Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Berkulit Putih dan Menggemaskan



Berkulit Putih dan Menggemaskan

0Apakah kamu mau melihatnya? Apakah Anya mau melihat anak itu?     

Anya tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan itu.     

Anak yang ia kandung keduanya adalah laki-laki. Bagaimana kalau Aiden lebih menginginkan anak perempuan? Bagaimana kalau Aiden lebih memilih anak Keara dibandingkan dengan kedua anaknya?     

Sebenarnya, keluarga kecil mereka akan lengkap kalau ia bisa mendapatkan anak perempuan. Tetapi sayangnya anak itu bukan anak yang dilahirkannya.     

Anak itu adalah anak Keara     

"Aku tidak mau melihatnya," bisik Anya.     

Aiden memiliki anak perempuan. Dan itu bukan anak Anya.     

Kalau Aiden ingin anak perempuan, Anya tidak keberatan harus mengandung anak lagi beberapa tahun setelah ini. Tetapi Anya tidak mau kalau Aiden menerima anak dari wanita lain.     

Saat mengetahui bahwa ia memiliki anak kembar, Anya merasa sangat bahagia. Ia berharap bisa memberikan anak perempuan dan laki-laki untuk Aiden. Tetapi sayangnya, anak perempuan Aiden lahir dari rahim wanita lain.     

"Bibi, kamu harus melihatnya. Ini lucu sekali," Nico mendekat ke arah kamera sambil tertawa.     

"Kalian saja yang lihat. Aku lelah, aku mau istirahat," Anya mengakhiri panggilan itu dan melemparkan ponselnya ke sofa.     

Ponsel Anya terus menerus berbunyi, tetapi Anya tidak ingin mengangkatnya.     

Dari layar depan, Anya melihat bahwa mereka semua mengirimkan foto dan video. Tanpa perlu dilihat, ia sudah tahu bahwa itu adalah foto dan video dari anak Aiden.     

Saat mereka berada di meja makan tadi, mereka semua membela dan membantunya. Tetapi setelah tiba di rumah sakit, mereka juga bersemangat saat melihat anak Aiden yang baru saja lahir.     

Anya merasa sangat tidak nyaman dengan semua ini.     

Anya tidak tahu harus berbicara dengan siapa untuk mengungkapkan semua ini.     

…     

Malam ini, Indah merasa sangat senang. Hari ini adalah pertama kalinya ia mendengar Anya memanggilnya ibu. Galih juga meneteskan air matanya saat mendengar Anya memanggil mereka sebagai ayah dan ibu.     

Galih baru saja selesai menyuapi Indah makan ketika mendengar ponselnya berbunyi. Ia mengambil ponsel itu dari meja dan melihat bahwa Anya yang meneleponnya.     

"Indah, Anya menelepon!" kata Galih dengan senang.     

"Cepat berikan ponselnya padaku!"     

Galih mengangkat panggilan tersebut. "Anya, ibumu ingin berbicara." Setelah itu, ia memberikan ponsel itu pada Indah. Indah tersenyum dengan lebar saat menerimanya. "Anya ini ibu, apakah kamu sudah makan malam?"     

Ketika mendengar suara Galih dan Indah, Anya merasa sedikit lega. Mereka sedang berdua, tidak mengunjungi Keara.     

"Aku sudah makan. Bagaimana keadaanmu? Apakah bekas operasinya masih sakit?" tanya Anya.     

"Sakit, tetapi masih bisa ditahan," kata Indah.     

"Aku dengar Keara baru saja melahirkan. Anaknya perempuan," kata Anya dari telepon.     

Indah bisa mendengar suara putrinya yang sedih. Ia langsung berkata dengan lembut, "Aku tidak peduli dengan urusan orang lain. aku hanya peduli pada putriku sendiri. Kamu harus menjaga kesehatanmu dan aku akan menjaga kesehatanku. Kita berdua harus kembali sehat."     

Anya mengangguk. "Baiklah."     

"Anya, aku hanya punya satu putri, yaitu kamu. Ingatlah bahwa aku selalu mencintaimu," hibur Indah.     

"Ibu, apa yang harus aku lakukan kalau Aiden membawa anak itu pulang dan ingin membesarkannya? Meskipun Keara adalah saudaraku, aku tidak ingin melihat anaknya di rumah ini. Aku … Aku …" Anya tiba-tiba saja menangis dan tidak bisa melanjutkan apa yang ingin ia katakan.     

"Anya jangan menangis. Kamu harus percaya pada Aiden. Aiden sangat mencintaimu dan ia tidak akan pernah melakukan hal itu. Anak Keara tidak akan tinggal di rumah Keluarga Atmajaya. Ayahmu sudah mengurus agar anak itu dibesarkan oleh orang lain."     

"Benarkah?" air mata Anya langsung berhenti mengalir.     

"Benar. Mana mungkin kami menyakiti putri kami sendiri. Jangan khawatir. Kami sudah mengatur semuanya," Indah menatap ke arah suaminya, meminta Galih untuk menjelaskan pada Anya. "Anya, maafkan ayah. Ini salah ayah karena tidak bisa mendidik kakakmu dengan benar dan membuatmu terluka."     

"Ini bukan salah ayah. Aku baik-baik saja," Anya tahu kalau ia terus mengeluh, ia hanya akan membuat Galih dan Indah menyalahkan diri mereka sendiri.     

"Kamu beristirahatlah. Tidak usah memikirkan anak itu. Ayah sudah mengurus semuanya," janji Galih.     

"Baiklah. Ayah dan ibu juga beristirahatlah," Anya menutup teleponnya.     

Setelah telepon itu, ia merasa hatinya sedikit lebih tenang.     

Ia merasa sedikit lebih lega karena Aiden tidak akan membawa anak itu kembali ke rumah ini.     

Di group chat-nya, ada banyak chat yang datang tetapi Anya sama sekali tidak tertarik untuk melihat apa yang sedang mereka bicarakan.     

Ia juga tidak mau melihat seperti apa rupa anak Keara.     

"Bu Hana, aku ingin kembali ke kamar dan beristirahat," kata Anya, meminta bantuan dari Hana untuk mengantarnya kembali ke lantai atas.     

Sebelumnya, ia berniat untuk menunggu Aiden. Tetapi melihat wajah Aiden hanya akan membuat ia merasa sedih. Pada akhirnya, Anya memutuskan untuk tidur terlebih dahulu.     

Saat pulang, Aiden melihat istri kecilnya sudah tertidur dengan lelap.     

Awalnya Aiden ingin memberitahu Anya mengenai anak Keara. Tetapi melihat Anya sedang tidur, Aiden tidak mau mengganggu istirahatnya.     

Saat ini, hal yang terpenting baginya adalah Anya dan anak-anak di dalam kandungan Anya.     

…     

Keesokan paginya, Anya baru saja membuka matanya ketika melihat Aiden sedang memandang wajahnya.     

"Sudah berapa lama kamu menatapku seperti itu?" Anya mengusap matanya, berusaha untuk menghilangkan kantuknya.     

"Kamu marah," itu bukan sebuah pertanyaan, tetapi sebuah pernyataan.     

"Aku tidak marah. Aku sudah bilang anak itu tidak bersalah," kata Anya.     

"Apakah kamu sudah melihat foto anaknya?"     

Anya menggelengkan kepalanya. "Aku tidur cepat kemarin malam. Aku tidak memperhatikan chat di group."     

"Benarkah?" Aiden merasa istri kecilnya sangat menggemaskan. Ia tahu betul bahwa Anya sedang marah, tetapi ia masih berpura-pura untuk bermurah hati.     

Setelah gosok gigi dan cuci muka, Aiden mengajak Anya turun ke lantai bawah untuk sarapan.     

Nico, Tara, Nadine dan Harris sudah berada di meja makan, bersiap untuk sarapan.     

"Bibi, apakah kamu sudah melihat video yang aku kirim kemarin? Bukankah itu lucu?" kata Nico dengan semangat.     

Anya benar-benar ingin mengusir Nico dari rumahnya. Anak itu masih berani-berani membahas mengenai anak haram suaminya di hadapannya.     

"Aku tidak melihat ponselku kemarin," kata Anya.     

"Kamu tidak melihat anak itu?" teriak Tara.     

Anya merasa kesal. Mengapa semua orang ingin ia melihat anak Keara? Apakah semua orang di ruangan ini tidak bisa memahami perasaannya?     

"Kamu seharusnya melihatnya. Kamu tidak tahu bagaimana reaksi Keara saat melihat wajah anak itu. Ia hampir mencekik anak itu!" kata Tara. "Bahkan binatang saja tidak mau melukai anaknya sendiri. Keara benar-benar lebih parah dibandingkan binatang."     

Anya menatap ke arah Aiden dengan bingung. Mengapa Keara ingin mencekik anaknya dan anak Aiden. Apakah karena anaknya tidak secantik wajah Keara atau pun Aiden sehingga Keara merasa tidak puas?     

"Bayi baru lahir memang terlihat berkerut seperti orang tua. Tetapi dalam beberapa bulan saja, ia akan menjadi putih dan menggemaskan," Anya sudah sering melihat-lihat informasi itu sejak kehamilannya.     

Beberapa anak yang baru lahir memang terlihat aneh, tetapi tidak butuh waktu lama, mereka akan jadi menggemaskan.     

Ditambah lagi, kalau memiliki ayah seperti Aiden dan ibu seperti Keara, anak itu pasti sangat cantik dengan kulitnya yang sangat putih.     

"Putih? Menggemaskan?" Nico memikirkan kata-kata Anya dan berkata, "Mungkin saja anaknya nanti akan menggemaskan, tetapi kulitnya tidak akan pernah menjadi putih."     

"Memangnya kenapa?" tanya Anya dengan bingung.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.