Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Menjemput Pagi-Pagi Sekali



Menjemput Pagi-Pagi Sekali

0"Kak, aku melihat foto Rudi di internet. Wajahnya sangat mirip dengan Peter yang kita kenal di Perancis. Apakah kamu sudah bertemu dengannya? Apakah mereka orang yang sama?" suara Anya terdengar dari ujung telepon.     

"Anya, ini Peter. Kapan kamu akan pulang? Ngomong-ngomong, ibumu sudah menganggapku sebagai anaknya sendiri. Kamu harus memanggilku kakak lain kali," kata Rudi dari telepon.     

"Peter?" Anya tertegun sejenak dan kemudian bertanya. "Namamu yang sebenarnya adalah Rudi?"     

"Anya, ibuku bilang aku tidak boleh bicara padamu dulu. Saat kamu kembali, kita bisa mengobrol. Aku lupa bilang kalau masakan ibumu sangat enak. Aku tidak akan menyisakannya untukmu. Kalau aku tidak bisa menghabiskannya, aku akan membungkusnya dan membawanya pulang. Dahh!" setelah mengatakannya Rudi langsung mengakhiri panggilan.     

Anya merasa kebingungan. Rudi adalah Peter, mantan kekasih Agnes. Dan sekarang, Rudi atau pun Peter ini sedang mengejar Jenny!     

"Tara, kita harus pulang besok. Ada yang salah!" Anya bergegas mencari Tara.     

"Anya, tenanglah! Jangan membuat Tara panik!" kata Indah.     

Anya menarik napas dalam-dalam, "Ibu, apakah kamu ingat aku pernah menceritakan temanku yang bernama Peter? Ternyata Rudi adalah Peter, temanku dan Kak Jonathan."     

"Teman Jonathan? Berarti ia adalah teman. Akan semakin mudah untuk mendiskusikannya baik-baik. Kalau Jenny tidak mau menikah dengannya, ia tidak akan memaksa," kata Indah.     

Anya menghela napas dengan tidak berdaya. "Itu karena ibu tidak mengenal pria ini. awalnya, ia bilang bahwa ia tidak punya uang dan menumpang tinggal di rumah Kak Jonathan, menumpang makan dan minum. Hari ini, ia datang ke rumah ibu dan menumpang makan. Bahkan ia sudah memanggil ibuku dengan sebutan ibu! Wajahnya jauh lebih tebal dibandingkan Nico!"     

"Siapa yang lebih nakal dari Nico? Aku ingin melihatnya!" kata Tara dengan penuh semangat.     

"Kamu wanita hamil seharusnya banyak beristirahat dan menjaga kesehatanmu. Jangan bertemu dengannya! Bagaimana kalau anak-anakmu nanti mirip dengannya?" kata Anya dengan wajah serius.     

Tara mengelus perutnya sambil duduk di sofa dan berkata, "Biarkan saja. Aku akan menyuruh Nico untuk menjaga mereka agar Nico sadar betapa susahnya menghadapinya."     

Anya langsung memberikan jempolnya untuk Tara dan menatapnya dengan kagum.     

"Dasar kalian berdua," Indah menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum melihat kelakuan dua anak ini. "Aku akan menyuruh pelayan untuk membereskan barang-barang kalian."     

Anya mengangguk. Anya tidak bisa tenang di sini sendirian sementara suaminya sedang jauh. Ia khawatir Jessica akan melakukan sesuatu pada Aiden.     

Setelah mandi di malam hari, Anya duduk di tempat tidurnya dan menelepon Aiden.     

"Aiden, apakah kamu merindukan aku?" tanya Anya sambil tersenyum.     

"Hmm …" jawab Aiden.     

"Haruskah aku kembali besok?" kata Anya.     

"Besok?" Aiden sedikit terkejut, "Apakah kamu tidak mau berlibur lebih lama?"     

"Aku merindukanmu dan aku ingin pulang besok. Kalau kamu sibuk, biar Harris saja yang menjemputku," kata Anya.     

"Tidak ada yang lebih penting dibandingkan kamu dan anak-anak. Aku akan mengosongkan jadwalku besok dan menjemputmu," kata Aiden.     

"Terima kasih, suamiku. Aku mencintaimu," kata Anya dengan senang.     

Hati Aiden terasa hangat saat mendengarnya, "Aku juga mencintaimu."     

"Sampai jumpa besok!"     

…     

Keesokan paginya, Anya masih tidur ketika ia mendengar suara baling-baling helikopter.     

"Anya, bangun! Aiden menjemputmu!" Indah mengetuk pintu kamar Anya dan kemudian membangunkan Tara.     

Setelah Anya dan Tara selesai mandi dan bersiap-siap, mereka mendengar suara tawa Arka dan Aksa dari lantai bawah.     

Pagi-pagi sekali, Aiden sudah datang dengan mengenakan kemeja putih yang rapi, membawa kedua putrnya untuk bermain di taman.     

"Suamimu memang benar-benar sempurna. Contoh ayah ideal," kata Tara dengan iri.     

"Terima kasih untuk pujiannya. Suamimu juga tidak buruk," kata Anya sambil tersenyum.     

"Turunlah dan sarapan. Setelah itu, cepat pulang lah. Aiden sangat sibuk, tetapi ia masih menyempatkan diri untuk menjemputmu. Pasti banyak pekerjaannya yang tertunda," kata Indah.     

"Ibu, mengapa kamu tidak ganti baju?" Anya menyadari bahwa Indah masih mengenakan pakaian rumahnya, seolah ia tidak ingin ikut mereka untuk pulang.     

"Di sini sangat nyaman. Aku akan tinggal di sini untuk sementara waktu," kata Indah.     

Anya mengangguk. Ia tahu tinggal di rumah malah akan membuat Indah merindukan suaminya. "Aku dengar Keara sudah dipindahkan ke rumah sakit yang lebih baik dan kondisinya sudah stabil. Apakah kamu tidak mau memberitahu ayah?"     

"Aku tahu ayahmu mencintaiku dan akan selalu mengingatku. Kalau ia tidak mencintaiku, tidak peduli meski aku mengatakan dan menceritakan semua perjuanganku untuknya, ia tidak akan bisa melihatnya. Jadi, tanpa mengatakan apa pun, aku akan menunggunya di sini sampai ia keluar dari penjara," kata Indah sambil tersenyum.     

Tara sangat mengagumi Indah. Ia bisa berdamai dengan semua permasalahannya dan menikmati hidupnya dengan penuh syukur.     

"Ayo sarapan," Anya keluar dari rumah dan memanggil Aiden yang sedang berada di taman.     

"Arka, Aksa, ibu memanggil kita. Ayo kita sarapan," Aiden berjongkok di tanah dan dua bos kecilnya itu langsung berlari ke arahnya.     

Aiden kembali ke rumah dengan Arka di tangan kanan dan Aksa di tangan kirinya.     

Anya menyambutnya dan mengambil Arka dari pelukannya. Ketika mereka bertemu, Anya langsung tersenyum dan berjinjit untuk mengecup bibir Aiden.     

"Ibumu melihat kita!" goda Aiden.     

"Biarkan dia melihatnya!" Anya menjulurkan lidahnya. "Mengapa kamu datang begitu pagi? Apakah kamu tidak bisa tidur kemarin malam?" tanya Anya dengan sengaja.     

"Aku begadang untuk menyelesaikan semua pekerjaanku. Dan aku pergi pagi-pagi sekali agar aku bisa sarapan bersama denganmu," kata Aiden.     

Anya memandang ke wajah Aiden dengan lebih seksama dan melihat kantung matanya yang menggelap. Sepertinya suaminya itu kurang tidur.     

"Semua ini salahku. Tidak seharusnya aku pulang mendadak dan mengacaukan semua rencanamu," Anya memandang Aiden dengan perasaan bersalah. Pasti Aiden bekerja dengan sangat keras kemarin malam. Tangannya mengelus pipi Aiden dengan lembut.     

"Anya, aku senang kamu mau pulang lebih awal. Tanpa kamu dan anak-anak, rumah terasa sangat sepi, seperti ada yang kosong," Aiden mengecup keningnya.     

Melihat kehangatan di mata Aiden, Anya merasa jantungnya berdegup kencang, seperti gadis yang baru mengenal cinta.     

Saat sarapan, Anya dan Aiden duduk bersebelahan. Tangan mereka bertautan dengan erat di bawah meja.     

"Apakah kalian harus seperti ini? Aku yang melihatnya saja merasa malu!" Tara sudah tidak takut pada Aiden lagi. Ia bahkan bisa bercanda dengannya.     

"Iri, ya?" goda Anya sambil tersenyum.     

"Ya, aku iri. Aku membencimu!" Tara mengatakannya dengan cemberut. Meski ia mengatakan demikian, sebenarnya ia merasa sangat senang untuk sahabatnya itu.     

Setelah sarapan, mereka sudah siap untuk pulang.     

Galih sedang berada di penjara dan Anya sudah punya keluarganya sendiri. Oleh karena itu, Indah tidak mau ikut dan mengganggu keluarga kecil putrinya. Ia memutuskan untuk tetap tinggal di sana.     

Tetapi ia berjanji pada Anya, ketika Iris Perfume School mulai melakukan pedaftaran dan penerimaan murid, ia akan kembali untuk menjalankan tugasnya sebagai kepala sekolah kehormatan.     

Setelah kembali kekota, Aiden menyuruh pengawalnya untuk mengantar Arka dan Aksa, serta Tara, kembali ke rumah. Ia langsung membawa Anya ke kantor.     

"Aku tidak mau pergi Atmajaya Group. Biar aku pergi ke Iris dan nanti kita bisa makan siang bersama," kata Anya.     

Apa yang bisa ia lakukan di Atmajaya Group? Kalau ia pergi ke Iris, ia bisa menunggu Aiden sambil bekerja.     

"Tidak, aku mau memakanmu!" kata Aiden, memegang wajah Anya dan menciumnya dengan penuh gairah.     

Anya terkejut sejenak saat Aiden menyerangnya dengan ciuman-ciuman. Kemudian tangannya yang memegang lengan Aiden menjadi lemas. Setelah itu, seperti biasanya, ia langsung melingkarkan kedua tangannya di leher suaminya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.