Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Kembali ke Rumah Sakit



Kembali ke Rumah Sakit

0"Keara, dulu memang benar aku mengagumimu. Tetapi sekarang, aku jijik padamu. Apakah kamu berniat untuk bunuh diri setelah melakukan banyak kejahatan? Bagaimana mungkin aku membiarkanmu membayar semua kesalahanmu dengan harga yang murah?" Aiden memegang tangan Keara erat-erat, tidak membiarkannya untuk lepas dan menuju ke kebebasan.     

Ia mengabaikan tangannya yang terluka dan berusaha sekuat tenaga untuk menarik Keara ke atas.     

Para dokter dan perawat langsung membantu Aiden untuk menahan Keara dan memberikan suntikan penenang. Ia terus meronta, menendang, mencakar, menggigit siapa pun yang mendekat ke arahnya.     

Keara akhirnya tenang setelah suntikan itu bekerja. Untuk mencegah Keara tidak melakukan hal-hal ekstrem, polisi langsung memborgol tangan Keara ke tiang di kepala ranjang rumah sakit.     

Ketika Aiden keluar dari kamar Keara, Galih melihat darah di punggung tangannya. Ia langsung meminta seseorang untuk mengobatinya.     

"Masuklah. Aku baik-baik saja," kata Aiden dengan tenang.     

Galih menepuk pundak Aiden, "Setelah mengobati lukanya, pulanglah. Jangan biarkan Anya khawatir."     

Aiden mengangguk dan pergi.     

"Aiden, terima kasih …" kata Galih saat punggung Aiden mulai menjauh.     

Aiden berhenti melangkah dan memandang ke arah ayah mertuanya. "Anya yang memintaku untuk menyelamatkan Keara. Anya tidak mau kamu melihat Keara mati di depanmu."     

Mata Galih terasa panas saat mendengar kata-kata Aiden. Setelah apa yang Keara lakukan pada Anya, Anya masih berbelas hati dan menyelamatkan Keara.     

Aiden pun tidak ragu untuk langsung mengabulkan permintaan Anya, apa pun itu.     

"Kalian berdua adalah orang baik. Ayah tahu."     

Aiden tidak mengatakan apa pun lagi. Ia mengikuti seorang perawat untuk mengurus luka di punggung tangannya.     

…     

Ketika kembali ke rumah, hari sudah siang. Anya masih belum makan karena menanti kepulangan Aiden.     

Begitu mobil Aiden berhenti di depan rumah, Hana langsung bergegas menyambutnya. "Tuan, istri Anda sudah menunggu untuk makan bersama."     

Aiden langsung berjalan menuju ke arah sofa, menghampiri Anya yang sedang duduk sambil menonton TV. Anya melihat tangan Aiden yang diperban. "Kamu terluka? Apa yang terjadi? Apakah kamu baik-baik saja?"     

Anya langsung menegakkan tubuhnya dan memegang tangan Aiden dengan lembut, takut akan melukainya kalau memegangnya terlalu erat.     

Aiden mendorong pundak Anya, menyuruhnya untuk kembali bersandar di sofa. "Hanya luka kecil. Anak Keara sudah dibawa oleh ayahnya. Keara juga sudah diselamatkan. Setelah ini, ia akan dipindahkan ke penjara lagi," Aiden membelai rambut Anya dengan lembut.     

"Apakah ayah baik-baik saja?" tanya Anya dengan cemas.     

"Ayah baik-baik saja. Tidak peduli apa pun yang terjadi, Keara tetaplah anaknya. Ayahmu memanjakannya sejak kecil. Sekarang, pasti ia juga merasa sedih terhadap apa yang terjadi pada putrinya. Kita hanya melakukan apa yang seharusnya kita lakukan, menghukumnya sesuai dengan hukum negara. Bukan salah kita kalau Keara menjadi seperti ini," kata Aiden dengan tenang.     

Anya mengangguk. "Hari ini, Ayah Deny menelponku dan mengatakan bahwa Bu Mona mengancamnya dan mengambil uangnya sebesar 1.2 milyar. Ia khawatir Bu Mona akan melakukan sesuatu yang buruk padaku sehingga ia memintaku untuk berhati-hati."     

"Kalau ia khawatir, mengapa ia memberikan uang sebesar itu pada Mona," suara Aiden terdengar menyeramkan karena marah. "Ia sama sekali tidak peduli padamu karena kamu bukan anaknya. Ia hanya ingin segera menyingkirkan Mona dari kehidupannya. Uang sebesar itu bisa ia gunakan untuk melakukan apa pun."     

"Ayah sudah tua. Setelah operasinya dua tahun lalu, ia harus minum obat seumur hidupnya dan juga menjaga kesehatannya. Bu Mona terus mengganggunya, membuat ia tidak bisa hidup dengan tenang. Akhirnya, ia tidak punya pilihan lain selain memberikan uang agar Bu Mona tidak mengganggunya lagi. Kalau Bu Mona ingin membalas dendam padaku karena kematian Natali, aku tidak bisa melakukan apa pun. Bagaimana pun juga, selama aku tinggal bersama mereka, hubungan kami memang buruk," Anya memandang ke arah suaminya, "Tetapi bukankah aku masih punya kamu?"     

Aiden tertawa melihat istri kecilnya yang memandangnya dengan penuh percaya. "Kamu sepercaya itu padaku?"     

"Kamu tidak akan membiarkan apa pun terjadi padaku dan anak kita," kata Anya sambil tersenyum.     

Aiden mengecup puncak kepala Anya. Benar apa kata istrinya itu. Ia tidak akan membiarkan sesuatu terjadi pada Anya dan juga anak-anak mereka.     

"Ayo kita makan. Aku akan menyuruh orang-orangku mengawasi Mona. Tidak usah khawatir," kata Anya.     

Setelah makan siang, Anya kembali ke kamarnya untuk tidur siang.     

Beberapa jam kemudian, perawat yang Aiden sewa dari rumah sakit datang untuk memeriksa tekanan darah, detak jantung dan oksigen Anya. Dan kemudian, ia menyarankan agar Anya dirawat di rumah sakit untuk segera melahirkan.     

Hana sudah menyiapkan segala keperluan Anya. Ia khawatir Anya harus pergi ke rumah sakit secara mendadak, sehingga ia sudah menyiapkan semuanya agar tidak terburu-buru saat waktunya tiba.     

Anya pergi ke rumah sakit, ditemani oleh ibunya, Diana.     

Di perjalanan, Diana juga ikut merasa gugup dan terus menggenggam tangan Anya. "Jangan khawatir. sekarang pengobatan sudah sangat maju. Kamu dan anak-anak akan baik-baik saja. Kita ikuti saja saran dokter. Ibu akan membuatkan makanan yang kamu inginkan."     

"Aku ingin ubi," kata Anya.     

"Tahun ini ibu menanam banyak ubi dan labu untukmu. Karena ibu tahu itu adalah kesukaanmu," kata Diana.     

"Ibu tidak usah khawatir. Tidak usah datang mengunjungiku setiap hari, rumah sakitnya terlalu jauh. Kalau ibu merindukan aku, ibu bisa selalu meneleponku."     

"Aku harus mengurus kebun dan tamanku. Ada kebun apel dan juga bunga-bunga yang harus aku sirami setiap hari. Ibu tidak khawatir padamu karena ibu tahu kamu masih muda dan sehat. Kamu pasti baik-baik saja," Diana berpura-pura terlihat tenang agar tidak membuat putrinya ikut cemas.     

"Benar. Aku masih muda, jadi aku akan baik-baik saja. Ibu juga harus jaga kesehatan, jangan terlalu lelah bekerja. Nanti saat apelnya panen, aku akan membantu ibu untuk menjualnya. Kalau tidak bisa terjual, biar aku yang makan semuanya," kata Anya sambil tertawa dengan senang.     

"Aku tidak berniat menjualnya tahun ini. Kita simpan saja apelnya," setiap tahun Diana selalu menjual apelnya karena ia tidak punya keluarga untuk menghabiskan semua apel itu sendiri. Tetapi sekarang, Anya dan Aiden sudah kembali bersama.     

Diana berencana untuk memberikan sebagian buah apel itu kepada Keluarga Atmajaya dan juga Keluarga Pratama.     

Diana juga ingin mengirimkan apel pada Jonathan dan putrinya. Setelah mengetahui bahwa Anya adalah anak Galih dan Indah, itu artinya Anya adalah sepupu Jonathan.     

Setiap tahun, Esther juga akan mengirimkan apel pada staf Iris.     

Sekarang, Diana memiliki keluarga yang besar untuk memberikan semua apel itu. Ia tidak keberatan tidak menjual apel itu.     

Baginya, keluarga yang ia miliki saat ini jauh lebih berharga.     

"Ibu, aku sangat mencintaimu. Terima kasih sudah membesarkan aku. Anak-anakku juga akan mencintaimu, sama seperti aku mencintaimu," kata Anya dengan penuh rasa syukur pada ibunya.     

Seumur hidupnya sekali pun, ia tidak akan pernah bisa membalas semua yang ibunya berikan untuknya.     

"Aku sangat senang mendengar bahwa aku begitu penting di hidupmu," Diana tertawa.     

…     

Malam itu, kamar rumah sakit Anya sangat ramai.     

Pertama-tama, Bima dan Maria datang untuk mengunjunginya.     

Setelah mereka pulang, Nadine dan Harris datang mengunjunginya.     

Setelah Nadine dan Harris pulang, giliran Nico dan Raka yang berkunjung.     

"Di mana Tara?" Anya merasa kecewa saat tidak melihat kedatangan sahabatnya.     

"Bibi, apakah kamu ingat Lisa?" tanya Nico.     

"Lisa? Adik Jonathan? Lisa yang meninggalkanmu di hari pertunanganmu? Sepertinya bukan hanya aku saja yang mengingatnya. Semua orang di kota ini pun mengingatnya," kata Anya, sengaja menggoda Nico.     

"Itu sudah dua tahun lalu. Aku hanya tanya apakah bibi ingat, mengapa bibi harus mengejekku seperti itu?" Nico merasa malu saat Anya mengungkit kembali masa lalunya.     

Anya tertawa melihatnya. "Tentu aku ingat. Hari itu, Tara yang menyelamatkan harga dirimu. Kamu harus menjaga Tara baik-baik dan menjadikannya wanita paling bahagia di dunia." Anya dan Tara sangat dekat. Di saat seperti ini pun, Anya masih memikirkan mengenai kebahagiaan sahabatnya.     

"Tentu saja, Bibi. Aku tidak akan mengecewakan Tara. Hari ini, Tara pergi menemui Lisa. Suami Lisa yang membawanya pergi saat itu ternyata adalah teman sekelas Tara," kata Nico dengan serius.     

"Mengapa mereka bertemu? Ada masalah apa?" tanya Anya.     

"Toni Srijaya memiliki dua anak, Jonathan dan Lisa. Fany khawatir semua harta keluarga mereka akan jatuh ke tangan Jonathan sehingga ia memanggil Lisa kembali agar Lisa mau bersaing dengan Jonathan," kata Raka.     

"Kita tidak bisa membiarkannya. Kalau Fany bisa mendapatkan kendali atas Keluarga Srijaya, ia bisa membantu Toni untuk keluar dari penjara. Ia pasti akan membalas dendam pada paman dan bibi setelah keluar dari penjara," kata Nico.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.