruangan itu untuk keluar dan meninggalkan merkea.     

Anya memegang tangan Diana dan terus menceritakan berbagai hal. Ia terus menangis sepanjang cerita. Ia menceritakan semua ketakutannya, kekhawatirannya, kesedihannya yang ia rasakan selama ibunya sedang tidak sadar.     

Aiden terus menemaninya setiap hari dan Indah sering datang untuk berkunjung, tetapi Anya hanya mau menceritakan semua ini kepada Diana.     

Diana baru saja bangun. Walaupun ia merasa sangat lelah dan lemas, ia mendengarkan semua cerita Anya dengan sabar.     

Saat Anya sedang berbicara, Diana memandangnya sambil tersenyum dan mengelus kepalanya. Di matanya, Anya selamanya akan menjadi anaknya yang masih kecil.     

"Lihat kamu. Kamu sudah sebesar ini dan sudah menjadi ibu, tetapi kamu masih menangis. Kalau kamu dan anak-anakmu menangis, apa yang harus Aiden lakukan? Siapa yang harus ia tenangkan lebih dulu?" Diana menggodanya.     

Tangisan Anya berubah menjadi senyuman, "Aku menangis agar hatiku merasa sedikit lebih lega."     

"Kalau kamu dan anak-anak menangis bersama-sama, aku akan menenangkanmu dulu," jawab Aiden.     

Anya menundukkan kepalanya dengan malu. "Ibu, lihat Aiden."     

"Bukankah itu bagus? Aku senang melihat putriku dan suaminya memiliki hubungan yang harmonis," Diana tidak merasa canggung sedikit pun saat mendengarnya, karena ia tahu apa yang Aiden katakan itu sangat tulus dari hatinya, bukan omongan belaka.     

Ia sangat senang karena tahu ada seseorang yang sangat mencintai putrinya dengan sepenuh hati.     

"Aku senang memiliki ibu yang sangat mencintai aku," Anya menguburkan kepalanya di telapak tangan Diana. "Ibu, meskipun aku sudah punya anak, aku tetap akan mencintaimu."     

"Tentu saja. Aku tahu itu," jawab Diana sambil tersenyum.     

"Ibu akan selalu menjadi ibu favoritku," ketika Anya mengatakan hal ini, Indah dan Galih berada tepat di depan pintu.     

Mendengar kata-kata itu, Indah langsung berhenti melangkah, tidak jadi membuka pintu kamar itu.     

Galih menepuk pundak istrinya. Indah mengangguk dan kemudian berbalik. Ia duduk di sebuah kursi ruang tunggu, membiarkan Anya untuk berbicara dengan Diana terlebih dahulu.     

"Jangan terlalu dipikirkan, Indah. Kita baru saja menemukan Anya. Kita tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Diana yang sudah mencintainya dan membesarkannya selama lebih dari 20 tahun," Galih berusaha untuk menghibur istrinya.     

"Aku paham. Aku tahu bahwa kita berhutang banyak hal pada Diana. Mulai hari ini, kita akan mencintai Anya lebih besar dari sebelumnya, untuk menebus 20 tahun yang kita lewatkan," Indah hanya bisa menghela napas panjang.     

"Kita tunggu mereka bicara dulu, setelah itu baru masuk, ya." Galih dan Indah sangat pengertian. Mereka tidak mau mengganggu saat-saat Anya bersama dengan ibunya.     

Ketika Aiden keluar untuk menerima telepon, ia tidak sengaja bertemu dengan mereka dan mengajak mereka untuk ikut ke kamar Diana.     

"Apakah kamu kuat pulang dari rumah sakit hari ini? Katanya malam ini akan hujan. Bagaimana kalau kamu kedinginan?" kata Indah dengan cemas.     

"Ibu, malam ini kita akan mengadakan pesta Natal di rumah. Apakah kamu dan ayah mau datang?" Anya menghampiri ibunya dan memegang tangannya dengan erat.     

"Ibu dan ayah akan mengunjungimu dan anak-anak di saat tahun baru nanti. Kita akan merayakan tahun baru bersama-sama. Malam ini, ibu dan ayah sudah ada rencana untuk keluar," kata Indah dengan senyum malu-malu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.