Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Matilah Kau!



Matilah Kau!

0"Mengapa kamu ingin memberi mereka hadiah? Apakah mereka juga memberimu hadiah?" tanya Aiden.     

"Tidak. Aku ingin memberi mereka hadiah bukan karena mereka pernah memberiku hadiah," kata Anya dengan serius.     

"Agar kamu tidak rugi, nanti aku akan mengadakan pesta pernikahan besar-besaran untuk kita. Dengan begitu, kamu juga akan mendapatkan banyak uang dan hadiah. Semua hadiahnya akan menjadi milikmu," kata Aiden dengan sama seriusnya.     

Anya tertawa mendengarnya. "Aiden, kita akan segera punya anak. Aneh kalau kita mengadakan pesta pernikahan setelah memiliki anak."     

"Aku ingin memberimu pesta pernikahan yang sangat besar dan memberitahu semua orang di dunia ini bahwa kamu adalah istri Aiden Atmajaya. Satu-satunya Nyonya Atmajaya," Aiden meninggalkan sebuah kecupan lembut di kening Anya.     

"Aku bisa mendapatkan semua uangnya?" goda Anya sambil tersenyum.     

"Benar, semua hadiahnya adalah milikmu," Aiden mengangguk.     

"Bagaimana dengan anak kita? Saat anak kita ulang tahun nanti, apakah kita akan mengadakan pesta untuk mereka?"     

"Tentu saja," Aiden mengangguk, memahami niat istri kecilnya, si pecinta uang.     

"Lalu, apakah hadiah untuk mereka juga akan menjadi milikku?"     

"Kamu tidak perlu bertanya. Semua hadiahnya adalah milikmu. Semuanya," Aiden mengelus kepala Anya. "Mengapa kamu menginginkan banyak uang?"     

"Setelah menjadi ibu, aku harus menabung untuk uang susu dan popok anakku. Belum lagi kalau mereka menikah nanti," wajah mungil Anya terlihat sangat serius.     

Tawa Aiden yang jarang muncul kali ini terdengar dengan jelas. "Rencanamu sangat jauh ke depan. Baiklah, mulai sekarang kamu bisa menabung untuk kedua anak kita"     

"Jangan tertawakan aku. Aku membencimu!" Anya memukul Aiden beberapa kali, tetapi kemudian ia ikut tertawa bersamanya.     

…     

Anya sudah menghabiskan setengah masa kehamilannya di rumah sakit. Kali ini, ia harus kembali dirawat di rumah sakit karena tekanan darahnya yang tiba-tiba naik drastis.     

Aiden segera membuat keputusan cepat agar Anya dioperasi lebih awal dibandingkan jadwal yang ditentukan.     

Walaupun ia tahu anak mereka akan lahir prematur dan sangat kecil, Aiden tidak berani mengambil resiko terhadap kondisi Anya.     

Sebelum masuk ke ruang operasi, Anya sempat menangis. "Semua ini salahku. Aku tidak bisa menjaga kesehatanku dan membuat tekanan darahku naik seperti ini."     

"Ini bukan salahmu. Jangan menyalahkan dirimu sendiri. Anak kita akan baik-baik saja," Aiden menghiburnya dan terus menemaninya hingga ke dalam ruang operasi.     

"Apakah tidak berbahaya bagi anak kita? Aiden, maafkan aku. Aku tidak tahu mengapa tekanan darahku terus naik. Aku …" suasana hati Anya semakin tidak stabil setelah tahu bahwa ia harus menjalani operasi lebih awal.     

"Nyonya, jangan khawatir. Anak-anak Anda akan baik-baik saja. Kami khawatir kesehatan Anda yang akan semakin memburuk sehingga kita tidak bisa menunggu lebih lama. Kalau Anda terus menunda, malah akan lebih berbahaya untuk Anda dan anak-anak Anda," kata dokter.     

"Anya, aku tidak mau mengambil resiko. Aku sudah mendiskusikannya dengan dokter dan operasinya tidak akan membahayakan. Kamu akan baik-baik saja, sama halnya dengan anak-anak kita. jangan menangis. Kita akan segera bertemu dengan anak-anak kita. Jadi kamu harus tersenyum, ya?" Aiden berusaha untuk menenangkan Anya.     

"Berjanjilah padaku, aku ingin kedua anakku baik-baik saja," kata Anya.     

"Aku berjanji padamu. Kedua anak kita dan juga kamu akan baik-baik saja. Kita berempat tidak akan pernah berpisah," Aiden menghapus air mata di wajah Anya.     

Akhirnya Anya berhenti menangis. Kalau Aiden sudah berjanji padanya, ia tidak akan pernah mengingkari janjinya. Kalau Aiden bilang semuanya akan baik-baik saja, maka mereka akan baik-baik saja.     

Anya yakin ia dan anak mereka akan baik-baik saja.     

Setelah memasuki ruang operasi, dokter memberikan suntikan anestesi untuk Anya. Aiden berdiri di tempat yang terdekat dari Anya, agar Anya bisa melihatnya, tetapi tidak mengganggu dokter.     

Anya bisa merasakan bagian bawah tubuhnya mati rasa, tetapi pikirannya masih tetap jernih. Dokter menarik sebuah kain yang membuat Anya tidak bisa melihat operasinya berlangsung.     

Aiden juga tidak bisa melihat operasi itu dilangsungkan. Ia hanya berjanji berulang kali, bahwa apa pun yang terjadi saat operasi itu, ia tidak akan mempengaruhi kerja para dokter.     

Operasinya berjalan dengan sangat lancar. Dokter terbaik yang Aiden pilih memang memiliki kemampuan yang luar biasa.     

Seorang perawat menunjukkan anak pertama kepadanya dan kemudian mengirimkan anak itu ke inkubator.     

Tetapi, anak yang kedua mengalami sedikit permasalahan dalam pernapasan. Anya belum sempat melihat putra keduanya, tetapi anak itu langsung dibawa pergi untuk diselamatkan.     

Setelah operasi itu berakhir, Anya kembali ke kamarnya dengan perasaan yang cemas. Aiden juga tidak sempat melihat putranya. Ia lebih mementingkan Anya dan terus berada di samping Anya.     

"Aiden, lihatlah apa yang terjadi pada anak kita," kata Anya dengan cemas.     

"Pergilah Aiden. Biar kami yang menjaga Anya," kata Indah.     

Diana juga menyetujuinya. "Anya tidak bisa tenang kalau tidak mendengar kabar anaknya. Cepat cari tahu kondisinya untuk Anya."     

Aiden menundukkan kepalanya untuk mengecup pipi Anya. "Kamu sudah bekerja keras. Tidurlah dan beristirahatlah sebentar. Aku akan segera kembali."     

"Baiklah," Anya memejamkan matanya perlahan.     

Indah Diana yang melihat itu merasa sangat gembira. Ia bahagia karena memiliki anak yang baik dan juga menantu yang sangat mencintainya.     

Galih mengikuti Aiden untuk melihat cucu keduanya. Ia memikirkan mengenai Anya. Anya belum sempat melihat anak keduanya sehingga ia meminta tolong pada suster untuk mengambilkan foto.     

Indah mengelus kepala Anya dengan lembut, "Anya, anakmu baik-baik saja. Ia sudah keluar dari bahaya dan dikirimkan ke inkubator. Ayah meminta bantuan suster untuk mengambil fotonya." Indah menunjukkan foto yang dikirimkan oleh suaminya.     

Anya perlahan membuka matanya. Air mata bahagia mengalir dari sudut matanya, merasa sangat senang karena anaknya baik-baik saja.     

"Jangan khawatir. Kalian semua baik-baik saja. Sekarang kamu harus fokus untuk memulihkan diri agar bisa pulang dari rumah sakit," kata Indah.     

Anya mengangguk dengan senang. Setelah mengetahui bahwa anaknya baik-baik saja, ia kembali tertidur dengan lelap.     

Suara ketukan pintu terdengar dari pintu. "Permisi. Saya ingin membersihkan kamar. Apa ada sampah yang ingin dibuang?" seorang wanita paruh baya dengan pakaian petugas kebersihan, topi dan masker meletakkan gerobak sampahnya di depan pintu kamar.     

Ia masuk sambil membawa alat pel. "Ada tong sampah di dalam kamar mandi. Bisakah saya mengambilnya?" lanjut wanita paruh baya itu.     

Diana menatap ke arah wanita itu. Tidak tahu apakah itu ilusi atau tidak, ia merasa familier dengan sosok wanita itu, tetapi tidak bisa mengingat di mana ia pernah bertemu dengannya.     

Wanita itu mengosongkan tong sampah di dalam kamar mandi dan juga membersihkan klosetnya. Setelah menyemprotkan disinfektan, ia menutup pintu toilet.     

Tetapi setelah itu, ia tidak langsung keluar dari ruangan tersebut. Ia memandang ke arah Anya dan kemudian ke arah lantai di samping tempat tidur tersebut.     

"Di sana kotor, saya akan mengepelnya," wanita itu menunjuk arah di samping tempat tidur Anya sambil membawa alat pel di tangannya.     

Tetapi Diana langsung bangkit berdiri dan menghampirinya. "Tidak usah. Biar kami yang membersihkannya sendiri."     

Indah merasa ada yang aneh dengan sikap Diana. Walaupun ia tidak tahu mengapa, ia tetap mendukung Diana karena tahu Diana tidak akan melakukannya tanpa alasan. "Maaf, anak saya baru saja melahirkan dan butuh istirahat. Tidak usah dibersihkan. Nanti kami akan membersihkannya sendiri."     

Pada saat itu juga, wanita paruh baya itu tiba-tiba mengeluarkan sebuah pisau besar dari balik bajunya.     

"Anya, matilah kau!" teriaknya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.