Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Postpartum Depression



Postpartum Depression

0Anya tertidur di pelukan Aiden saat sedang menunggu di koridor depan ruang ICU.     

Aiden menggendongnya dengan pelan, tidak ingin membangunkan Anya dan membawanya ke kamar VVIP untuk beristirahat. Setelah itu, ia meminta pengawalnya untuk berjaga di ruang ICU dan mengabarkan mereka kalau ada sesuatu yang terjadi.     

Anya tidur hingga jam sepuluh pagi. Saat ia membuka matanya, ia menemukan ibunya berbaring di ranjang sebelah. Ia langsung tersenyum melihat ibunya di sana.     

"Aiden …" panggilnya pelan.     

Aiden langsung menghampiri Anya dan membantunya untuk bangun dari tidurnya. Ia memberikan gelas berisi air hangat untuk istrinya itu. "Minum ini dulu, agar tenggorokanmu tidak sakit. Keadaan ibu sudah membaik dan ia sudah boleh pindah ke kamar biasa."     

Anya menerima gelas itu dan langsung meminumnya. Tenggorokannya terasa kering karena menangis semalaman. Badannya pun terasa lemas dan sedikit hangat.     

Aiden memegang dahi Anya untuk memeriksa suhu tubuhnya. "Kamu demam. Apa ada yang tidak nyaman? Apakah tubuhmu sakit?"     

"Dadaku tidak nyaman," kata Anya. Ia baru saja melahirkan dan masih menyusui sehingga dadanya terasa bengkak dan tidak nyaman.     

"Kata dokter, kamu menderita mastitis akut. Mungkin demamnya juga disebabkan oleh peradangan. Dokter sudah memberikan obat untuk meredakan peradangan itu. Sementara ini, kamu tidak bisa menyusui dulu," kata Aiden.     

Anya langsung kecewa mendengar hal itu. "Selain gagal menjadi anak, sepertinya aku juga gagal menjadi ibu. Aku tidak memiliki cukup ASI untuk anak-anakku. Dan sekarang …"     

"Anya, jangan terlalu dipikirkan. Sangat wajar kamu tidak memiliki cukup ASI karena kamu melahirkan anak kembar. Mungkin keadaan ibumu membuatmu tertekan dan stres sehingga kamu mengalami mastitis akut," Aiden mengelus punggung Anya. "Kalau kamu tidak segera diobati, peradangannya bisa semakin parah."     

Anya menoleh, memandang ibunya dengan sedih. Saat ini, ia tidak bisa meninggalkan ibunya sendirian. Tetapi ia juga merindukan kedua putranya.     

"Baiklah," saat ini, ia tidak bisa meninggalkan rumah sakit dengan tenang kalau ibunya masih belum sadar. Ia juga tidak bisa membawa kedua putranya kembali ke kota karena kondisi mereka yang masih lemah.     

…     

Satu minggu kemudian, peradangan yang Anya derita sudah semakin membaik, tetapi ia tidak bisa menghasilkan ASI lagi.     

Ia tidak bisa menyusui lagi.     

"Aiden! Apakah kamu yang menyuruh dokter memberikan suntikan padaku agar aku tidak bisa menyusui lagi?" Anya merasa sangat marah saat menyadari bahwa ia sudah tidak bisa menghasilkan ASI lagi.     

"Jangan salahkan Aiden. Ibu yang meminta dokter untuk melakukannya," Indah langsung maju untuk membela Aiden.     

Anya memandang ibunya sambil menangis. "Ibu, mengapa ibu melakukan ini?"     

"Ibu sangat mencintai kamu dan tidak bisa melihatmu terus menderita seperti ini. Jadi …" Indah juga tidak bisa menahan tangisnya.     

Anya sangat khawatir pada kedua putranya dan sekarang ia tidak bisa menyusui lagi. Tetapi tidak mungkin Indah melakukan semua ini dengan sengaja tanpa memikirkan kebaikan Anya.     

Ia tahu semua yang ibunya lakukan itu karena mengkhawatirkannya sehingga Anya tidak bisa menyalahkannya.     

"Anya, jangan salahkan ibumu. Ibumu sangat khawatir dengan keadaanmu. Kami sudah mencari donor ASI untuk Arka dan Aksa. Kami juga sudah memastikan Arka dan Aksa mendapatkan ASI yang bersih dan sehat," Galih berusaha untuk menghiburnya.     

Anya merasa kesulitan untuk menerima kenyataan itu. Tetapi memang benar, setelah berhenti menyusui, peradangannya semakin membaik.     

Setelah kembali ke kota, Anya menghabiskan semua waktunya untuk berada di rumah sakit menemani ibunya. Di siang hari, Aiden akan kembali ke kantor dan di malamnya ia akan menemani Anya di rumah sakit.     

Anya tidak tahu harus berbuat apa. Ia tidak bisa menyusui anak-anaknya lagi dan sekarang ibunya masih belum sadarkan diri.     

Karena tidak ada yang bisa ia lakukan, Anya merasa semakin stres dan kepikiran.     

Nadine menyarankan agar Anya kembali bekerja agar bisa mengalihkan pikirannya.     

Aiden tahu bahwa Anya sedang berada dalam dilema. Ia merindukan kedua putranya tetapi juga mengkhawatirkan Diana. Kalau terus berdiam diri di dalam kamar rumah sakit dan terus kepikiran dengan semua masalah ini, Aiden khawatir istrinya itu akan mengalami postpartum depression.     

Ia langsung menyuruh seseorang untuk merombak kamar VVIP itu. Membuat sebuah partisi dengan menggunakan kaca dan menciptakan sebuah ruang parfum mini untuk Anya.     

Dengan begitu, Anya bisa bekerja sekaligus melihat kondisi ibunya.     

Anya berusaha untuk menyibukkan dirinya setiap hari. Saat ia sedang tidak bekerja, ia akan duduk di samping tempat tidur ibunya sambil melaporkan semua pekerjaan yang ia lakukan hari ini.     

Ia menceritakan kepada Diana parfum apa yang ia buat hari ini dan seluruh bahan-bahannya secara rinci.     

Malam natal tiba dalam sekejap mata, tetapi Diana masih belum bangun juga. Seluruh anggota keluarga Anya datang dan pergi untuk mengunjungi Diana. Setelah mereka semua pulang, akhirnya tersisa Anya dan Aiden sendirian.     

"Anya, ibu masih belum bangun. Bagaimana kalau kita membawa Arka dan Aksa kembali ke kota setelah ibu bangun saja? Kalau Arka dan Aksa dibawa pulang sekarang, aku khawatir kamu kelelahan, harus bolak-balik pergi ke rumah dan rumah sakit," kata Aiden dengan hati-hati.     

Anya terkejut dan langsung menoleh memandang Aiden. "Kamu sudah janji padaku, Arka dan Aksa bisa pulang saat Natal. Bagaimana bisa kamu mengingkari janjimu sendiri? Aku hanya bisa melihat mereka dari video call. Aku benar-benar merindukan mereka."     

"Kalau kamu merindukan mereka, kita bisa kembali ke pulau untuk menghabiskan hari Natal bersama dengan mereka di sana. Pada saat tahun baru, kita akan kembali ke kota untuk merayakannya dengan ibu. Bagaimana?" tanya Aiden dengan lembut.     

"Tidak! Aiden, mengapa kamu tidak menepati janjimu?" air mata mengalir di wajah Anya.     

Aiden langsung membawa Anya ke dalam pelukannya. "Jangan menangis. Aku hanya menyarankan padamu. Kalau kamu tidak setuju, aku akan mencari cara lain."     

"Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Ibu belum bangun juga. Ak-Aku …" Anya menangis sesenggukan, air matanya terus jatuh. Ia tidak bisa melanjutkan kata-katanya, tetapi Aiden tahu Anya sangat sedih sekarang.     

Walaupun Aiden tidak mau mengakui fakta ini, ia tahu bahwa Anya sedang mengalami postpartum depression pasca melahirkan. Ia berkonsultasi pada teman Tara yang merupakan seorang psikiater mengenai gejala-gejala yang Anya alami akhir-akhir ini dan psikiater itu membenarkan bahwa kemungkinan besar Anya memang mengalami postpartum depression.     

Ia mudah sekali menangis, sensitif dan sangat rentan. Ia mudah sekali terpancing emosinya dan suasana hatinya mudah berubah.     

Sebenarnya, Aiden dan Indah tidak melakukan apa pun pada Anya yang menyebabkan ia tidak bisa menyusui lagi. Ia tidak bisa menghasilkan ASI lagi karena tekanan yang ia rasakan pada mentalnya selama ia sedang dalam masa pemulihan.     

Tetapi Aiden tidak mau memberitahu pada Anya mengenai masalah ini karena ia tidak mau Anya menyalahkan dirinya sendiri. Kalau sampai hal itu terjadi, postpartum depression yang Anya alami semakin parah.     

Jadi, pada akhirnya Indah mengorbankan dirinya dan mengatakan bahwa ia lah yang meminta dokter untuk melakukannya.     

Sebagai seorang ibu, ia sangat mencintai putrinya. Untuk menyelamatkan Anya, tangannya bahkan sampai harus terluka parah dan belum bisa pulih betul hingga sekarang.     

Anya tidak akan pernah mempertanyakan cinta Indah padanya karena apa yang Indah lakukan semuanya untuk dirinya. Pada akhirnya, Anya menerima kenyataan bahwa ia tidak bisa menyusui lagi.     

Semua orang tahu Anya mengalami depresi sehingga satu per satu dari mereka selalu bergantian untuk menemani Anya, berusaha membantunya agar tidak sedih.     

Dokter bilang, selama mengandung kedua anaknya, Anya selalu merasa tegang karena khawatir terhadap keselamatan kedua putranya.     

Setelah melahirkan, seseorang berusaha untuk mencelakai anak-anaknya, membuat Anya semakin ketakutan.     

Hidup Anya mulai membaik saat ia tinggal di pulau bersama dengan kedua putranya. Tetapi tiba-tiba saja ibunya mengalami kecelakaan yang cukup parah sehingga tidak sadarkan diri.     

Keadaan ibunya itu membuat Anya seperti dihantam dengan sesuatu yang keras. Dan Anya tidak bisa bertahan untuk tetap tegar.     

Ia segera kembali ke kota untuk melihat kondisi ibunya. Ia benar-benar takut, marah, cemas, sedih, sehingga menyebabkan peradangan dan demam.     

Yang membuat Anya lebih hancur lagi adalah kenyataan bahwa ia tidak bisa menyusui lagi. Walaupun ia terlihat sudah menerima kenyataan itu, tetap saja ia merasa depresi.     

Aiden mengecup kening Anya dengan sabar. "Anya, jangan menangis. Tidurlah. Besok aku akan membawamu untuk melihat anak-anak."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.