Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Nama



Nama

0Diana melihat saat Galih dan Indah masuk ke dalam ruang operasi bersama-sama. Ia banyak berpikir saat duduk di depan ruang operasi, sambil menantikan Indah keluar dari sana.     

Walaupun pernikahannya dengan Deny tidak bahagia, ia tidak pernah menyesali keputusannya. Takdir telah mempertemukannya dengan Anya, putrinya yang sangat ia cintai.     

Kalau dulu ia memilih Galih, tidak akan ada Anya di dunia ini.     

Diana merasa bahwa Anya jauh lebih berharga dibandingkan segalanya. Sehingga, kalau ia diberi kesempatan kedua, ia akan mengulang cerita yang sama.     

Tidak apa-apa ia menikahi pria yang salah. Tidak apa-apa kehidupan pernikahannya tidak bahagia. Asalkan ia tetap bisa menjadi ibu Anya.     

Baginya, kebahagiaan terbesar di dalam hidup ini adalah memiliki putri yang juga mencintainya, sama seperti ia mencintai putrinya.     

Selama operasi berlangsung, Galih tetap berada di sisi Indah, menemaninya dan memberinya kekuatan. Sementara itu, Diana duduk di depan ruang operasi, menanti dengan sabar.     

Ketika Indah keluar dari ruang operasi, ia melihat Diana menunggunya.     

"Diana, mengapa kamu di sini? Apakah Anya baik-baik saja?" tanya Indah dengan khawatir.     

"Anya baik-baik saja. Aiden sedang menemaninya. Ia khawatir padamu sehingga memintaku untuk memeriksa kondisimu," tatapan Diana terjatuh pada tangan Indah.     

"Kamu sudah tahu?" Galih menebak bahwa Diana tahu kondisi Indah yang cukup parah. Bagaimana pun juga, Diana bisa melihat betapa banyaknya darah yang mengucur ke lantai.     

"Aku tidak akan memberitahu Anya," Diana tahu bahwa Galih dan Indah tidak mau membuat Anya khawatir dan kondisinya drop.     

Indah mengangguk dengan senyum pucat di wajahnya. "Aku baik-baik saja. Aku hanya butuh istirahat sebentar."     

"Kamu sangat pemberani saat menangkap pisau itu dengan tanganmu. Anya beruntung memiliki ibu seperti kamu," Diana melangkah maju dan memegang lengan Indah dengan lembut.     

Awalnya, ia ingin memegang tangan Indah, tetapi takut akan membuat Indah terluka sehingga akhirnya tangannya mendarat di lengan Indah.     

"Aku tidak pernah melakukan apa pun untuk Anya. Selama ini, kamu lah yang membesarkan Anya dan mendidiknya menjadi anak yang baik. Aku telah gagal menjadi ibu. Keara yang aku besarkan malah menjadi wanita yang arogan dan jahat. Hatinya sudah tidak bersih lagi hingga berani melukai orang tua dan adiknya sendiri. Aku telah gagal mendidiknya. Tetapi aku benar-benar kagum padamu bisa membesarkan Anya dengan baik. Aku benar-benar bersyukur bahwa Anya memiliki kamu," kata Indah dengan penuh terima kasih.     

"Aku hanya bertanggung jawab untuk membesarkannya. Tetapi kamu, ibu kandungnya lah, yang melahirkan putri yang cantik dan baik hati. Sifat-sifat yang ia dapatkan berasal darimu," Diana tertawa.     

Galih berdiri di pinggir, melihat kedua wanita itu berbicara sambil tertawa, membuat hatinya dipenuhi dengan berbagai perasaan yang berkecamuk.     

Ada sedikit perasaan canggung saat melihat mereka berdua bersama. Diana adalah mantan kekasihnya, sementara Indah adalah istrinya. Tetapi saat ini, istri dan mantan kekasihnya telah berteman. Mereka berdua menjadi ibu bagi putrinya.     

Tetapi ada juga perasaan bahagia saat mengetahui bahwa ada begitu banyak orang yang mencintai Anya.     

"Aku akan minum obat dan kembali ke kamar Anya. Ia bisa tenang setelah melihat kondisiku baik-baik saja," kata Indah.     

Galih membantu Indah untuk mengambil obatnya. Sementara Diana dan asisten Indah membantu untuk membawakan barang-barang mereka. Mereka semua kembali ke kamar Anya bersama-sama.     

Saat kembali, Diana menemukan ada lebih banyak pengawal yang berjaga di sana.     

Tidak ada yang menyangka bahwa seorang petugas kebersihan area VVIP akan membawa pisau untuk menyakiti Anya. itu sebabnya, sekarang VVIP area dipenuhi dengan pengawal Aiden yang berjaga dengan sangat ketat.     

"Jangan sampai keceplosan," bisik Indah, meningkatkan Diana.     

Anya tidak bisa tidur, ia menunggu hingga Indah kembali ke kamarnya. Saat tahu bahwa tangan Indah perlu jahitan, Anya langsung menangis.     

"Kamu tidak boleh menangis. Kamu baru saja melahirkan," Diana mengusap air mata Anya.     

"Anya, ibu juga merasakan rasa sakit yang sama denganmu. Sepertinya obat biusnya sudah mulai hilang," Indah berusaha untuk bercanda dan mencairkan suasana.     

"Aku juga kesakitan. Apakah saat melahirkan aku, ibu juga kesakitan seperti ini?" kata Anya dengan air mata di wajahnya.     

"Ibumu sangat kesakitan saat melahirkanmu. Butuh waktu yang cukup lama agar kamu bisa lahir. Setelah itu, ia harus melarikan diri dan kehilanganmu karena kesalahanku. Pada akhirnya, selama bertahun-tahun, kesehatannya tidak cukup baik," Galih menghela napas panjang. "Aku yang sudah membuat kalian berdua menderita."     

"Ayah, kamu harus menjaga ibu baik-baik. Memiliki anak rasanya sangat sakit. Aiden, sepertinya aku tidak akan sanggup memiliki anak lagi," anestesi Anya sudah semakin menghilang sehingga ia bisa merasakan rasa sakit di sekujur tubuhnya.     

Saat operasi sebelumnya, ia terlalu mengkhawatirkan anak-anaknya sehingga ia tidak memedulikan rasa sakit yang ia alami.     

Tetapi setelahnya, rasa sakit itu sungguh luar biasa dan tidak tertahankan.     

Ia tidak mau melewati hal yang sama lagi.     

"Kita tidak akan punya anak lagi," kata Aiden sambil mengecup kening Anya. Melihat Anya keskitan, sebenarnya Aiden juga merasa tertekan. Ia tidak mau Anya melewati ini lagi.     

Aiden bisa melakukan apa pun untuk Anya, tetapi ia tidak bisa menggantikan posisi seorang ibu untuk melahirkan anak.     

"Aiden, kamu harus baik-baik padaku. Melahirkan anakmu benar-benar menyakitkan," Anya mengerang kesakitan.     

Aiden merasa panik dan memanggil dokter, tetapi dokter mengatakan bahwa rasa sakit ini wajar dialami setelah operasi. Saat ini, Anya hanya bisa bersabar dan menahan rasa sakit itu agar ia lekas pulih.     

Indah menemani Anya sebentar, tetapi ia juga menderita karena rasa sakit di tangannya. Ia takut kondisinya akan mempengaruhi istirahat Anya sehingga akhirnya ia memutuskan untuk beristirahat di kamar sebelah.     

Diana yang bangun pagi-pagi sekali hari ini akhirnya kelelahan dan tertidur di sofa.     

Maria datang bersama dengan Bima untuk mengunjungi Anya. Di belakang mereka, Tara dan Nadine juga ikut serta.     

"Anya, bagaimana kondisimu?" tanya Maria.     

"Anya, terima kasih sudah melahirkan dua pahlawan kecil untuk keluarga ini," Bima terlihat sangat bahagia. Wajah tuanya cerah dan berseri-seri.     

"Kakek, apakah kamu senang bisa mendapatkan dua cucu sekaligus?" goda Nadine.     

"Tentu saja aku senang! Apakah kalian sudah menemukan nama untuk keduanya?" tanya Bima.     

Aiden dan Anya saling bertatapan, kemudian mereka mengangguk.     

"Nama anak pertama kami adalah Arkana Bima Atmajaya, yang memiliki arti berhati terang. Kami ingin anak kami selalu memiliki hati yang mulia dan mencintai keluarganya. Nama anak yang kedua adalah Aksara Ardan Atmajaya, yang memiliki arti tidak dapat dihancurkan. Kami ingin anak kami tumbuh menjadi pria yang kuat yang bisa melindungi seluruh keluarganya," kata Anya.     

Aiden dan Anya sepakat untuk menggunakan nama Bima sebagai nama tengah putra pertamanya, sebagai bentuk ucapan syukur atas semua yang telah Bima berikan sebagai orang tua. Aiden adalah seorang pria yang canggung sehingga ia tidak tahu bagaimana cara menyamapaikan rasa cintanya pada ayahnya.     

Mungkin dengan cara ini, ia bisa sedikit menyampaikan pada Bima bahwa ia akan selalu mencintainya.     

Di dunia ini, memang tidak ada yang sempurna. Meski Bima bukan orang tua yang sempurna, ia selalu berusaha keras memikirkan kebaikan anak-anaknya.     

Mereka juga memutuskan untuk menggunakan nama kakak Aiden, Ardan, sebagai nama tengah putra kedua mereka. Mereka ingin mengenang sosok Ardan di dalam hidup mereka.     

Sosok kakak yang melindungi Aiden sejak kecil. Sosok yang membawa Maria, wanita yang berharga di dalam kehidupan mereka. Sosok yang berjuang untuk melawan kejahatan, tetapi harus gugur dan kalah terlebih dahulu ...     

Bima dan Maria meneteskan air matanya mendengar kedua nama yang sangat indah itu.     

Arkana Bima Atmajaya dan Aksara Ardan Atmajaya.     

Nama yang sangat indah …     

"Nama panggilannya adalah Arka dan Aksa," Anya tersenyum.     

Bisa dibilang, hari itu adalah hari yang paling membahagiakan untuk Keluarga Atmajaya, karena kehadiran dua pahlawan kecil yang sudah mereka nantikan sejak lama.     

Bima, Maria dan Nadine tidak mau berlama-lama di sana karena takut mengganggu istirahat Anya sehingga akhirnya mereka memutuskan untuk pulang.     

"Ibu, Aiden akan menemaniku. Ibu pulang dan beristirahatlah!" Anya bisa melihat ibunya kelelahan.     

"Aku akan kembali besok," Anya merasa tidak tenang kalau harus meninggalkan putrinya di rumah sakit. Rumahnya dan rumah Anya dekat sehingga ia bisa langsung datang kalau ada apa-apa. Tetapi jarak rumahnya dan rumah sakit cukup jauh.     

Bagaimana kalau ada sesuatu yang terjadi saat ia tidak di sana?     

"Kalau ibu khawatir padaku, pindahlah ke rumahku. Aku tidak mau ibu bolak-balik ke rumah, ke rumah sakit. Bagaimana kalau ibu kelelahan?" kata Anya.     

Diana tertawa mendengarnya. "Kamu tahu ibu lebih senang tinggal sendiri di taman. Ibu tidak mau mengganggu keluarga kecil kalian."     

Anya menghela napas panjang. Ia sudah berulang kali mengajak ibunya untuk tinggal bersama, tetapi Diana selalu menolak. "Kalau begitu, tidak usah datang tiap hari. Aku tidak mau ibu kelelahan. Datang sesekali saja."     

"Baiklah, baiklah. Ibu akan kembali besok lusa," Diana mengingat kembali bahwa besok ia harus mengurus tamannya. Ia harus memanen apel di kebunnya dan juga vanili.     

Melihat bahwa Aiden akan selalu menemani Anya, Diana merasa sedikit lebih tenang.     

"Ibu, aku sangat mencintaimu," bisik Anya.     

Ketika mendengar kata-kata itu, Diana meneteskan air matanya.     

Anya mengulurkan tangannya dan tersenyum. "Mengapa ibu menangis?"     

Diana melangkah maju dan menggenggam tangan putrinya. "Kita sudah berjuang keras untuk tiba sampai di sini. Ibu harap hidup kita akan terus menjadi lebih baik. Kalau Aiden jahat padamu, pulanglah pada ibu. Biar ibu yang mengurusmu!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.