Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Menggoda



Menggoda

0"Aku menghindarinya tetapi ia masih mencariku. Apakah ia tidak mengerti? Aku tidak menyukainya dan berusaha untuk melarikan diri darinya. Aku tidak pernah melihat orang yang tidak tahu malu sepertinya!" Jenny benar-benar marah.     

Bibirnya cemberut. Rasanya nafsu makannya sudah menghilang karena kedatangan Rudi.     

"Jenny, jangan bicara seperti itu. Biar aku yang menemui Rudi," Diana menepuk pundak Jenny dan kemudian keluar untuk membuka pintu.     

Jenny terdiam sejenak dan kemudian ia mendapatkan ide. Ia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Jonathan.     

Pada nada dering ketiga, Jonathan mengangkat panggilan tersebut. Tanpa mengucapkan salam dan tanpa basa basi, Jenny langsung mengeluh, "Paman, Rudi terus menggangguku. Tolong bantu aku. Aku di rumah Nenek Diana sekarang."     

Jonathan baru saja menjemput Alisa dari sekolah dan mengajaknya untuk pergi makan malam. Makanan mereka masih belum habis saat tiba-tiba saja Jonathan mendapatkan panggilan dari Jenny.     

Jonathan mengerutkan keningnya. Ia menjauhkan ponselnya dari telinganya dan menutupi mikrofonnya. "Alisa, Jenny meminta tolong pada papa. Apakah kamu bisa makan di mobil?" tanya Jonathan.     

"Kak Jenny sedang berada dalam masalah. Kita harus pergi sekarang! Ini adalah waktu yang tepat bagi pangeran untuk menyelamatkan putrinya!" kata Alisa dengan semangat.     

"Bicara apa kamu ini," Jonathan mencubit hidung putrinya dengan gemas. Ia langsung memanggil pelayan dan meminta tolong untuk membungkus makan malam mereka. Kemudian mereka bergegas menuju ke rumah Diana.     

…     

Di depan gerbang rumah, Diana sedang menyapa Rudi sambil tersenyum. "Siapa yang kamu cari?"     

"Selamat malam, Bu! Namaku Rudi. Aku sedang mencari Jenny dan ingin berbicara dengannya. Ada masalah yang penting," Rudi terlihat sopan. Ia bahkan membawa keranjang buah di tangannya dan kotak lain di tangan satunya.     

Diana menyambutnya, "Silahkan masuk, Rudi."     

"Aku tidak tahu harus membawakan apa, jadi aku membeli buah dan vitamin-vitamin yang biasa diminum oleh orang tuaku," kata Rudi dengan rendah hati.     

Diana berhenti dan berkata dengan sopan. "Kamu terlalu sopan, tetapi aku tidak bisa menerima hadiahnya. Silahkan masuk."     

Melihat penolakan Diana, Rudi tidak memaksanya dan langsung memberikan barang bawaannya pada supirnya. Setelah itu ia mengikuti Diana menuju ke arah taman.     

Pengawal Aiden terus membayang-bayanginya dari kejauhan, menyembunyikan keberadaannya. Ia melindungi Diana dan Jenny dari kegelapan.     

Jenny masih duduk di meja makan sambil memegang sendoknya. Ia mengaduk-ngaduk sup buntut yang masih tersisa setengah di mangkuknya.     

Saat Rudi masuk, Jenny bahkan tidak mengangkat kepalanya. Ia berkata dengan sembarangan. "Sepertinya ada tamu yang tidak diundang, tiba-tiba datang."     

"Jangan bercanda seperti itu," Rudi menghampirinya dan mengelus kepala Jenny sambil tersenyum. "Aku datang untukmu."     

Jenny menghindar dengan wajah yang terlihat jijik. "Mengapa kamu memegang kepalaku? Apakah kamu pikir aku anak kecil?" katanya dengan kesal.     

"Kamu berbicara seperti anak kecil," Rudi tidak menganggap dirinya sebagai orang luar. Melihat makanan di meja, ia langsung tersenyum. "Kamu sedang makan."     

"Jangan bilang kamu belum makan dan sekarang kamu ingin menumpang makan?" keluh Jenny.     

"Apakah boleh?" tanya Rudi sambil tersenyum.     

Diana sudah terbiasa melihat sikap Nico yang cukup mirip dengan Rudi yang tidak menganggap dirinya sebagai orang luar dan sedikit tidak tahu malu.     

"Kita sudah hampir selesai makan. Kalau kamu mau, aku bisa memasakkan mi untukmu," kata Diana.     

"Tidak usah! Untuk apa?" kata Jenny dengan dingin.     

Tetapi Rudi tidak menolak. "Terima kasih banyak!"     

"Kalian bicaralah. Biar aku memasakkan mi," Diana tidak banyak bicara. Ia mengambil piring dan sendok garpunya, kemudian pergi ke arah dapur.     

Karena pengawal Aiden terus melindungi mereka dari kejauhan, Jenny sama sekali tidak takut pada Rudi dan terus memakan makanannya.     

"Apa yang kamu makan?" tanya Rudi.     

"Burung dara," jawab Jenny singkat.     

Rudi tertawa dan berpura-pura bertanya dengan penasaran, "Kalau kamu memelihara burung dara di rumah, bukankah mereka akan buang air sembarangan?"     

"Aku pernah dengar cerita pamanku, katanya ia pernah memelihara burung dara. Tetapi karena jumlahnya terlalu banyak, mereka harus memindahkannya ke taman. Berkat burung-burung itu, kita tidak membutuhkan pupuk untuk taman. Kotoran burung itu bisa menjadi pupuk," setelah mengatakannya, Jenny sudah tidak nafsu makan lagi.     

Ia melotot ke arah Rudi dengan marah," Kamu sengaja ya?"     

"Apa yang aku katakan?" kata Rudi dengan polos.     

"Aku sedang makan burung dara, tetapi kamu membahas mengenai kotoran," kata Jenny dengan kesal.     

Rudi tertawa melihatnya. "Jenny, kamu sangat manis."     

"Ya aku memang manis. Tetapi sayang sekali gadis manis ini tidak menyukaimu. Jangan menyukaiku karena aku tidak tertarik padamu," dengus Jenny.     

Rudi tidak peduli. Ia memandang ke arah Jenny dan berkata, "Kamu tidak mau makan lagi?"     

"Memangnya mengapa? Aku sudah menghabiskan semuanya dan tidak akan menyisakannya untukmu, bahkan tulangnya sekali pun," kata Jenny.     

Rudi tertawa terbahak-bahak sekali lagi. "Aku semakin tertarik padamu."     

"Kamu …" Jenny merasa marah dan berpikir apakah ada yang salah dengan otak orang ini. Ia sudah bersikap sangat pedas padanya, tetapi pria ini masih tertarik padanya.     

Setelah beberapa saat, Diana keluar dari dapur sambil membawa semangkuk mie dengan sayuran dan daging. Meski hanya mi biasa, tampilannya sangat menakjubkan, membuat Rudi merasa lapar.     

"Terima kasih, Bibi," Rudi menerimanya sambil tersenyum. Ia duduk di depan Jenny dan memakannya.     

Jenny mencibir, "Cepat sekali kamu berubah. Tadi kamu memanggilnya dengan sebutan 'Bu' dan sekarang sebutannya sudah berubah menjadi 'Bibi'. Apakah setelah ini kamu mau memanggilnya 'Ibu'?"     

"Itu ide yang bagus. Tetapi aku tidak tahu apakah Bibi Diana setuju," Rudi tertawa.     

Semakin Jenny marah, ia semakin ingin menggodanya.     

"Selain mendapatkan pengakuan dari Nenek Diana, apa lagi yang kamu inginkan? Mengapa kamu tidak pergi ke neraka saja?" keluh Jenny.     

"Aku ingin berkarir di Indonesia dan mencari istri. Setelah aku mendapatkan pengakuan dari Bibi Diana, aku akan membawa istri dan anak-anakku ke rumah Bibi Diana dan menemaninya di akhir pekan," saat Rudi mengatakannya, Jenny terlihat jijik.     

"Walaupun keluargaku sering mengadakan pesta di sini, kamu butuh ijin dari aku untuk datang. Dan aku tidak akan mengijinkan kamu datang!" dengus Jenny.     

"Kakekmu menjodohkanmu denganku dan kita akan segera menikah. Setelah itu, aku bisa datang dan ikut berpesta di sini," saat ia makan, Rudi bertanya. "Ibu, apakah ini lobak? Ini enak sekali."     

"Rudi, kamu benar-benar memalukan. Tadi kamu memanggilnya bibi dan kamu meminta makanan darinya. Setelah mendapatkan makanan, kamu memanggilnya ibu. Nenek Diana tidak akan mau memiliki anak seperti kamu, benarkan nenek?" Jenny merasa sifat Rudi jauh lebih parah dari kakaknya.     

Diana menepuk pundak Jenny dengan lembut. Ia tahu bahwa Rudi hanya menggodanya, tetapi hanya Jenny saja yang tidak tahu bahwa ia ditipu habis-habisan.     

"Kalau kamu suka, aku bisa memasakkannya untukmu lain kali," kata Diana dengan sopan.     

"Terima kasih, ibu. Aku akan datang lagi lain kali. Biasanya aku tidak menyukai lobak, tetapi masakan ibu terasa manis. Apakah aku boleh membungkusnya?" kata Rudi.     

Jenny merasa semakin geram mendengarnya. "Kamu punya uang, mengapa kamu masih tidak tahu malu dan meminta-minta? Kami tidak mengenalmu, tetapi kamu mengganggu makan malam kami dan sekarang masih ingin membungkus!"     

"Tidak perlu malu. Aku menyukai masakan buatan ibu. Aku yakin ibu juga pasti senang," Rudi menoleh dan menatap ke arah Diana.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.