Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Terluka Parah



Terluka Parah

0"Tidak ada apa-apa. Fokuslah untuk menjaga Arka dan Aksa. Saat semuanya selesai, Aiden akan segera kembali," jawab Tara sambil mengingat kembali penjelasan Aiden padanya.     

Anya yakin ada masalah serius yang terjadi dan berhubungan dengannya sehingga Tara pun tidak mau menceritakannya padanya.     

Apa yang terjadi?     

Apakah sesuatu terjadi pada Iris? Tetapi kondisi Iris saat ini seharusnya baik-baik saja karena tidak ada yang bisa menyaingi Iris dengan bangkrutnya Keara's Perfume.     

Apakah ada sesuatu terjadi pada ibunya, Diana? Tetapi ibunya tinggal di dekat rumahnya dan Hana selalu menemaninya. Aiden juga sudah mengatur beberapa pengawalnya untuk selalu menjaga ibu.     

Apakah terjadi pada ibunya, Indah? Beberapa bulan lalu, ibunya baru saja menjalani operasi transplantasi liver. Setelah itu, tangannya harus terluka karena pisau yang dibawa oleh Mona. Kata Aiden, luka di tangannya itu cukup parah sehingga Indah tidak mau memberitahunya.     

Kemarin malam, Anya sempat video call dengan ibunya dan ayahnya. Tetapi ibunya terlihat sedikit pucat. Galih bilang padanya bahwa Indah sedang terkena flu.     

Apakah Galih menyembunyikan sesuatu darinya? Apakah ibunya sakit lagi?     

Anya langsung menghubungi nomor telepon Galih. Telepon itu berdering cukup lama, tetapi sampai terakhir tidak ada yang mengangkatnya.     

Anya merasa semakin panik.     

Aiden tidak menjawab teleponnya, Galih juga tidak. Pasti ada sesuatu yang terjadi!     

Tara tidak mau memberitahunya dan ia juga tidak bisa bertanya pada anggota Keluarga Atmajaya yang lainnya. Sekarang, ia harus mencari siapa lagi?     

Ibunya! Ia harus menelepon ibunya!     

Diana tidak akan pernah menyembunyikan apa pun darinya, meski hal yang terburuk sekali pun.     

Anya langsung menelepon nomor Diana, tetapi dari seberang hanya terdengar suara operator.     

"Nomor yang Anda hubungi sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan."     

Mati? Mengapa ponsel ibunya mati?     

Anya terlihat seperti cacing kepanasan, tidak tahu harus bertanya pada siapa.     

Tiba-tiba, nama Raka muncul di benak Anya. Ia memutuskan untuk mencoba bertanya pada Raka.     

Di rumahnya, Raka sedang duduk menghadap ke arah jendela, memandang pohon bergamotnya di taman. Semenjak ia marah sebelumnya, tidak ada satu orang pun yang berani menyentuh pohon itu.     

Della berlari menghampirinya sambil membawa ponselnya. "Tuan, ponsel Anda."     

"Siapa?" Raka tidak menoleh ke belakang, masih tetap memandangi pohon bergamot tersebut. Tidak tahu apa yang sedang ia pikirkan sekarang.     

"Anya," Della membaca nama yang terpampang di layar ponsel itu.     

Della sudah tahu informasi mengenai Anya dari internet. Anya adalah kepala parfumeur di Iris. Meski usianya masih sangat muda, ia sudah memenangkan dua kompetisi parfum yang bergengsi. Ia adalah wanita yang sangat berbakat.     

Dan yang lebih penting lagi, Anya adalah cinta pertama Raka.     

Walaupun Della tidak tahu mengapa Raka sangat menjaga pohon bergamot di taman rumahnya, ia yakin betul bahwa pohon itu ada hubungannya dengan wanita bernama Anya ini.     

"Anya?" Raka langsung berbalik dan mengambil ponsel itu dari tangan Della.     

Tetapi saat ia memikirkan mengenai seseorang yang sedang terluka parah di rumah sakit, Raka ragu untuk menjawab panggilan tersebut. Apa yang harus ia katakan pada Anya?     

Kalau ia memberitahu yang sebenarnya, Anya pasti akan khawatir.     

Kalau ia kembali ke kota, ia bisa berada dalam bahaya.     

"Tuan, apakah kamu tidak menjawab teleponnya?" Della mengingatkan Raka dengan hati-hati. Ponsel itu sudah berbunyi cukup lama.     

"Kamu saja yang angkat. Bilang aku sedang keluar dan meninggalkan ponselku di rumah," Raka mengembalikan ponsel itu pada Della.     

Della menerimanya dengan ekspresi kebingungan. Ia tidak memahami mengapa Raka tidak mau menjawab panggilan tersebut. Tetapi pada akhirnya ia tetap melakukan perintah Raka.     

Anya merasa semakin tertekan saat tidak bisa mendapatkan jawaban dari Raka. Ia menitipkan pesan agar Raka segera menghubunginya.     

Setelah panggilan itu berakhir, Della mengembalikan ponsel itu kepada Raka. "Tuan, mengapa kamu tidak mau menjawab panggilannya? Nona Anya tampak panik dan memintamu untuk segera menghubunginya.     

"Ibunya sedang terluka parah dan berada di rumah sakit. Sekarang, ia sedang berada di ICU. Apa yang harus aku katakan padanya?" Raka menghela napas panjang.     

"Aku rasa seharusnya kita memberitahunya yang sebenarnya. Aku yakin dengan adanya dukungan dari keluarganya, ibu Nona Anya akan bertahan. Menyembunyikan hal ini malah akan membuat Nona Anya semakin panik," jawab Della dengan tenang.     

Raka menoleh dan memandang ke arah Della. Ia memiringkan kepalanya dan bertanya. "Apakah kamu ingin bertemu Bu Winda?"     

Della tersenyum saat mendengar nama itu. "Sejak kecil, aku besar di panti asuhan. Bagiku, Bu Winda adalah sosok ibu. Kalau Tuan mengijinkan aku untuk menemuinya, aku sangat berterima kasih. Aku akan bekerja lebih keras."     

"Besok, aku akan menyuruh supirku mengantarmu ke sana," kata Raka. Setelah itu, ia bangkit berdiri dan pergi.     

Wajah Della langsung terlihat penuuh kegembiraan. Ia membungkuk dengan sangat hormat di hadapan Raka. "Terima kasih, Tuan. Tuan sangat baik padaku!"     

Raka merasa agak konyol melihat Della sangat berterima kasih padanya. Della bahkan menyebutnya sebagai pria baik, terlepas dari apa yang telah Raka lakukan selama ini.     

Padahal, selama ini, Raka selalu bersikap dingin padanya.     

Tetapi memang seumur hidupnya, Della tidak pernah bertemu dengan sosok pria yang baik.     

Ayahnya adalah pria yang paling kurang ajar. Salim telah mengecewakan tiga wanita, yaitu Hana, Dewi dan juga ibu Della.     

Di kehidupan Della, hanya ada 1 sosok pria yaitu ayahnya. Itu sebabnya, Della tidak memahami pria baik yang sesungguhnya itu seperti apa.     

…     

Saat tiba di rumah sakit, Raka langsung menuju ke ruang ICU. Aiden, Galih dan Indah berada di depan ruang ICU, terlihat sedang menantikan kabar Diana dengan khawatir.     

Melihat kedatangan Raka, Aiden langsung menyapanya.     

"Aiden, Anya barusan meneleponku, tetapi aku tidak mengangkatnya. Ia kedengaran sangat khawatir," Raka melihat ke dalam ruang ICU melalui sebuah jendela kaca. Diana masih belum sadarkan diri hingga sekarang. "Apa yang dokter katakan?"     

"Semuanya bergantung pada malam ini, apakah ibu bisa selamat atau tidak. Kondisinya masih kritis," Aiden melihat ke arah ponselnya, Anya meneleponnya lagi.     

"Aku sarankan kamu segera menjemput Anya. Aku yakin Bibi Diana akan baik-baik saja. Bibi Diana tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Kamu tidak bisa menyembunyikan keadaannya dari Anya," kata Raka.     

Galih juga menyetujuinya. "Benar, Aiden. Beritahu Anya dan bawa dia ke sini. Di saat-saat seperti ini, Diana membutuhkannya."     

"Anya sudah bukan anak kecil lagi. Ia berhak tahu kondisi ibunya," saat tahu Diana terluka, Indah menangis, mengkhawatirkan kondisinya.     

Aiden berpikir sejenak dan akhirnya memutuskan untuk menuruti permintaan semua orang. "Aku akan menjemput Anya."     

Ponsel Aiden terus berdering. Anya mengirimkan banyak pesan padanya, menanyakan apa yang sedang terjadi.     

Aiden menarik napas dalam-dalam dan meneleponnya. "Anya, dengarkan aku dengan tenang. Ibu Diana sedang berada di rumah sakit. Sekarang, ganti bajumu. Aku akan menjemputmu 40 menit lagi."     

"Ada apa dengan ibu? Kemarin aku masih telepon dengannya. Mengapa ibu tiba-tiba sakit? Apakah jantung ibu kumat?" Anya langsung khawatir mendengarnya. Diana memiliki riwayat penyakit jantung. Apakah penyakitnya itu kumat lagi?     

"Bukan serangan jantung. Aku tidak bisa menjelaskannya dari telepon. Aku akan segera menjemputmu," kata Aiden.     

Sebelum menjemput Anya di pulau, Aiden meminta tolong pada Maria dan Bima untuk menjaga Arka dan Aksa di pulau saat mereka sedang pergi. Melihat kondisi Diana saat ini, sepertinya Anya tidak bisa kembali sesegera mungkin.     

Sekitar jam 10 malam, Anya dan Aiden tiba di depan ICU rumah sakit.     

Ketika melihat ibunya berbaring di tempat tidur rumah sakit dengan berbagai selang yang disambungkan ke tubuhnya, Anya merasa seperti ditampar dengan benda yang sangat berat.     

Kepalanya terasa berdengung dan kakinya goyah.     

"Ibu …" Anya menangis dari luar jendela. Ia hanya bisa memandang ibunya dari luar dan tidak bisa mendekat.     

Apa yang sebenarnya terjadi?     

"Ibu, ini Anya. Apa yang terjadi pada ibu?" tangisnya dari luar jendela kaca tersebut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.